Sahabat Nabi Muhammad yang Dimakamkan di Indonesia
Senin, 08 Agustus 2022 - 08:05 WIB
Sahabat Nabi Muhammad yang dimakamkan di Indonesia disebut-sebut berada di Barus, salah satu daerah pesisir di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Barus memang diindetikkan dengan daerah penghasil kapur barus sejak zaman peradaban kuno.
Sebelum kita mengulas siapa sosok sahabat Nabi yang dimakamkan di Indonesia, berikut sekilas sejarah Barus yang dikenal sebagai kota Islam tertua dan pintu masuknya Islam di Indonesia.
Pada 24 Maret 2017 bertepatan hari Jumat, Presiden Jokowi meresmikan tugu titik nol pusat peradaban Islam Nusantara di Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Dalam literatur sejarah disebutkan, Islam di Indonesia pertama kali hadir di Barus. Ini dibuktikan dengan adanya makam tua di areal pemakaman Mahligai, Barus, pada abad ke-7. Pada batu nisannya tertulis Syaikh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi atau 48 Hijriyah, menguatkan adanya komunitas Muslim pada masa itu.
Sebelum kelahiran Nabi Muhammad sholallallahu 'alihi wasallam pada Tahun 571 Masehi (Tahun Gajah), Kota Barus sudah dikenal dan menjadi jalur pedagangan para saudagar-saudagar dari berbagi penjuru dunia. Bahkan pada masa Fir'aun (Raja Mesir) sekitar 7.000 tahun lalu mereka datang ke Barus untuk mengambil kapur Barus sebagai pengawet dan memumi jasad para Fir'aun Mesir yang meninggal supaya awet.
Kafur Disebut dalam Al-Qur'an
Dalam Al-Qur'an, Surat Al-Insan Ayat 5 kita akan menemukan istilah "kapur" (كَافُوۡرً). Kata kapur ini diidentikkan dengan pohon yang tumbuh di hutan Sumatra. Atau lebih populer dengan sebutan Kapur Barus atau kanver, dzat putih beraroma sangat wangi.
Orang-orang Arab Quraisy dulu mengenal kapur Barus sebagai salah satu rempah yang memiliki banyak manfaat. Mereka menyebutnya dengan istilah "kaafur". Dan bahasa Arab Quraisy ini kemudian dipakai untuk menyampaikan wahyu Ilahi dalam Surat Al-Insan Ayat 5.
Innal abraara yasyri buuna min kaasin kaana mizaa juhaa Kaafuuraa.
Artinya: "Sungguh, orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur." (QS. Al-Insan Ayat 5)
Jika merujuk tafsir ayat ini, kata "kaafura" yang dimaksud adalah mata air dalam surga yang diminum oleh hamba-hamba Allah yang taat. Air kafur ini lebih menyegarkan dan menambah aroma lebih sedap. (tafsir Kemenag)
Namanya memang serupa dengan kapur yang ada di dunia. Namun kata "Kafur" yang ada pada ayat di atas menggambarkan air kapur akhirat atau kapur surga yang wanginya tentu berlipat ganda, lebih harum dari kafur yang ada di dunia. Wallahu A'lam!
Barus Pintu Masuknya Islam di Indonesia
Barus berjarak sekitar 337 kilometer dari Kota Medan atau memakan waktu 6-7 jam perjalanan darat. Dari Kota Sibolga, perjalanan darat sekitar 2 jam.
Di daerah ini terdapat banyak makam aulia yang diyakini sebagai penyebar Islam pertama di Nusantara. Selain makam Syaikh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi (48 Hijriyah), terdapat sebuah makam berukuran tujuh meter yang disebut-sebut sebagai makam sahabat Nabi.
Makam yang terletak di puncak bukit ini sampai sekarang ramai diziarahi umat muslim. Pada nisan yang terbuat dari batu cadas itu tertulis nama Syaikh Mahmud Fil Hadratul Maut (Yaman) yang ditarikhkan Tahun 34 sampai 44 Hijriyah. Pada masa itu adalah kepemimpinan Khalifah Mu'awiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu 'anhuma.
Di lokasi ini juga terdapat Makam Papan Tinggi itu yaitu lima makam lain yang menurut cerita adalah makam keturunan Syaikh Mahmud. Selain Makam Papan Tinggi, di Barus juga terdapat lebih dari 200 makam yang terletak di atas perbukitan Desa Dakka, Kecamatan Barus.
Makam Sahabat Nabi
Makam Syaikh Mahmud yang berada di puncak Bukit Barus ini sering disebut-sebut sebagai makam sahabat Nabi yang pernah hijrah di Indonesia. Sebuah literatur menyebutkan, Abdurrahman bin Muadz bin Jabal, dan putera-puteranya Syaikh Mahmud dan Ismail berdakwah dan wafat dimakamkan di Barus sekitar Tahun 625 M/4 Hijriyah. (Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah [Nusantara], 1929)
Abdurrahman bin Muadz datang dari Hadhramaut Yaman membawa putranya Mahmud untuk berdakwah ke Nusantara dan akhirnya menetap di Barus. Mereka datang ke Barus diperkirakan Tahun 625 M atau 4 Hijriyah.
Makam Syaikh Mahmud berada di atas Bukit Desa Pananggahan, Kecamatan Barus Utara.
Pada batu nisannya tertulis nama Syaikh Mahmud Fil Hadratul Maut (Yaman) yang ditarikhkan Tahun 34 sampai 44 Hijriyah.
Panjangnya mencapai tujuh meter. Menurut keterangan Channel Muhibbin Auliya Barus, banyak makam-makam berukuran panjang di Barus. Ini bukan menunjukkan besar atau tingginya fisik orangnya. Tetapi lebih kepada maqom (derajat) keilmuannya. Sebab biasanya yang memakai tradisi ini adalah orang-orang sufi.
Kontroversi
Ada yang menyebutkan bahwa Syaikh Mahmud penyebar Islam di Barus bukanlah sahabat Nabi yang merupakan putra dari Abdurrahman bin Muadz bin Jabal. Beliau adalah seorang auliya penyebar Islam dari Hadhramaut Yaman yang datang ke Barus. Wallahu A'lam.
Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu sendiri diketahui sebagai salah satu sahabat Nabi dari kaum Anshar dan duta besar Islam yang pertama dikirim Rasulullah SAW. Julukannya adalah "Abu Abdurahman".
Muadz bin Jabal lahir di Madinah dan memeluk Islam pada usia 18 tahun. Rasulullah SAW pernah mengirimnya ke Yaman untuk berdakwah. Muadz bin Jabal wafat Tahun 18 Hijriyah pada usia 33 tahun (riwayat lain usia 38 tahun), ketika terjadi wabah di Syam. Kala itu beliau diutus ke Syam oleh khalifah Umar bin Khattab.
Disebutkan, beliau wafat dan tidak memiliki keturunan yang dapat meneruskan generasinya. Muadz memiliki seorang anak bernama Abdurrahman yang juga meninggal dunia karena terkena wabah. (Al-Istiaab, jilid 3 Halaman 1402)
Selain Syaikh Mahmud, sahabat Nabi yang disebut-sebut pernah berdakwah ke Indonesia melalui Barus adalah Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu. Beliau singgah di Barus sebelum melanjutkan perjalanannya ke Cina pada tahun 616 M.
Setelah berdakwah di China, beliau kembali ke Madinah. Menurut riwayat, Sa'ad bin Abi Waqqash dimakamkan di pemakaman Baqi' Madinah.
Baca Juga: Masya Allah! Sahabat Nabi Sempat Hijrah ke Indonesia
Berikut video makam Syaikh Mahmud di Barus yang diunggah channel "Muhibbin Auliya Barus" 25 Juni 2021:
Sebelum kita mengulas siapa sosok sahabat Nabi yang dimakamkan di Indonesia, berikut sekilas sejarah Barus yang dikenal sebagai kota Islam tertua dan pintu masuknya Islam di Indonesia.
Pada 24 Maret 2017 bertepatan hari Jumat, Presiden Jokowi meresmikan tugu titik nol pusat peradaban Islam Nusantara di Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Dalam literatur sejarah disebutkan, Islam di Indonesia pertama kali hadir di Barus. Ini dibuktikan dengan adanya makam tua di areal pemakaman Mahligai, Barus, pada abad ke-7. Pada batu nisannya tertulis Syaikh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi atau 48 Hijriyah, menguatkan adanya komunitas Muslim pada masa itu.
Sebelum kelahiran Nabi Muhammad sholallallahu 'alihi wasallam pada Tahun 571 Masehi (Tahun Gajah), Kota Barus sudah dikenal dan menjadi jalur pedagangan para saudagar-saudagar dari berbagi penjuru dunia. Bahkan pada masa Fir'aun (Raja Mesir) sekitar 7.000 tahun lalu mereka datang ke Barus untuk mengambil kapur Barus sebagai pengawet dan memumi jasad para Fir'aun Mesir yang meninggal supaya awet.
Kafur Disebut dalam Al-Qur'an
Dalam Al-Qur'an, Surat Al-Insan Ayat 5 kita akan menemukan istilah "kapur" (كَافُوۡرً). Kata kapur ini diidentikkan dengan pohon yang tumbuh di hutan Sumatra. Atau lebih populer dengan sebutan Kapur Barus atau kanver, dzat putih beraroma sangat wangi.
Orang-orang Arab Quraisy dulu mengenal kapur Barus sebagai salah satu rempah yang memiliki banyak manfaat. Mereka menyebutnya dengan istilah "kaafur". Dan bahasa Arab Quraisy ini kemudian dipakai untuk menyampaikan wahyu Ilahi dalam Surat Al-Insan Ayat 5.
اِنَّ الۡاَبۡرَارَ يَشۡرَبُوۡنَ مِنۡ كَاۡسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُوۡرًاۚ
Innal abraara yasyri buuna min kaasin kaana mizaa juhaa Kaafuuraa.
Artinya: "Sungguh, orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur." (QS. Al-Insan Ayat 5)
Jika merujuk tafsir ayat ini, kata "kaafura" yang dimaksud adalah mata air dalam surga yang diminum oleh hamba-hamba Allah yang taat. Air kafur ini lebih menyegarkan dan menambah aroma lebih sedap. (tafsir Kemenag)
Namanya memang serupa dengan kapur yang ada di dunia. Namun kata "Kafur" yang ada pada ayat di atas menggambarkan air kapur akhirat atau kapur surga yang wanginya tentu berlipat ganda, lebih harum dari kafur yang ada di dunia. Wallahu A'lam!
Barus Pintu Masuknya Islam di Indonesia
Barus berjarak sekitar 337 kilometer dari Kota Medan atau memakan waktu 6-7 jam perjalanan darat. Dari Kota Sibolga, perjalanan darat sekitar 2 jam.
Di daerah ini terdapat banyak makam aulia yang diyakini sebagai penyebar Islam pertama di Nusantara. Selain makam Syaikh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi (48 Hijriyah), terdapat sebuah makam berukuran tujuh meter yang disebut-sebut sebagai makam sahabat Nabi.
Makam yang terletak di puncak bukit ini sampai sekarang ramai diziarahi umat muslim. Pada nisan yang terbuat dari batu cadas itu tertulis nama Syaikh Mahmud Fil Hadratul Maut (Yaman) yang ditarikhkan Tahun 34 sampai 44 Hijriyah. Pada masa itu adalah kepemimpinan Khalifah Mu'awiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu 'anhuma.
Di lokasi ini juga terdapat Makam Papan Tinggi itu yaitu lima makam lain yang menurut cerita adalah makam keturunan Syaikh Mahmud. Selain Makam Papan Tinggi, di Barus juga terdapat lebih dari 200 makam yang terletak di atas perbukitan Desa Dakka, Kecamatan Barus.
Makam Sahabat Nabi
Makam Syaikh Mahmud yang berada di puncak Bukit Barus ini sering disebut-sebut sebagai makam sahabat Nabi yang pernah hijrah di Indonesia. Sebuah literatur menyebutkan, Abdurrahman bin Muadz bin Jabal, dan putera-puteranya Syaikh Mahmud dan Ismail berdakwah dan wafat dimakamkan di Barus sekitar Tahun 625 M/4 Hijriyah. (Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah [Nusantara], 1929)
Abdurrahman bin Muadz datang dari Hadhramaut Yaman membawa putranya Mahmud untuk berdakwah ke Nusantara dan akhirnya menetap di Barus. Mereka datang ke Barus diperkirakan Tahun 625 M atau 4 Hijriyah.
Makam Syaikh Mahmud berada di atas Bukit Desa Pananggahan, Kecamatan Barus Utara.
Pada batu nisannya tertulis nama Syaikh Mahmud Fil Hadratul Maut (Yaman) yang ditarikhkan Tahun 34 sampai 44 Hijriyah.
Panjangnya mencapai tujuh meter. Menurut keterangan Channel Muhibbin Auliya Barus, banyak makam-makam berukuran panjang di Barus. Ini bukan menunjukkan besar atau tingginya fisik orangnya. Tetapi lebih kepada maqom (derajat) keilmuannya. Sebab biasanya yang memakai tradisi ini adalah orang-orang sufi.
Kontroversi
Ada yang menyebutkan bahwa Syaikh Mahmud penyebar Islam di Barus bukanlah sahabat Nabi yang merupakan putra dari Abdurrahman bin Muadz bin Jabal. Beliau adalah seorang auliya penyebar Islam dari Hadhramaut Yaman yang datang ke Barus. Wallahu A'lam.
Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu sendiri diketahui sebagai salah satu sahabat Nabi dari kaum Anshar dan duta besar Islam yang pertama dikirim Rasulullah SAW. Julukannya adalah "Abu Abdurahman".
Muadz bin Jabal lahir di Madinah dan memeluk Islam pada usia 18 tahun. Rasulullah SAW pernah mengirimnya ke Yaman untuk berdakwah. Muadz bin Jabal wafat Tahun 18 Hijriyah pada usia 33 tahun (riwayat lain usia 38 tahun), ketika terjadi wabah di Syam. Kala itu beliau diutus ke Syam oleh khalifah Umar bin Khattab.
Disebutkan, beliau wafat dan tidak memiliki keturunan yang dapat meneruskan generasinya. Muadz memiliki seorang anak bernama Abdurrahman yang juga meninggal dunia karena terkena wabah. (Al-Istiaab, jilid 3 Halaman 1402)
Selain Syaikh Mahmud, sahabat Nabi yang disebut-sebut pernah berdakwah ke Indonesia melalui Barus adalah Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu. Beliau singgah di Barus sebelum melanjutkan perjalanannya ke Cina pada tahun 616 M.
Setelah berdakwah di China, beliau kembali ke Madinah. Menurut riwayat, Sa'ad bin Abi Waqqash dimakamkan di pemakaman Baqi' Madinah.
Baca Juga: Masya Allah! Sahabat Nabi Sempat Hijrah ke Indonesia
Berikut video makam Syaikh Mahmud di Barus yang diunggah channel "Muhibbin Auliya Barus" 25 Juni 2021:
(rhs)