Surat Yasin Ayat 60-61: Perintah Menaati Allah dan Makna Menyembah Setan
Kamis, 20 Januari 2022 - 14:22 WIB
Muhammad Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah juga menjelaskan bahwa ayat di atas merupakan kecaman kepada kaum musyrikin dan para pendurhaka dengan menggunakan seruan ‘wahai putra-putri adam’.
Selain menandakan bahwa pesan itu telah diturunkan sejak masa Nabi Adam AS, hingga masa terakhir, juga untuk mengingatkan semua pihak bahwa permusuhan dengan setan telah mengakar jauh, tidak mungkin hilang apalagi berkurang.
Dalam ayat yang lain, terang Quraish, yakni pada QS al-A’raf ayat 172 Allah SWT telah memperingati agar bani Adam tidak tertipu oleh setan sebagaimana Adam dan Hawa yang dikeluarkan dari surga.
Menurut Quraish, penggunaan kata a’had (aku berpesan) dan u’budunii (sembahlah Aku) dalam dua ayat di atas menunjukkan dua hal.
Pertama, mengisyaratkan bahwa pesan itu sungguh jelas dan penting karena Allah SWT sendiri yang menyampaikan, sehinga Dialah sumbernya secara langsung.
Kedua, mengisyaratkan penyembahan tidak diperkenankan kecuali hanya kepada-Nya, tidak kepada siapa pun.
Ketiga, bentuk kata ganti orang pertama tunggal menandakan tidak ada keterlibatan siapa pun, hanya Allah SWT, seperti dalam hal beribadah dan menerima taubat. Jika menggunakan bentuk jamak, maka hal itu mengisyaratkan adanya keterlibatan selain-Nya dalam hal yang dibicarakan maupun untuk menggambarkan Allah SWT.
Menyembah Setan
Berdasarkan riwayat dari Ibn Mudzir, al-Suyuti dalam al-Dur al-Mantsur menyatakan bahwa yang dimaksud dengan menyembah setan adalah mengikuti ajakan setan dengan mematuhi segala macam bisikan-bisikannya. Padahal jelas-jelas setan merupakan musuh yang nyata bagi manusia.
Al-Thabari menambahkan bahwa setan secara terang-terangan mendeklarasikan permusuhan terhadap manusia. Misalnya ketika ia menolak sujud kepada Nabi Adam AS lalu dengan itu ia dilaknat dan menghasut Nabi Adam dan Siti Hawa sehingga keduanya dikeluarkan dari surga. Hal ini terungkap dalam surah al-A’raf ayat 16 berikut:
“(Iblis) menjawab, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”
Dari ayat ini sudah sangat jelas bahwa setan merupakan musuh yang nyata bagi manusia. Namun kebanyakan manusia lebih memilih mengikuti bisikan setan daripada ajakan dari para utusan Allah SWT. Padahal para utusan itu membawa risalah dari Allah agar manusia menapaki jalan yang benar, sebagaimana diungkapkan secara ekplisit dalam ayat ke 61 dari surah Yasin ini.
Selain menandakan bahwa pesan itu telah diturunkan sejak masa Nabi Adam AS, hingga masa terakhir, juga untuk mengingatkan semua pihak bahwa permusuhan dengan setan telah mengakar jauh, tidak mungkin hilang apalagi berkurang.
Dalam ayat yang lain, terang Quraish, yakni pada QS al-A’raf ayat 172 Allah SWT telah memperingati agar bani Adam tidak tertipu oleh setan sebagaimana Adam dan Hawa yang dikeluarkan dari surga.
Menurut Quraish, penggunaan kata a’had (aku berpesan) dan u’budunii (sembahlah Aku) dalam dua ayat di atas menunjukkan dua hal.
Pertama, mengisyaratkan bahwa pesan itu sungguh jelas dan penting karena Allah SWT sendiri yang menyampaikan, sehinga Dialah sumbernya secara langsung.
Kedua, mengisyaratkan penyembahan tidak diperkenankan kecuali hanya kepada-Nya, tidak kepada siapa pun.
Ketiga, bentuk kata ganti orang pertama tunggal menandakan tidak ada keterlibatan siapa pun, hanya Allah SWT, seperti dalam hal beribadah dan menerima taubat. Jika menggunakan bentuk jamak, maka hal itu mengisyaratkan adanya keterlibatan selain-Nya dalam hal yang dibicarakan maupun untuk menggambarkan Allah SWT.
Menyembah Setan
Berdasarkan riwayat dari Ibn Mudzir, al-Suyuti dalam al-Dur al-Mantsur menyatakan bahwa yang dimaksud dengan menyembah setan adalah mengikuti ajakan setan dengan mematuhi segala macam bisikan-bisikannya. Padahal jelas-jelas setan merupakan musuh yang nyata bagi manusia.
Al-Thabari menambahkan bahwa setan secara terang-terangan mendeklarasikan permusuhan terhadap manusia. Misalnya ketika ia menolak sujud kepada Nabi Adam AS lalu dengan itu ia dilaknat dan menghasut Nabi Adam dan Siti Hawa sehingga keduanya dikeluarkan dari surga. Hal ini terungkap dalam surah al-A’raf ayat 16 berikut:
قَالَ فَبِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَۙ
ثُمَّ لَاٰتِيَنَّهُمْ مِّنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ اَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَاۤىِٕلِهِمْۗ وَلَا تَجِدُ اَكْثَرَهُمْ شٰكِرِيْنَ
ثُمَّ لَاٰتِيَنَّهُمْ مِّنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ اَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَاۤىِٕلِهِمْۗ وَلَا تَجِدُ اَكْثَرَهُمْ شٰكِرِيْنَ
“(Iblis) menjawab, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”
Dari ayat ini sudah sangat jelas bahwa setan merupakan musuh yang nyata bagi manusia. Namun kebanyakan manusia lebih memilih mengikuti bisikan setan daripada ajakan dari para utusan Allah SWT. Padahal para utusan itu membawa risalah dari Allah agar manusia menapaki jalan yang benar, sebagaimana diungkapkan secara ekplisit dalam ayat ke 61 dari surah Yasin ini.
Baca Juga
(mhy)