Sedekah Jangan Memicu Kerumunan
Senin, 27 April 2020 - 08:14 WIB
JAKARTA - Umat Islam selalu menjadikan bulan Ramadhan sebagai ladang untuk mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Salah satunya melalui cara bersedekah kepada sesama yang membutuhkan. Hanya saja, pada Ramadgan kali ini niat bersedekah perlu dilaksanakan secara bijak akibat adanya pandemi virus corona.
Pada Ramadan tahun-tahun sebelumnya, kegiatan khas seperti membagikan takjil untuk berbuka puasa di masjid-masjid menyumbangkan makanan kotak untuk bersantap sahur, atau membagikan bahan pokok di tepi jalan umum banyak dilakukan oleh para dermawan. Namun, pada Ramadan kali ini kegiatan amal seperti itu diminta dihindari demi mencegah potensi berkumpulnya orang-orang yang bisa memicu penularan virus. Kegiatan ibadah yang dilakukan harus mengacu pada protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Karena itu, umat Islam diimbau untuk menyalurkan sedekah atau sumbangannya melalui badan amal atau yayasan resmi.
Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, para dermawan bisa menyalurkan zakat, infak dan sedekah (ZIS) melalui lembaga resmi yang terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag). Dengan menyalurkan ke lembaga resmi maka ada dua manfaat bagi penyalurnya.
Pertama, dari segi keamanan lebih baik karena saat ini virus korona masih mewabah. Kedua, jika melalui badan amal zakat (BAZ) atau lembaga amal zakat (LAZ) dapat sampai kepada penerima (mustahik) dengan lebih bermanfaat. Selain itu, dengan menyalurkan ke badan amal juga dapat menghindarkan dari risiko timbulnya sifat riya atau pamer. “Dalam situasi pandemi Covid-19 sebaiknya masyarakat menyalurkan ZIS melalui lembaga resmi. Jika berupa uang dapat pula ditransfer melalui rekening pribadi atau institusi penerima,” tutur Mu’ti ketika dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Mu’ti menjelaskan, di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Sahabat Anas disebutkan bahwa sedekah yang paling utama ada di bulan Ramadhan ini. Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abbas diceritakan bahwa Rasulullah SAW sangat banyak bersedekah dan sedekah beliau semakin meningkat pada bulan Ramadhan, terutama setelah bertemu malaikat Jibril.
Pengajar pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menambahkan, sedekah yang ikhlas menurut ayat Alquran akan dilipatgandakan pahalanya sampai 700 kali, bahkan lebih. Menurut hadis Nabi, sedekah adalah amalan yang dapat menolak bencana. “Sedekah itu tidak harus selalu berupa uang dan tidak harus banyak. Yang penting ditunaikan dengan ikhlas untuk menolong sesama yang membutuhkan, terutama fakir dan miskin,” katanya.
Sementara itu, menyikapi pandemi korona di tengah Ramadan, Majelis Ulama Indonesia (MUI), melalui Komisi Fatwa, mengeluarkan fatwa tentang penyaluran zakat infak dan sedekah. Fatwa Nomor 23/2020 ini mengatur tentang pemanfaatan harta zakat, infak, dan sedekah untuk penanggulangan Covid-19 dan dampaknya.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, fatwa yang ditetapkan melalui rapat pleno pada Kamis (16/4/2020) mendapatkan persetujuan Ketua Komisi Fatwa MUI dan Dewan Pimpinan MUI sehingga resmi dikeluarkan pada Kamis (23/4/2020).
Asrorun menjelaskan, fatwa ini dikeluarkan agar zakat, infak, dan sedekah dapat dimanfaatkan secara optimal dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan wabah Covid-19. “Termasuk masalah kelangkaan alat pelindung diri, masker, kebutuhan pokok masyarakat terdampak,’’ kata Asrorun melalui keterangan tertulis.
Isi lengkap fatwa tersebut yakni ketentuan hukum pemanfaatan harta zakat untuk penanggulangan wabah Covid-19 dan dampaknya, hukumnya boleh dengan dhawabith, yaitu pendistribusian harta zakat kepada mustahik secara langsung dengan ketentuan penerima termasuk salah satu dari golongan (asnaf) zakat, yaitu muslim yang fakir, miskin, amil, mualaf, yang terlilit utang, riqab, ibnu sabil, dan/atau fi sabilillah. Harta zakat yang didistribusikan boleh dalam bentuk uang tunai, makanan pokok, keperluan pengobatan, modal kerja, dan yang sesuai dengan kebutuhan mustahik.
Selain itu, pemanfaatan harta zakat boleh bersifat produktif antara lain untuk stimulasi kegiatan sosial ekonomi fakir miskin yang terdampak wabah. Pendistribusiannya pun untuk kebaikan umum, dengan ketentuan penerima manfaat termasuk golongan (asnaf) fi sabilillah. Lalu pemanfaatan dalam bentuk aset kelolaan atau layanan bagi kemaslahatan umum, khususnya kemaslahatan mustahik, seperti untuk penyediaan alat pelindung diri, disinfektan, dan pengobatan serta kebutuhan relawan yang bertugas melakukan aktivitas kemanusiaan dalam penanggulangan wabah.
Fatwa juga menyebut, zakat mal boleh ditunaikan dan disalurkan lebih cepat (ta‘jil al-zakah) tanpa harus menunggu satu tahun penuh (haul), apabila telah mencapai nishab. Zakat fitrah boleh ditunaikan dan disalurkan sejak awal Ramadan tanpa harus menunggu malam Idul Fitri. Sementara itu, kebutuhan penanggulangan wabah Covid-19 dan dampaknya yang tidak dapat dipenuhi melalui harta zakat, dapat diperoleh melalui infak, sedekah, dan sumbangan halal lainnya. (Neneng Zubaidah)
Pada Ramadan tahun-tahun sebelumnya, kegiatan khas seperti membagikan takjil untuk berbuka puasa di masjid-masjid menyumbangkan makanan kotak untuk bersantap sahur, atau membagikan bahan pokok di tepi jalan umum banyak dilakukan oleh para dermawan. Namun, pada Ramadan kali ini kegiatan amal seperti itu diminta dihindari demi mencegah potensi berkumpulnya orang-orang yang bisa memicu penularan virus. Kegiatan ibadah yang dilakukan harus mengacu pada protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Karena itu, umat Islam diimbau untuk menyalurkan sedekah atau sumbangannya melalui badan amal atau yayasan resmi.
Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, para dermawan bisa menyalurkan zakat, infak dan sedekah (ZIS) melalui lembaga resmi yang terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag). Dengan menyalurkan ke lembaga resmi maka ada dua manfaat bagi penyalurnya.
Pertama, dari segi keamanan lebih baik karena saat ini virus korona masih mewabah. Kedua, jika melalui badan amal zakat (BAZ) atau lembaga amal zakat (LAZ) dapat sampai kepada penerima (mustahik) dengan lebih bermanfaat. Selain itu, dengan menyalurkan ke badan amal juga dapat menghindarkan dari risiko timbulnya sifat riya atau pamer. “Dalam situasi pandemi Covid-19 sebaiknya masyarakat menyalurkan ZIS melalui lembaga resmi. Jika berupa uang dapat pula ditransfer melalui rekening pribadi atau institusi penerima,” tutur Mu’ti ketika dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Mu’ti menjelaskan, di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Sahabat Anas disebutkan bahwa sedekah yang paling utama ada di bulan Ramadhan ini. Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abbas diceritakan bahwa Rasulullah SAW sangat banyak bersedekah dan sedekah beliau semakin meningkat pada bulan Ramadhan, terutama setelah bertemu malaikat Jibril.
Pengajar pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menambahkan, sedekah yang ikhlas menurut ayat Alquran akan dilipatgandakan pahalanya sampai 700 kali, bahkan lebih. Menurut hadis Nabi, sedekah adalah amalan yang dapat menolak bencana. “Sedekah itu tidak harus selalu berupa uang dan tidak harus banyak. Yang penting ditunaikan dengan ikhlas untuk menolong sesama yang membutuhkan, terutama fakir dan miskin,” katanya.
Sementara itu, menyikapi pandemi korona di tengah Ramadan, Majelis Ulama Indonesia (MUI), melalui Komisi Fatwa, mengeluarkan fatwa tentang penyaluran zakat infak dan sedekah. Fatwa Nomor 23/2020 ini mengatur tentang pemanfaatan harta zakat, infak, dan sedekah untuk penanggulangan Covid-19 dan dampaknya.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, fatwa yang ditetapkan melalui rapat pleno pada Kamis (16/4/2020) mendapatkan persetujuan Ketua Komisi Fatwa MUI dan Dewan Pimpinan MUI sehingga resmi dikeluarkan pada Kamis (23/4/2020).
Asrorun menjelaskan, fatwa ini dikeluarkan agar zakat, infak, dan sedekah dapat dimanfaatkan secara optimal dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan wabah Covid-19. “Termasuk masalah kelangkaan alat pelindung diri, masker, kebutuhan pokok masyarakat terdampak,’’ kata Asrorun melalui keterangan tertulis.
Isi lengkap fatwa tersebut yakni ketentuan hukum pemanfaatan harta zakat untuk penanggulangan wabah Covid-19 dan dampaknya, hukumnya boleh dengan dhawabith, yaitu pendistribusian harta zakat kepada mustahik secara langsung dengan ketentuan penerima termasuk salah satu dari golongan (asnaf) zakat, yaitu muslim yang fakir, miskin, amil, mualaf, yang terlilit utang, riqab, ibnu sabil, dan/atau fi sabilillah. Harta zakat yang didistribusikan boleh dalam bentuk uang tunai, makanan pokok, keperluan pengobatan, modal kerja, dan yang sesuai dengan kebutuhan mustahik.
Selain itu, pemanfaatan harta zakat boleh bersifat produktif antara lain untuk stimulasi kegiatan sosial ekonomi fakir miskin yang terdampak wabah. Pendistribusiannya pun untuk kebaikan umum, dengan ketentuan penerima manfaat termasuk golongan (asnaf) fi sabilillah. Lalu pemanfaatan dalam bentuk aset kelolaan atau layanan bagi kemaslahatan umum, khususnya kemaslahatan mustahik, seperti untuk penyediaan alat pelindung diri, disinfektan, dan pengobatan serta kebutuhan relawan yang bertugas melakukan aktivitas kemanusiaan dalam penanggulangan wabah.
Fatwa juga menyebut, zakat mal boleh ditunaikan dan disalurkan lebih cepat (ta‘jil al-zakah) tanpa harus menunggu satu tahun penuh (haul), apabila telah mencapai nishab. Zakat fitrah boleh ditunaikan dan disalurkan sejak awal Ramadan tanpa harus menunggu malam Idul Fitri. Sementara itu, kebutuhan penanggulangan wabah Covid-19 dan dampaknya yang tidak dapat dipenuhi melalui harta zakat, dapat diperoleh melalui infak, sedekah, dan sumbangan halal lainnya. (Neneng Zubaidah)
(ysw)