Kisah Nabi Musa Mengaku Bani Israel Tak Sanggup Sholat Meski Kurang dari Lima Waktu
loading...
A
A
A
Nabi Musa menangis karena merasa sedih, jumlah umatnya lebih sedikit dari umat Nabi Muhammad dan kemuliaan umatnya juga dikalahkan oleh umat Nabi Muhammad yang lebih muda darinya. Padahal, masa umat Nabi Musa jauh lebih lama dibanding masa umat Nabi Muhammad.
Syaikh Badruddin Ahmad al-Aini dalam kitabnya Umdtaul Qari menjelaskan, “Musa menangis karena merasa sedih atas umatnya. Jumlahnya lebih sedikit dibanding umat Muhammad dan keutamaannya kalah dengan umat Muhammad.”
Sikap Nabi Musa demikian bukanlah karena rasa iri (hasud) dengan Nabi Muhammad. Melainkan karena merasa menyesal. Mengapa dulu umatnya banyak melanggar perintah Allah, sehingga mempengaruhi derajat kedudukannya di sisi Tuhannya.
Ketaatan suatu umat merupakan prestasi seorang Nabi. Semakin tinggi tingkat ketaatannya, semakin tinggi pula derajat Nabi yang membimbingnya di sisi Allah.
Sebaliknya, semakin umatnya sering melanggar perintah Allah, derajat Nabinya pun tidak setinggi Nabi yang berprestasi menuntun umat ke jalan ketaatan lebih gemilang. Musa merasa sangat menyesal. Ia telah dikaruniai usia yang panjang melebihi usia Nabi Muhammad.
Begitu pun umatnya lebih panjang usianya dibanding usia umat Muhammad. Tapi Nabi Musa gagal membina umatnya. Umatnya kalah banyak dibanding umat Muhammad. Sudah kalah banyak, kalah taat pula. Sesal Musa.
Salah satu keistimewaan yang Allah berikan kepada nabi-nabinya adalah besarnya rasa kasih sayang yang dimiliki setiap nabi-Nya. Jadi, di samping Musa merasa kurang berhasil dengan pencapaiannya, juga karena rasa sayang pada umatnya. Mengapa tidak bisa membimbing mereka lebih maksimal.
Syaikh Musa Lasyin, dengan mengutip ucapan Ibnu Abi Jamrah dalam Fathul Mun’im Syarah Shahih Muslim mengatakan, sesungguhnya Allah telah menjadikan rasa welas asih (rahmah) pada hati nabi-nabi-Nya, melebihi yang Ia berikan kepada hamba selain mereka. Oleh karena itu, Musa menangis karena rasa sayang terhadap umatnya.
Syaikh Badruddin Ahmad al-Aini dalam kitabnya Umdtaul Qari menjelaskan, “Musa menangis karena merasa sedih atas umatnya. Jumlahnya lebih sedikit dibanding umat Muhammad dan keutamaannya kalah dengan umat Muhammad.”
Sikap Nabi Musa demikian bukanlah karena rasa iri (hasud) dengan Nabi Muhammad. Melainkan karena merasa menyesal. Mengapa dulu umatnya banyak melanggar perintah Allah, sehingga mempengaruhi derajat kedudukannya di sisi Tuhannya.
Ketaatan suatu umat merupakan prestasi seorang Nabi. Semakin tinggi tingkat ketaatannya, semakin tinggi pula derajat Nabi yang membimbingnya di sisi Allah.
Sebaliknya, semakin umatnya sering melanggar perintah Allah, derajat Nabinya pun tidak setinggi Nabi yang berprestasi menuntun umat ke jalan ketaatan lebih gemilang. Musa merasa sangat menyesal. Ia telah dikaruniai usia yang panjang melebihi usia Nabi Muhammad.
Begitu pun umatnya lebih panjang usianya dibanding usia umat Muhammad. Tapi Nabi Musa gagal membina umatnya. Umatnya kalah banyak dibanding umat Muhammad. Sudah kalah banyak, kalah taat pula. Sesal Musa.
Salah satu keistimewaan yang Allah berikan kepada nabi-nabinya adalah besarnya rasa kasih sayang yang dimiliki setiap nabi-Nya. Jadi, di samping Musa merasa kurang berhasil dengan pencapaiannya, juga karena rasa sayang pada umatnya. Mengapa tidak bisa membimbing mereka lebih maksimal.
Syaikh Musa Lasyin, dengan mengutip ucapan Ibnu Abi Jamrah dalam Fathul Mun’im Syarah Shahih Muslim mengatakan, sesungguhnya Allah telah menjadikan rasa welas asih (rahmah) pada hati nabi-nabi-Nya, melebihi yang Ia berikan kepada hamba selain mereka. Oleh karena itu, Musa menangis karena rasa sayang terhadap umatnya.
(mhy)