Begini Jawaban Al-Quran dalam Menghadapi Pengingkar Hari Kiamat
Rabu, 16 Februari 2022 - 06:27 WIB
Muhammad Quraish Shihab mengatakan dalam menghadapi para pengingkar, Al-Qur'an seringkali mengemukakan alasan-alasan pengingkaran, baru kemudian menanggapi dan menolaknya. Hal demikian terlihat dengan jelas dalam uraian Al-Qur'an tentang hari akhir.
"Pada umumnya masyarakat Arab meragukan bahkan mengingkari adanya hari akhir; sementara yang percaya pun memiliki kepercayaan keliru," ujar Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Wawasan Al-Qur'an, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat"
Mereka berkata: "Jika kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apakah benar-benar kami masih akan dibangkitkan dalam bentuk makhluk yang baru?" ( QS Al-Isra , [17]: 49).
Mereka berkata: "Ia (hidup ini) tidak lain kecuali kehidupan kita di dunia (saja) dan kita tidak akan dibangkitkan!" (QS Al-An'am [6]: 29).
Bahkan Mereka bersumpah demi Allah dengan sumpah yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati" ( QS Al-Nahl [16]: 38).
Menurut Quraish, aneka ragam cara Al-Qur'an menyanggah pandangan keliru itu, sekali secara langsung dan di kali yang lain tidak secara langsung. Dengarkan misalnya Al-Qur'an ketika menyatakan:
Sesungguhnya merugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan dengan Allah. Apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat"; sambil mereka memikul dosa-dosa mereka di atas punggung mereka. Sungguh amat buruk apa yang mereka pikul itu ( QS Al-An'am [6]: 31).
Orang-orang kafir (mendustakan) ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan-Nya Mereka itulah yang berputus asa dari rahmatKu, dan buat mereka siksa yang pedih ( QS Al-'Ankabut [29]: 23).
Ayat-ayat di atas dan semacamnya tidak secara langsung menuding si pengingkar, tetapi kandungan ayat-ayat itu sedemikian jelas dan tegas menyentuh setiap pengingkar.
Abdul-Karim Al-Khatib dalam bukunya Qadhiyat Al-Uluhiyah baina Al-Falsafah wa Ad-Din, mengibaratkan gaya bahasa demikian dengan keadaan satu kelompok yang berbicara tentang pembunuhan. Ketika itu tampil seorang yang menguraikan kekejaman pembunuh dan akibat-akibat yang akan dialaminya. Ketika menguraikan hal tersebut, si pembunuh ikut hadir mendengarkan ucapan-ucapan tadi.
Tentu saja, pelaku pembunuhan dalam hal ini akan merasa bahwa pembicaraan pada hakikatnya ditujukan kepadanya walaupun dari segi redaksi tidak demikian.
Namun justru karena itu, hal ini malah bisa membawa pengaruh ke dalam jiwanya, sehingga diharapkan dapat menimbulkan rasa takut, atau penyesalan yang mengantarkannya kepada kesadaran dan pengakuan. Dampak psikologis ini tentu akan berbeda bila sejak semula pembicara menuding si pelaku kejahatan secara langsung.
Kemungkinan besar ia malahan akan menyangkal. Jadi, dalam gaya demikian, redaksi-redaksi Al-Quran tidak lagi mengarah kepada akal manusia, tetapi lebih banyak diarahkan kepada jiwanya dengan menggunakan bahasa "hati".
Seperti diketahui, menurut Quraish, bahasa hati tidak (selalu) membutuhkan argumentasi-argumentasi logis. Karena itu, uraian-uraian Al-Quran dalam berbagai masalah tidak selalu disertai bukti argumentatif. Namun hal ini bukan berarti ayat ayat lain yang menguraikan hari kebangkitan tidak menggunakan argumentasi sebagai bahasa untuk akal.
"Pada umumnya masyarakat Arab meragukan bahkan mengingkari adanya hari akhir; sementara yang percaya pun memiliki kepercayaan keliru," ujar Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Wawasan Al-Qur'an, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat"
وَقَالُوٓا۟ أَءِذَا كُنَّا عِظَٰمًا وَرُفَٰتًا أَءِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا
Mereka berkata: "Jika kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apakah benar-benar kami masih akan dibangkitkan dalam bentuk makhluk yang baru?" ( QS Al-Isra , [17]: 49).
وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ
Mereka berkata: "Ia (hidup ini) tidak lain kecuali kehidupan kita di dunia (saja) dan kita tidak akan dibangkitkan!" (QS Al-An'am [6]: 29).
وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ ۙ لَا يَبْعَثُ اللَّهُ مَنْ يَمُوتُ ۚ
Bahkan Mereka bersumpah demi Allah dengan sumpah yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati" ( QS Al-Nahl [16]: 38).
Menurut Quraish, aneka ragam cara Al-Qur'an menyanggah pandangan keliru itu, sekali secara langsung dan di kali yang lain tidak secara langsung. Dengarkan misalnya Al-Qur'an ketika menyatakan:
قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَاءِ اللَّهِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَاءَتْهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُوا يَا حَسْرَتَنَا عَلَىٰ مَا فَرَّطْنَا فِيهَا وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَىٰ ظُهُورِهِمْ ۚ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ
Sesungguhnya merugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan dengan Allah. Apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat"; sambil mereka memikul dosa-dosa mereka di atas punggung mereka. Sungguh amat buruk apa yang mereka pikul itu ( QS Al-An'am [6]: 31).
وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَلِقَآئِهِۦٓ أُو۟لَٰٓئِكَ يَئِسُوا۟ مِن رَّحْمَتِى وَأُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Orang-orang kafir (mendustakan) ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan-Nya Mereka itulah yang berputus asa dari rahmatKu, dan buat mereka siksa yang pedih ( QS Al-'Ankabut [29]: 23).
Ayat-ayat di atas dan semacamnya tidak secara langsung menuding si pengingkar, tetapi kandungan ayat-ayat itu sedemikian jelas dan tegas menyentuh setiap pengingkar.
Abdul-Karim Al-Khatib dalam bukunya Qadhiyat Al-Uluhiyah baina Al-Falsafah wa Ad-Din, mengibaratkan gaya bahasa demikian dengan keadaan satu kelompok yang berbicara tentang pembunuhan. Ketika itu tampil seorang yang menguraikan kekejaman pembunuh dan akibat-akibat yang akan dialaminya. Ketika menguraikan hal tersebut, si pembunuh ikut hadir mendengarkan ucapan-ucapan tadi.
Tentu saja, pelaku pembunuhan dalam hal ini akan merasa bahwa pembicaraan pada hakikatnya ditujukan kepadanya walaupun dari segi redaksi tidak demikian.
Namun justru karena itu, hal ini malah bisa membawa pengaruh ke dalam jiwanya, sehingga diharapkan dapat menimbulkan rasa takut, atau penyesalan yang mengantarkannya kepada kesadaran dan pengakuan. Dampak psikologis ini tentu akan berbeda bila sejak semula pembicara menuding si pelaku kejahatan secara langsung.
Kemungkinan besar ia malahan akan menyangkal. Jadi, dalam gaya demikian, redaksi-redaksi Al-Quran tidak lagi mengarah kepada akal manusia, tetapi lebih banyak diarahkan kepada jiwanya dengan menggunakan bahasa "hati".
Seperti diketahui, menurut Quraish, bahasa hati tidak (selalu) membutuhkan argumentasi-argumentasi logis. Karena itu, uraian-uraian Al-Quran dalam berbagai masalah tidak selalu disertai bukti argumentatif. Namun hal ini bukan berarti ayat ayat lain yang menguraikan hari kebangkitan tidak menggunakan argumentasi sebagai bahasa untuk akal.