Surat Yasin Ayat 66-67: Kuasa Allah Taala Membutakan Mata Para Pendosa

Jum'at, 28 Januari 2022 - 08:29 WIB
Surat Yasin ayat 66-77 menjelaskan mengenai kuasa Allah SWT kepada para pendosa ketika di dunia. (Foto/Ilustrasi: Istock)
Surat Yasin ayat 66-77 menjelaskan mengenai kuasa Allah SWT kepada para pendosa ketika di dunia. Andai Allah SWT berkehendak untuk memberikan siksa secara langsung atas kekafiran dan kemusyrikan yang mereka buat, niscaya siksa itu mudah sekali menimpa mereka.

Pada ayat sebelumnya telah dijelaskan mengenai kesaksian anggota tubuh manusia di akhirat. Mereka tidak bisa mengelak lagi atas apa yang pernah dilakukan ketika di dunia.



Allah SWT berfirman:

وَلَوْ نَشَاءُ لَطَمَسْنَا عَلَى أَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَأَنَّى يُبْصِرُونَ () وَلَوْ نَشَاءُ لَمَسَخْنَاهُمْ عَلَى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوا مُضِيًّا وَلَا يَرْجِعُونَ


Dan jika seandainya Kami menghendaki (untuk menghilangkan penglihatan mereka di kehidupan dunia), pasti Kami membutakan mata mereka. Lalu, mereka berlomba-lomba menuju jalan lebar; (tapi karena mereka buta), maka bagaimana mereka dapat melihat? Dan jika seandainya Kami menghendaki (untuk mengubah bentuk mereka menjadi benda-benda mati), pasti Kami mengubah bentuk mereka (sehingga mereka akan tetap berada) di tempat mereka, maka mereka tidak dapat berjalan ke depan dan tidak (pula) mundur ke belakang.” (QS: Yasin Ayat 66-67)

Dalam penafsiran Ibnu Jarir al-Thabari setidaknya ada dua makna yang terkait dengan ayat 66 dari tiga jalur riwayat yang berbeda.

Makna pertama pada kalimat “wa law nasyaa‘u lathamasnaa ‘alaa a’yunihim” adalah bahwa Allah SWT menyesatkan mereka dan membutakannya dari hidayah.

Makna ini bersumber dari riwayat ‘Ali dari Abu Shalih dari Mu’awiyah dari “Ali dari Abdullah bin Abbas RA. Makna kedua adalah Allah SWT membutakan mata mereka lalu meninggalkan mereka dalam keadaan buta."

Makna ini berdasarkan dari dua riwayat, yakni riwayat yang bersumber dari al-Hasan dan dari Qatadah. Dari kedua makna ini dapat kita pahami bahwa makna pertama lebih menekankan pada hakikat, orang-orang musyrik buta untuk mampu melihat cahaya hidayah.

Sedang makna kedua memahami ayat dari arti harfiahnya yaitu mata orang-orang musyrik dibutakan dengan sebenar-benarnya.

Sama seperti pemaknaan pada awal kalimat, pemaknaan pada “fastabiquu al-shiraatha fa annaa yubshiruun” pun dijelaskan ath-Thabari memiliki dua makna berbeda.

Pertama bermakna harfiah artinya orang-orang musyrik itu benar-benar dibutakan, matanya tidak bisa melihat. Makna ini diriwayatkan dari al-Harits dari al-Hasan dari Waraqa dari Abu Najih dari Mujahid.

Kedua bermakna mereka buta dari cahaya hidayah dan tidak mendapatkan petunjuk kebenaran. Makna ini bersumber dari riwayat Abdullah bin Abbas.



Sedangkan untuk ayat 67, Ibnu Jarir ath-Thabari menerangkan bahwa kata masakhna beramakna aq’adna yang artinya secara harfiah ‘Kami mengikat’ kaki-kaki orang-orang musyrik di tempatnya masing-masing. Lalu mereka tidak mampu untuk bergerak baik berjalan ke depan maupun kembali ke belakang.

Mengutip penafsiran Ibnu Abbas, ath-Thabari menerangkan makna lain dari ayat ini yaitu Allah SWT membinasakan (ahlakna) orang-orang musyrik di tempat mereka.

Menurut Imam al-Baidhawi dalam kitabnya Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, ayat 66 mengisyaratkan bahwa Allah SWT menutup jalan suluk bagi orang-orang musyrik yang telah mendustakan ajaran Rasulullah SAW.

Sedangkan untuk ayat 67, al-Baidhawi menafsirkan bahwa orang-orang kafir disebabkan karena kekafiran dan penolakan terhadap ajaran Nabi SAW, maka Allah SWT tidak menganugerahi mereka nikmat di akhirat.

Hukuman Langsung
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:  Itu adalah shalatnya orang-orang munafik, itu adalah shalatnya orang-orang munafik, itu adalah shalatnya orang-orang munafik.  Salah seorang dari mereka duduk hingga sinar matahari telah menguning, tatkala itu ia sedang berada di antara dua tanduk setan atau pada dua tanduk setan.  Maka dia bengkit untuk shalat, dia shalat empat rakaat dengan sangat cepat (seperti burung mematuk makanan),  dia tidak mengingat Allah padanya kecuali sangat sedikit.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 350)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More