Hari Raya Yahudi Awalnya Jumat, Mereka Mengubah Menjadi Sabtu
Sabtu, 24 September 2022 - 13:13 WIB
Pada mulanya, hari beribadah dan hari raya umat Yahudi adalah hari Jumat . Hanya saja, mereka mengubahnya menjadi Sabtu. Pada hari itulah Allah menguji mereka untuk beribadah dan mengharamkan menangkap, menjual, dan mengonsumsi ikan laut.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menukil Muhammad ibnu Ishaq yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra mengatakan sesungguhnya hal yang difardukan oleh Allah kepada kaum Bani Israil pada mulanya adalah sama dengan hari yang difardukan oleh Allah kepada kalian dalam hari raya kalian, yaitu hari Jumat.
"Mereka menggantinya menjadi hari Sabtu, lalu mereka menghormati hari Sabtu (sebagai ganti hari Jumat) dan mereka meninggalkan apa-apa yang diperintahkan kepadanya," ujar Ibnu Abbas ra.
Setelah mereka membangkang dan hanya menetapi hari Sabtu, maka Allah menguji mereka dengan hari Sabtu itu dan diharamkan atas mereka banyak hal yang telah dihalalkan bagi mereka di selain hari Sabtu.
Mereka yang melakukan demikian tinggal di suatu kampung yang terletak di antara Ailah dan Tur, yaitu Madyan.
Pada hari Sabtu itu, Allah mengharamkan mereka melakukan perburuan ikan, juga mengharamkan memakannya di hari itu.
Tersebutlah apabila hari Sabtu tiba, maka ikan-ikan datang kepada mereka terapung-apung di dekat pantai mereka berada. Tetapi apabila di hari selain Sabtu, ikan-ikan itu pergi semua hingga mereka tidak dapat menemukan seekor ikan pun, baik yang besar maupun yang kecil.
Singkatnya, bila hari Sabtu tiba ikan-ikan itu muncul begitu banyak secara misteri; tetapi bila hari Sabtu berlalu, ikan-ikan itu lenyap tak berbekas.
Kondisi demikian berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Ikan yang menggoda di hari Sabtu ini menjadi ujian bagi mereka. Ada seseorang dari kalangan mereka sengaja menangkap ikan dengan sembunyisembunyi di hari Sabtu, lalu ia mengikat ikan tersebut dengan benang, kemudian melepaskannya ke laut; sebelum itu ia mengikat benang itu ke suatu pasak yang ia buat di tepi laut, lalu ia pergi meninggalkannya.
Keesokan harinya, atau pada hari Ahad, ia datang ke tempat itu dan mengambil ikan tersebut. Dia menganggap tidak mengambilnya ikan di hari Sabtu. Selanjutnya ia pergi membawa ikan tangkapannya itu, kemudian dimakannya.
Pada hari Sabtu berikutnya ia melakukan hal yang sama. Ternyata orang-orang mencium bau ikan. "Demi Allah, kami mencium bau ikan," ujar penduduk kampung itu.
Mereka pun menemukan orang yang melakukan hal tersebut, lalu mereka mengikuti jejak si lelaki itu. Mereka melakukan hal tersebut dengan sembunyi-sembunyi dalam waktu cukup lama. Allah sengaja tidak menyegerakan siksaan-Nya terhadap mereka, sebelum mereka melakukan perburuan ikan secara terang-terangan dan menjualnya di pasar-pasar.
Sedangkan As-Saddi meriwayatkan seseorang (dari mereka) menggali pasir dan membuat suatu parit sampai ke laut yang dihubungkan dengan kolam galiannya itu.
Apabila hari Sabtu tiba, ia membuka tambak paritnya, lalu datanglah ombak membawa ikan hingga ikan-ikan itu masuk ke dalam kolamnya. Ketika ikan-ikan itu hendak keluar dari kolam tersebut, ternyata tidak mampu karena paritnya dangkal, hingga ikan-ikan itu tetap berada di dalam kolam tersebut.
Apabila hari Ahad tiba, maka lelaki itu datang, lalu mengambil ikan-ikan tersebut. Lalu seseorang memanggang ikan hasil tangkapannya dan ternyata tetangganya mencium bau ikan bakar.
Ketika si tetangga menanyakan kepadanya, ia menceritakan apa yang telah dilakukannya. Maka si tetangga tersebut melakukan hal yang sama seperti dia, hingga tersebarlah kebiasaan makan ikan di kalangan mereka.
Segolongan orang dari kalangan mereka yang tidak ikut berburu berkata, "Celakalah kalian ini, bertakwalah kepada Allah."
Golongan ini melarang apa yang diperbuat oleh kaumnya itu. Sedangkan golongan lainnya yang tidak memakan ikan dan tidak pula melarang kaum dari perbuatan mereka berkata, "Apa gunanya kamu menasihati suatu kaum yang bakal diazab oleh Allah atau Allah akan mengazab mereka dengan azab yang keras."
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menukil Muhammad ibnu Ishaq yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra mengatakan sesungguhnya hal yang difardukan oleh Allah kepada kaum Bani Israil pada mulanya adalah sama dengan hari yang difardukan oleh Allah kepada kalian dalam hari raya kalian, yaitu hari Jumat.
"Mereka menggantinya menjadi hari Sabtu, lalu mereka menghormati hari Sabtu (sebagai ganti hari Jumat) dan mereka meninggalkan apa-apa yang diperintahkan kepadanya," ujar Ibnu Abbas ra.
Setelah mereka membangkang dan hanya menetapi hari Sabtu, maka Allah menguji mereka dengan hari Sabtu itu dan diharamkan atas mereka banyak hal yang telah dihalalkan bagi mereka di selain hari Sabtu.
Mereka yang melakukan demikian tinggal di suatu kampung yang terletak di antara Ailah dan Tur, yaitu Madyan.
Pada hari Sabtu itu, Allah mengharamkan mereka melakukan perburuan ikan, juga mengharamkan memakannya di hari itu.
Tersebutlah apabila hari Sabtu tiba, maka ikan-ikan datang kepada mereka terapung-apung di dekat pantai mereka berada. Tetapi apabila di hari selain Sabtu, ikan-ikan itu pergi semua hingga mereka tidak dapat menemukan seekor ikan pun, baik yang besar maupun yang kecil.
Singkatnya, bila hari Sabtu tiba ikan-ikan itu muncul begitu banyak secara misteri; tetapi bila hari Sabtu berlalu, ikan-ikan itu lenyap tak berbekas.
Kondisi demikian berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Ikan yang menggoda di hari Sabtu ini menjadi ujian bagi mereka. Ada seseorang dari kalangan mereka sengaja menangkap ikan dengan sembunyisembunyi di hari Sabtu, lalu ia mengikat ikan tersebut dengan benang, kemudian melepaskannya ke laut; sebelum itu ia mengikat benang itu ke suatu pasak yang ia buat di tepi laut, lalu ia pergi meninggalkannya.
Keesokan harinya, atau pada hari Ahad, ia datang ke tempat itu dan mengambil ikan tersebut. Dia menganggap tidak mengambilnya ikan di hari Sabtu. Selanjutnya ia pergi membawa ikan tangkapannya itu, kemudian dimakannya.
Pada hari Sabtu berikutnya ia melakukan hal yang sama. Ternyata orang-orang mencium bau ikan. "Demi Allah, kami mencium bau ikan," ujar penduduk kampung itu.
Mereka pun menemukan orang yang melakukan hal tersebut, lalu mereka mengikuti jejak si lelaki itu. Mereka melakukan hal tersebut dengan sembunyi-sembunyi dalam waktu cukup lama. Allah sengaja tidak menyegerakan siksaan-Nya terhadap mereka, sebelum mereka melakukan perburuan ikan secara terang-terangan dan menjualnya di pasar-pasar.
Sedangkan As-Saddi meriwayatkan seseorang (dari mereka) menggali pasir dan membuat suatu parit sampai ke laut yang dihubungkan dengan kolam galiannya itu.
Apabila hari Sabtu tiba, ia membuka tambak paritnya, lalu datanglah ombak membawa ikan hingga ikan-ikan itu masuk ke dalam kolamnya. Ketika ikan-ikan itu hendak keluar dari kolam tersebut, ternyata tidak mampu karena paritnya dangkal, hingga ikan-ikan itu tetap berada di dalam kolam tersebut.
Apabila hari Ahad tiba, maka lelaki itu datang, lalu mengambil ikan-ikan tersebut. Lalu seseorang memanggang ikan hasil tangkapannya dan ternyata tetangganya mencium bau ikan bakar.
Ketika si tetangga menanyakan kepadanya, ia menceritakan apa yang telah dilakukannya. Maka si tetangga tersebut melakukan hal yang sama seperti dia, hingga tersebarlah kebiasaan makan ikan di kalangan mereka.
Segolongan orang dari kalangan mereka yang tidak ikut berburu berkata, "Celakalah kalian ini, bertakwalah kepada Allah."
Golongan ini melarang apa yang diperbuat oleh kaumnya itu. Sedangkan golongan lainnya yang tidak memakan ikan dan tidak pula melarang kaum dari perbuatan mereka berkata, "Apa gunanya kamu menasihati suatu kaum yang bakal diazab oleh Allah atau Allah akan mengazab mereka dengan azab yang keras."