Al-Fatihah Ayat 5: Rahasia Kalimat Iyyaka Diulang 2 Kali
Minggu, 16 Januari 2022 - 20:56 WIB
Al-Fatihah adalah surat yang sering kita baca dan kaum Muslimin tentu sudah menghafal surat ini. Al-Fatihah dijuluki Ummul Qur'an (induk Al-Qur'an) karena merupakan induk dari semua isi Al-Qur'an.
Sebagai muslim, kita perlu tahu kandungan surat agung ini. Tidak hanya hafal suratnya tetapi kita dapat memahami isinya. Berikut tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 5.
"Iyyaaka na'budu wa lyyaaka nasta'iin."
Artinya: Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (QS Al-Fatihah Ayat 5)
Penjelasan Tafsir:
Di ayat-ayat sebelumnya disebutkan empat macam dari sifat-sifat Allah, yaitu: Pendidik seluruh alam, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Yang menguasai hari pembalasan. Sifat-sifat yang disebutkan itu adalah sifat-sifat kesempurnaan yang hanya Allah saja yang mempunyainya. Karena itu pada ayat ini Allah mengajarkan kepada hamba-Nya bahwa Allah sajalah yang patut disembah, dan kepada-Nya sajalah seharusnya manusia memohon pertolongan, dan bahwa hamba-Nya haruslah mengikrarkan yang demikian itu.
Dalam tafsir Kementerian Agama dijelaskan, kalimat اِيَّاكَ "IyyaKa" (hanya kepada Engkau) adalah dhamir untuk orang kedua dalam kedudukan mansub karena menjadi maf'ul bih (obyek). Dalam tata Bahasa Arab maf'ul bih harus sesudah fi'il dan fa'il.
Jika mendahulukan yang seharusnya diucapkan kemudian dalam Balagah menunjukkan Qasr, yaitu pembatasan yang bisa diartikan "hanya". Jadi arti ayat ini "Hanya kepada Engkau saja kami menyembah, dan hanya kepada Engkau saja kami mohon pertolongan".
"IyyaKa" dalam ayat ini diulang dua kali. Pengulangan kalimat ini tentu menyimpan makna. Di antaranya untuk menegaskan bahwa ibadah dan isti'anah (meminta pertolongan) itu masing-masing khusus dihadapkan kepada Allah serta untuk dapat mencapai kelezatan munajat (berbicara) dengan Allah. Sebab, bagi seorang hamba Allah yang menyembah dengan segenap jiwa dan raganya tak ada yang lebih nikmat dan lezat perasaannya daripada bermunajat dengan Allah.
Baik juga diketahui bahwa dengan memakai "iyyaka" itu berarti menghadapkan pembicaraan kepada Allah, dengan maksud mengingat Allah, seakan-akan kita berada di hadapan-Nya, dan kepada-Nya diarahkan pembicaraan dengan khusyuk dan tawadu'. Seakan-akan kita berkata:
"Ya Allah, Dzat yang wajibul wujud, Yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, Yang menjaga dan memelihara seluruh alam, Yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dengan berlipat ganda, Yang berkuasa di hari pembalasan, Engkau sajalah yang kami sembah, dan kepada Engkau sajalah kami minta pertolongan, karena hanya Engkau yang berhak disembah, dan hanya Engkau yang dapat menolong kami".
Dengan cara seperti itu orang akan lebih khusyuk menyembah Allah dan lebih tergambar kepadanya kebesaran yang disembahnya itu. Inilah yang dimaksud oleh Rasulullah melalui sabdanya:
"Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya." (HR Al-Bukhari dan Muslim dari 'Umar bin al-Khatthab)
Karena Surat al-Fatihah mengandung ayat munajat (berbicara) dengan Allah menurut cara yang telah diterangkan, maka hal itu merupakan rahasia diwajibkan membacanya pada tiap-tiap rakaat dalam sholat.
Adapun kalimat "Na'budu" pada ayat ini didahulukan menyebutkannya daripada "Nasta'inu", karena menyembah Allah adalah kewajiban manusia terhadap Tuhan-nya. Tetapi pertolongan dari Allah kepada hamba-Nya adalah hak hamba itu. Maka Allah mengajar hamba-Nya agar menunaikan kewajibannya lebih dahulu, sebelum ia menuntut haknya.
Melihat kata-kata Na'budu dan Nasta'inu (kami menyembah, kami meminta tolong), bukan a'budu dan asta'inu (saya menyembah dan saya minta tolong) adalah untuk memperlihatkan kelemahan manusia, tidak selayaknya manusia mengemukakan dirinya seorang saja dalam menyembah dan memohon pertolongan kepada Allah. Seakan-akan penunaian kewajiban beribadah dan permohonan pertolongan kepada Allah itu belum lagi sempurna, kecuali kalau dikerjakan bersama-sama.
Sebagai muslim, kita perlu tahu kandungan surat agung ini. Tidak hanya hafal suratnya tetapi kita dapat memahami isinya. Berikut tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 5.
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
"Iyyaaka na'budu wa lyyaaka nasta'iin."
Artinya: Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (QS Al-Fatihah Ayat 5)
Penjelasan Tafsir:
Di ayat-ayat sebelumnya disebutkan empat macam dari sifat-sifat Allah, yaitu: Pendidik seluruh alam, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Yang menguasai hari pembalasan. Sifat-sifat yang disebutkan itu adalah sifat-sifat kesempurnaan yang hanya Allah saja yang mempunyainya. Karena itu pada ayat ini Allah mengajarkan kepada hamba-Nya bahwa Allah sajalah yang patut disembah, dan kepada-Nya sajalah seharusnya manusia memohon pertolongan, dan bahwa hamba-Nya haruslah mengikrarkan yang demikian itu.
Dalam tafsir Kementerian Agama dijelaskan, kalimat اِيَّاكَ "IyyaKa" (hanya kepada Engkau) adalah dhamir untuk orang kedua dalam kedudukan mansub karena menjadi maf'ul bih (obyek). Dalam tata Bahasa Arab maf'ul bih harus sesudah fi'il dan fa'il.
Jika mendahulukan yang seharusnya diucapkan kemudian dalam Balagah menunjukkan Qasr, yaitu pembatasan yang bisa diartikan "hanya". Jadi arti ayat ini "Hanya kepada Engkau saja kami menyembah, dan hanya kepada Engkau saja kami mohon pertolongan".
"IyyaKa" dalam ayat ini diulang dua kali. Pengulangan kalimat ini tentu menyimpan makna. Di antaranya untuk menegaskan bahwa ibadah dan isti'anah (meminta pertolongan) itu masing-masing khusus dihadapkan kepada Allah serta untuk dapat mencapai kelezatan munajat (berbicara) dengan Allah. Sebab, bagi seorang hamba Allah yang menyembah dengan segenap jiwa dan raganya tak ada yang lebih nikmat dan lezat perasaannya daripada bermunajat dengan Allah.
Baik juga diketahui bahwa dengan memakai "iyyaka" itu berarti menghadapkan pembicaraan kepada Allah, dengan maksud mengingat Allah, seakan-akan kita berada di hadapan-Nya, dan kepada-Nya diarahkan pembicaraan dengan khusyuk dan tawadu'. Seakan-akan kita berkata:
"Ya Allah, Dzat yang wajibul wujud, Yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, Yang menjaga dan memelihara seluruh alam, Yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dengan berlipat ganda, Yang berkuasa di hari pembalasan, Engkau sajalah yang kami sembah, dan kepada Engkau sajalah kami minta pertolongan, karena hanya Engkau yang berhak disembah, dan hanya Engkau yang dapat menolong kami".
Dengan cara seperti itu orang akan lebih khusyuk menyembah Allah dan lebih tergambar kepadanya kebesaran yang disembahnya itu. Inilah yang dimaksud oleh Rasulullah melalui sabdanya:
"Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya." (HR Al-Bukhari dan Muslim dari 'Umar bin al-Khatthab)
Karena Surat al-Fatihah mengandung ayat munajat (berbicara) dengan Allah menurut cara yang telah diterangkan, maka hal itu merupakan rahasia diwajibkan membacanya pada tiap-tiap rakaat dalam sholat.
Adapun kalimat "Na'budu" pada ayat ini didahulukan menyebutkannya daripada "Nasta'inu", karena menyembah Allah adalah kewajiban manusia terhadap Tuhan-nya. Tetapi pertolongan dari Allah kepada hamba-Nya adalah hak hamba itu. Maka Allah mengajar hamba-Nya agar menunaikan kewajibannya lebih dahulu, sebelum ia menuntut haknya.
Melihat kata-kata Na'budu dan Nasta'inu (kami menyembah, kami meminta tolong), bukan a'budu dan asta'inu (saya menyembah dan saya minta tolong) adalah untuk memperlihatkan kelemahan manusia, tidak selayaknya manusia mengemukakan dirinya seorang saja dalam menyembah dan memohon pertolongan kepada Allah. Seakan-akan penunaian kewajiban beribadah dan permohonan pertolongan kepada Allah itu belum lagi sempurna, kecuali kalau dikerjakan bersama-sama.
(rhs)