Cara Mengingat Kematian Menurut Rasulullah
Jum'at, 02 Desember 2022 - 13:38 WIB
Mengingat kematia n adalah anjuran penting yang sangat ditekankan oleh Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Salam. Ada banyak hadis yang mengingatkan agar umat Islam selalu mengingat kematian. Tujuannya adalah agar manusia selalu ingat bahwa hidup di dunia tidaklah kekal dan agar menyiapkan bekal amal shaleh untuk melanjutkan perjalanannya yang panjang setelah kehidupan ini.
Mengingat kematian bukan sekadar mengucapkan dengan lisan. Bukan juga mengingat dengan sebatas akal pikiran tanpa mengikutsertakan qolbu (hati) untuk merenunginya. Mengingat kematian yang diinginkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Salam adalah menyadari diri ini seorang hamba yang merasakan kematian semakin dekat dan dirinya akan kembali kepada Allah Ta'ala.
Abdur Rahman Al Wasithy dalam bukunya Rahasia Alam Kubur menjelaskan bahwa mengingat mati menurut cara Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Salam adalah sebuah perasaan yang tidak pernah berpisah dengan hati dan akalnya, sehingga berpengaruh langsung terhadap segala niat, ucapan, dan perbuatan yang dilakukannya. Orang yang selalu mengingat kematian akan berhati-hati dalam menjalani aktivitas kehidupannya agar tidak terjerus dalam maksiat dan dosa.
Oleh karenanya, banyak mengingat kematian yang dimaksud oleh Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Salam adalah ungkapan dari kesigapan dalam beramal shaleh. Tanpa memperbanyak ibadah dan tanpa memperbagus amal amal kebaikan, maka cuma menyebut-nyebut kematian ribuan kali sehari dengan lisan bukanlah cara mengingat mati yang benar.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
"Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian." (HR. Ibnu Majah)
Pada redaksi yang lain dalam riwayat Ath Thabrani dan Al Hakim disebutkan :
"Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian. Karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya di waktu sempit kehidupannya, kecuali (mengingat kematian) itu melonggarkan kesempitan hidup atas orang itu. Dan tidaklah seseorang mengingatnya di waktu luas (kehidupannya), kecuali (mengingat kematian) itu menyempitkan keluasan hidup atas orang itu." (Shahih Al Jami’ush Shaghir)
Imam Ibnu Majah meriwayatkan:
Dari Al Bara’, dia berkata: Kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu jenazah, lalu Beliau duduk di tepi kubur, kemudian Beliau menangis sehingga tanah menjadi basah, lalu Beliau bersabda: “Wahai, saudara-saudaraku! Maka persiapkanlah untuk yang seperti ini.” (HR Ibnu Majah)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga telah memperingatkan bahwa manusia agar selalu memperhatikan perjalanan umurnya, apakah lebih banyak dosanya ataukah lebih banyak amal shalehnya. Setiap orang hendaknya mewaspadai terhadap angan-angan panjang umur, sehingga menunda melakukan amal shaleh.
Dalam hadis riwayat Imam Bukhari dari sabahat Anas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa anak Adam semakin tua, dan dua perkara semakin besar juga bersamanya: cinta harta dan panjang umur.
Disebutkan juga sesungguhnya masa 60 tahun bagi seseorang sudah merupakan waktu yang panjang hidup di dunia ini, cukup bagi seseorang merenungkan tujuan hidup, sehingga tidak ada udzur bagi orang yang telah mencapai umur tersebut.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda :
“Allah meniadakan alasan seseorang (untuk berbuat amal shaleh) hingga yang Dia telah menunda ajalnya sehingga mencapai 60 tahun. (HR. Bukhari).
Oleh karena itu, seseorang hendaklah memanfaatkan hidupnya dengan sebaik-baiknya, mengisinya dengan amal shalih sebelum datang kematian.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
"Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun." (QS. Al-A'raf : 34)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga berfirman :
"Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Munafiqun : 11)
Wallahu A'lam
Mengingat kematian bukan sekadar mengucapkan dengan lisan. Bukan juga mengingat dengan sebatas akal pikiran tanpa mengikutsertakan qolbu (hati) untuk merenunginya. Mengingat kematian yang diinginkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Salam adalah menyadari diri ini seorang hamba yang merasakan kematian semakin dekat dan dirinya akan kembali kepada Allah Ta'ala.
Abdur Rahman Al Wasithy dalam bukunya Rahasia Alam Kubur menjelaskan bahwa mengingat mati menurut cara Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Salam adalah sebuah perasaan yang tidak pernah berpisah dengan hati dan akalnya, sehingga berpengaruh langsung terhadap segala niat, ucapan, dan perbuatan yang dilakukannya. Orang yang selalu mengingat kematian akan berhati-hati dalam menjalani aktivitas kehidupannya agar tidak terjerus dalam maksiat dan dosa.
Oleh karenanya, banyak mengingat kematian yang dimaksud oleh Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Salam adalah ungkapan dari kesigapan dalam beramal shaleh. Tanpa memperbanyak ibadah dan tanpa memperbagus amal amal kebaikan, maka cuma menyebut-nyebut kematian ribuan kali sehari dengan lisan bukanlah cara mengingat mati yang benar.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
"Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian." (HR. Ibnu Majah)
Pada redaksi yang lain dalam riwayat Ath Thabrani dan Al Hakim disebutkan :
"Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian. Karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya di waktu sempit kehidupannya, kecuali (mengingat kematian) itu melonggarkan kesempitan hidup atas orang itu. Dan tidaklah seseorang mengingatnya di waktu luas (kehidupannya), kecuali (mengingat kematian) itu menyempitkan keluasan hidup atas orang itu." (Shahih Al Jami’ush Shaghir)
Imam Ibnu Majah meriwayatkan:
Dari Al Bara’, dia berkata: Kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu jenazah, lalu Beliau duduk di tepi kubur, kemudian Beliau menangis sehingga tanah menjadi basah, lalu Beliau bersabda: “Wahai, saudara-saudaraku! Maka persiapkanlah untuk yang seperti ini.” (HR Ibnu Majah)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga telah memperingatkan bahwa manusia agar selalu memperhatikan perjalanan umurnya, apakah lebih banyak dosanya ataukah lebih banyak amal shalehnya. Setiap orang hendaknya mewaspadai terhadap angan-angan panjang umur, sehingga menunda melakukan amal shaleh.
Dalam hadis riwayat Imam Bukhari dari sabahat Anas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa anak Adam semakin tua, dan dua perkara semakin besar juga bersamanya: cinta harta dan panjang umur.
Disebutkan juga sesungguhnya masa 60 tahun bagi seseorang sudah merupakan waktu yang panjang hidup di dunia ini, cukup bagi seseorang merenungkan tujuan hidup, sehingga tidak ada udzur bagi orang yang telah mencapai umur tersebut.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda :
“Allah meniadakan alasan seseorang (untuk berbuat amal shaleh) hingga yang Dia telah menunda ajalnya sehingga mencapai 60 tahun. (HR. Bukhari).
Oleh karena itu, seseorang hendaklah memanfaatkan hidupnya dengan sebaik-baiknya, mengisinya dengan amal shalih sebelum datang kematian.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ ۚ فَاِ ذَا جَآءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَئ۟خِرُوْنَ سَا عَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ
"Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun." (QS. Al-A'raf : 34)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga berfirman :
وَلَنْ يُّؤَخِّرَ اللّٰهُ نَفْسًا اِذَا جَآءَ اَجَلُهَا ۗ وَا للّٰهُ خَبِيْرٌ بِۢمَا تَعْمَلُوْنَ
"Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Munafiqun : 11)
Wallahu A'lam
(wid)