Berikut ini Contoh Bersikap Ghuluw terhadap Rasulullah SAW

Sabtu, 22 Oktober 2022 - 14:40 WIB
Ada yang meyakini Nabi Muhammad tahu kapan kiamat akan datang. Keyakinan seperti ini adalah berlebih-lebihan. Foto/Ilustrasi: Ist
Sikap berlebih-lebihan, melampaui batas, atau ghuluw tidak dibenarkan dalam Islam. Allah SWT berfirman: “Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu.” ( QS An-Nisaa’/4 : 171).

Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Ibnu ‘Abbas ra , Rasulullah SAW juga bersabda: “Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.”

Lalu bagaimana sikap yang berlebih-lebihan terhadap Rasulullah SAW , seperti yang dilakukan sebagian kalangan sufi?



Di sebagian kalangan Sufi ada mengatakan bahwa Rasulullah SAW mengetahui seluruh perkara gaib secara mutlak dan takdir Allah SWT atas semua yang akan terjadi pada makhluk-Nya yang telah ditulis di Lauhul mahfuzh. Perkataan semacam ini masuk kategori berlebih-lebihan.



Tengok saja dalam Qashidah Burdah yang sudah masyhur di tanah air. al-Bushiri, penulis kitab itu, mengatakan:

فَإِنَّ مِنْ جُوْدِكَ الدُّنْيَا وَضَرَّتِهَا وَمِنْ عُلُوْمِكِ عِلْمُ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ

Sesungguhnya termasuk dari kemurahanmu-lah (wahai Rasul) adanya dunia dan akhirat.

Dan di antara pengetahuanmu, pengetahuan (tentang isi) di Lauhul mahfuzh dan pena (yang menulisnya)

Di sisi lain, dalam al-Quran surat al-A’raf ayat 188, Allah SWT berfirman:

قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidak kuasa mendatangkan kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula kuasa menolak kemadharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan andaikata aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemadharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman. ( QS al-A’râf/7 : 188)



Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah memerintahkan Nabi SAW agar mengembalikan semua urusan kepada-Nya, dan hendaklah Nabi SAW menyampaikan bahwa dirinya tidak mengetahui perkara gaib di masa mendatang dan tidak sedikit pun mengetahui hal tersebut kecuali sebatas apa yang telah diperlihatkan oleh Allah kepada dirinya. Hal ini seperti apa yang disebutkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا

(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. ( QS Al-Jin : 26).

Dalam surat al-A’raf ayat 188 ini, kata Asy-Syaukani, sebagai penjelas ayat sebelumnya (yang berbunyi) :

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ

Mereka menanyakan kepadamu tentang Kiamat; kapan terjadinya?, Katakanlah:” Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada di sisi Rabb-ku, tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.” ( QS al-A’râf/7 : 187)
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Semua perbuatan tergantung niatnya, dan balasan bagi tiap-tiap orang tergantung apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan

(HR. Bukhari No.1)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More