Nabi Muhammad SAW Ummi: Kemampuan Baca Tulis di Era Itu sebagai Kelemahan?
Minggu, 17 Juli 2022 - 18:48 WIB
Nabi Muhammad SAW adalah ummi atau buta huruf, tidak pandai membaca dan menulis. Quraish Shihab mengatakan pada masa itu, harus disadari bahwa masyarakat beliau ketika itu menganggap kemampuan menulis sebagai bukti kelemahan seseorang.
Lagi pula, sarana tulis-menulis memang amat langka, sehingga masyarakat amat mengandalkan hafalan. "Seseorang yang menulis dianggap tidak memiliki kemampuan menghafal, dan ini merupakan kekurangan," ujar Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat".
Penyair Zurrummah pernah ditemukan sedang menulis, dan ketika ia sadar bahwa ada orang yang melihatnya, ia bermohon, "Jangan beri tahu siapa pun, karena ini (kemampuan menulis) bagi kami adalah aib."
"Memang, nilai-nilai dalam masyarakat berubah, sehingga apa yang dianggap baik pada hari ini, boleh jadi sebelumnya dinilai buruk. Pada masa kini kemampuan menghafal tidak sepenting masa lalu, karena sarana tulis-menulis dengan mudah diperoleh," jelas Quraish Shihab.
Selama di Mekkah
Al-Qur'an menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah membaca satu kitab atau menulis satu kata sebelum datangnya wahyu Al-Qur'an. Hal ini diinformasikan Allah Taala dalam surat Al-'Ankabut ayat 48.
"Engkau tidak pernah membaca satu kitab pun sebelumnya (Al-Qur'an), tidak juga menulis satu tulisan dengan tanganmu, (andai kata kamu pernah membaca dan menulis) pasti akan benar-benar ragulah orang yang mengingkari-(mu)" (QS Al-'Ankabut [29]: 48).
Menurut Quraish Shihab, ayat ini secara pasti menyatakan bahwa beliau SAW adalah orang yang tidak pandai membaca dan menulis.
Banyak ulama yang memahami bahwa kendatipun kemudian Nabi SAW menganjurkan umatnya belajar membaca dan menulis, namun beliau sendiri tidak melakukannya, karena Allah SWT ingin menjadikan beliau sebagai bukti bahwa informasi yang diperolehnya benar-benar bukan bersumber dari manusia, melainkan dari Allah SWT.
Ada juga ulama yang memahami bahwa ketidakmampuan beliau membaca hanya terbatas sampai sebelum terbukti kebenaran ajaran Islam. Setelah kebenaran Islam terbukti -setelah hijrah ke Madinah- beliau telah pandai membaca. Menurut pendukungnya ide ini dikuatkan antara lain oleh kata "sebelumnya" yang terdapat pada ayat di atas.
Memang, ujar Quraish Shihab, kata ummi hanya ditemukan dua kali dalam Al-Quran (QS Al-A'raf [7] 157 dan 158) , dan keduanya menjadi sifat Nabi Muhammad SAW.
Kedua ayat itu turun di Mekkah, meskipun ada juga ayat lain yang turun di Madinah menyatakan, "Dia (Allah) yang mengutus kepada masyarakat ummiyyin (buta huruf), seorang Rasul di antara mereka" ( QS Al-Jum'ah [62] : 2)
Lagi pula, sarana tulis-menulis memang amat langka, sehingga masyarakat amat mengandalkan hafalan. "Seseorang yang menulis dianggap tidak memiliki kemampuan menghafal, dan ini merupakan kekurangan," ujar Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat".
Penyair Zurrummah pernah ditemukan sedang menulis, dan ketika ia sadar bahwa ada orang yang melihatnya, ia bermohon, "Jangan beri tahu siapa pun, karena ini (kemampuan menulis) bagi kami adalah aib."
"Memang, nilai-nilai dalam masyarakat berubah, sehingga apa yang dianggap baik pada hari ini, boleh jadi sebelumnya dinilai buruk. Pada masa kini kemampuan menghafal tidak sepenting masa lalu, karena sarana tulis-menulis dengan mudah diperoleh," jelas Quraish Shihab.
Selama di Mekkah
Al-Qur'an menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah membaca satu kitab atau menulis satu kata sebelum datangnya wahyu Al-Qur'an. Hal ini diinformasikan Allah Taala dalam surat Al-'Ankabut ayat 48.
"Engkau tidak pernah membaca satu kitab pun sebelumnya (Al-Qur'an), tidak juga menulis satu tulisan dengan tanganmu, (andai kata kamu pernah membaca dan menulis) pasti akan benar-benar ragulah orang yang mengingkari-(mu)" (QS Al-'Ankabut [29]: 48).
Menurut Quraish Shihab, ayat ini secara pasti menyatakan bahwa beliau SAW adalah orang yang tidak pandai membaca dan menulis.
Banyak ulama yang memahami bahwa kendatipun kemudian Nabi SAW menganjurkan umatnya belajar membaca dan menulis, namun beliau sendiri tidak melakukannya, karena Allah SWT ingin menjadikan beliau sebagai bukti bahwa informasi yang diperolehnya benar-benar bukan bersumber dari manusia, melainkan dari Allah SWT.
Ada juga ulama yang memahami bahwa ketidakmampuan beliau membaca hanya terbatas sampai sebelum terbukti kebenaran ajaran Islam. Setelah kebenaran Islam terbukti -setelah hijrah ke Madinah- beliau telah pandai membaca. Menurut pendukungnya ide ini dikuatkan antara lain oleh kata "sebelumnya" yang terdapat pada ayat di atas.
Memang, ujar Quraish Shihab, kata ummi hanya ditemukan dua kali dalam Al-Quran (QS Al-A'raf [7] 157 dan 158) , dan keduanya menjadi sifat Nabi Muhammad SAW.
Kedua ayat itu turun di Mekkah, meskipun ada juga ayat lain yang turun di Madinah menyatakan, "Dia (Allah) yang mengutus kepada masyarakat ummiyyin (buta huruf), seorang Rasul di antara mereka" ( QS Al-Jum'ah [62] : 2)
(mhy)