Pengetahuan Tentang Tuhan (1): Miniatur Kekuasaan dan Cinta Sang Pencipta

Kamis, 25 Juni 2020 - 05:00 WIB
Pengetahuan Tentang...
Ibrahim pun berseru: Saya tidak menyukai segala sesuatu yang terbenam. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
SEBUAH hadis Nabi (SAW) yang terkenal berbunyi "Dia yang mengenal dirinya, mengenal Allah." Artinya, dengan merenungkan wujud dan sifat-sifatnya, manusia sampai pada sebagian pengetahuan tentang Tuhan.

Tetapi, menurut Imam Ghazali dalam Kimia Kebahagiaan , karena banyak orang yang merenungkan dirinya tidak juga menemui Tuhan, berarti bahwa tentulah ada cara-cara tersendiri untuk melakukan hal tersebut.

"Kenyataannya, ada dua metode untuk bisa sampai pada pengetahuan ini. Salah satu di antaranya sedemikian musykil sehingga tidak bisa dicerna dengan kecerdasan biasa dan karenanya lebih baik tidak dijelaskan," ujarnya.

Metode yang lain adalah sebagai berikut. Menurut Imam Ghazali, jika seorang manusia merenungkan dirinya, ia akan tahu bahwa sebelumnya ia tidak ada, sebagaimana tertulis di dalam al-Qur'an: "Tidakkah manusia tahu bahwa sebelumnya ia bukan apa-apa?"

Baca juga : Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Pemeriksaan Diri dan Zikir Kepada Allah (1)



Selanjutnya ia ketahui bahwa ia terbuat dari satu tetes air yang tidak mengandung intelek, pendengaran, kepala, tangan, kaki dan sebagainya. Dari sini jelaslah bahwa, kata Imam Ghazali, setinggi apa pun tingkat kesempurnaannya, ia tidak menciptakan dirinya dan tidak pula ia mampu mencipta seutas rambut sekalipun.

Betapa sangat tak berdayanya ia pada waktu ia baru hanya berupa setetes air itu!

Jadi, menurut Imam Ghazali, dia dapati pada wujudnya sendiri terpantulkan sebagai, katakanlah, suatu miniatur kekuasaan, kebijakan dan cinta Sang Pencipta.

Baca juga: Agar Kerja Menjadi Ibadah, Ingat Allah Maha Pemberi Rezeki

Jika semua orang pandai dari seluruh dunia dikumpulkan dan hidup mereka diperpanjang sampai waktu yang tidak terbatas, tidak akan bisa mereka hasilkan perbaikan apa pun atas bangun satu bagian saja dari jasad manusia.

Misalnya, pada penyesuaian geligi depan dan samping pada pengunyahan makanan, serta pada bangun lidah, kelenjar-kelenjar air liur dan kerongkongan untuk penelanannya, kita dapati peralatan-peralatan yang tidak bisa dibuat lebih baik lagi.

Baca juga: Cinta Kepada Allah, Ibrahim: Wahai Izrail, Ambillah Nyawaku (1)

Demikian pula, kata Imam Ghazali lagi, seseorang yang merenungkan tangan dengan lima jari-jarinya yang tidak sama panjang - empat di antaranya dengan tiga persendian dan jempol yang hanya mempunyai dua - serta dengan cara bagaimana ia bisa dipergunakan untuk mencekal, menjinjing atau memukul, secara terus terang akan mengakui bahwa tidak akan mungkin kebijakan manusia bisa membuatnya lebih baik lagi dengan mengubah jumlah dan aturan jari-jari tersebut, atau dengan jalan lain apa pun.

Baca juga: Cinta Kepada Allah (2): Menampak Allah Puncak Kebahagiaan Manusia

Jika seorang manusia lebih lanjut memikirkan bagaimana beragam keinginannya akan makanan, penginapan dan lain sebagainya, pemenuhannya begitu banyak disodorkan dari gudang penciptaan, ia pun menjadi sadar bahwa rahmat Allah adalah sebesar kekuasaan dan kebijakan-Nya, sebagaimaan Ia sendiri berkata: "Rahmat-Ku lebih luas dari kutukan-Ku."

Dan menurut hadits Nabi (SAW), Allah lebih lembut penciptaan dirinya sendiri, manusia menjadi tahu akan kemaujudan Tuhan. Dari kerangka tubuhnya yang menakjubkan ia mengetahui kekuasaan dan kebijakkan Allah. Dan lewat karunia yang berlimpah untuk memenuhi berbagai kebutuhannya, ia mengetahui kecintaan Allah. Dengan cara ini pengetahuan tentang diri menjadi kunci bagi pengetahuan tentang Allah.

Baca juga: Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Pemeriksaan Diri dan Zikir Kepada Allah (1)

Baca juga: Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Pemeriksaan Diri dan Zikir Kepada Allah (2)

Baca juga: Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Pemeriksaan Diri dan Zikir Kepada Allah (3)
Halaman :
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
وَالَّذِيۡنَ اتَّخَذُوۡا مَسۡجِدًا ضِرَارًا وَّكُفۡرًا وَّتَفۡرِيۡقًۢا بَيۡنَ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ وَاِرۡصَادًا لِّمَنۡ حَارَبَ اللّٰهَ وَرَسُوۡلَهٗ مِنۡ قَبۡلُ‌ؕ وَلَيَحۡلِفُنَّ اِنۡ اَرَدۡنَاۤ اِلَّا الۡحُسۡنٰى‌ؕ وَاللّٰهُ يَشۡهَدُ اِنَّهُمۡ لَـكٰذِبُوۡنَ
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), untuk kekafiran dan untuk memecah belah di antara orang-orang yang beriman serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka dengan pasti bersumpah, Kami hanya menghendaki kebaikan. Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya).

(QS. At-Taubah Ayat 107)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More