Kisah Zughanusy Pasya, Mualaf yang Gelorakan Semangat Jihad Taklukkan Konstantinopel
loading...
A
A
A
Zughanusy Pasya adalah mualaf asal Albania. Ia tercatat salah satu komandan perang Utsmani di bawah Sultan Muhammad Al-Fatih yang berperan penting dalam menaklukkan Konstantinopel .
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam bukunya berjudul "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah" memaparkan suatu hari, tatkala setiap serangan pasukan al-Fatih ke Konstantinopel tak juga membuahkan hasil maka Sultan menggelar rapat majelis syura .
Selain meminta nasihat para ulama dalam menjalankan misi penaklukan Konstantinopel, Sultan Muhammad Al-Fatih membentuk majelis syura. Dalam majelis ini siapa pun boleh mengeluarkan pendapat. Anggota majelis syura terdiri para komandan dan para ulama.
Sultan Muhammad Al-Fatih meminta mereka untuk mengeluarkan pendapat secara terus-terang dan tanpa ragu-ragu. Dalam rapat tersebut, sebagian di antara mereka menasihatinya untuk segera menarik pasukan. Nasihat ini terutama disampaikan Perdana Menteri Khalil Pasya dan para pendukungnya.
Penarikan pasukan perlu dilakukan, menurut Khalil Pasya, agar tidak terjadi pertumpahan darah dan tidak menimbulkan kemarahan Nasrani-Eropa, jika kaum muslimin nantinya menguasai kota; serta alasan-alasan lain untuk membenarkan tindakan penarikan mundur.
Pendapat Khalil Pasha sudah bisa ditebak Sultan. Karena sudah berkali-kali penasihatnya itu bicara begitu. Maka tidak aneh, jika Khalil Pasha dicurigai membantu Byzantium dan berusaha menjatuhkan kaum muslimin.
Di sisi lain, sebagian yang hadir berusaha mendorong Sultan untuk melanjutkan serangan ke dalam kota dan menganggap remeh Eropa dan kekuatannya. Mereka juga mendorong agar kembali menggelorakan semangat tempur para mujahidin untuk menaklukkan kota itu.
Dalam pandangan mereka, mundur berarti akan menghancurkan semangat jihad para mujahidin Islam Turki Utsmani. Di antara orang yang berpendapat demikian, adalah Zughanusy Pasya. Dengan terang-terangan dia menganggap lemah kekuatan Eropa di hadapan Sultan.
Buku-buku sejarah menyebutkan tentang sikap Zughanusy Pasya ini. Tatkala Sultan menanyakan sikap dan pandangannya, dia melompat dari duduknya dan bersuara lantang dengan menggunakan bahasa Turki yang sedikit gagap.
“Tidak! Sekali lagi tidak, wahai Sultan! Saya tidak akan menerima apa yang dikatakan oleh Khalil Pasya. Kami datang ke sini tidak ada tujuan lain, kecuali untuk mati dan bukan untuk pulang kembali,” ujar Zughanusy Pasya berapi-api.
Ucapan lantang ini menimbulkan pengaruh besar di dada hadirin. Dan untuk sementara tempat itu menjadi senyap.
Kemudian Zughanusy Pasya melanjutkan perkataannya, “Sesungguhnya di balik ucapan Khalil Pasya, terdapat keinginan untuk memadamkan semangat yang ada di dalam dada kalian, membunuh keberanian dan tekad kalian. Namun dia tidak akan pernah mendapatkan apa-apa, kecuali putus-asa dan kerugian."
"Sesungguhnya tentara Alexander Agung yang berangkat dari Yunani ke India, lalu dia menguasai separuh Benua Asia yang luas, jumlah mereka tidak lebih besar dari jumlah tentara kita. Jika pasukan mereka mampu menguasai negeri-negeri yang luas itu, apakah tentara kita tidak akan mampu untuk melintasi tumpukan batu-batu yang bersusun-susun itu?”
Zughanusy Pasya menarik napas panjang lalu matanya menyapu ke semua yang hadir. “Khalil Pasya telah mengatakan pada kita, bahwa negara-negara Barat akan datang pada kita untuk membalas dendam,” kata Zughanusy Pasya.
“Lalu siapa yang dia maksud dengan negara-negara Barat itu? Apakah yang dia maksud, negara-negara Latin yang kini sedang dilanda permusuhan internal, atau negara-negara di Laut Tengah yang tidak mampu berbuat apa-apa selain hanya merampok dan mencuri?” lanjutnya dengan suara meninggi.
Andai kata negara-negara itu mau memberikan bantuan kepada Byzantium, ujarnya lagi, pastilah mereka akan mengirimkan pasukan dan kapal-kapai perangnya. Andaikata orang-orang Eropa setelah kita taklukkan Kota Konstantinopei, mereka mengajak berperang menantang kita, apakah kita hanya akan berpangku tangan dan tidak melakukan apa pun. Jelas kita akan menyambut mereka dengan serangan paling menyakitkan, demi mempertahankan kehormatan kita!
“Wahai penguasa Kesultanan!” ujar Zughanusy Pasya kemudian. “Kau telah tanyakan pendapat saya, maka kini aku katakan pendapat ini secara terus terang. Hati kita hendaknya kokoh laksana batu karang, dan kita wajib meneruskan peperangan ini, tanpa dilanda sifat lemah dan kerdil,” tegasnya lagi.
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam bukunya berjudul "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah" memaparkan suatu hari, tatkala setiap serangan pasukan al-Fatih ke Konstantinopel tak juga membuahkan hasil maka Sultan menggelar rapat majelis syura .
Selain meminta nasihat para ulama dalam menjalankan misi penaklukan Konstantinopel, Sultan Muhammad Al-Fatih membentuk majelis syura. Dalam majelis ini siapa pun boleh mengeluarkan pendapat. Anggota majelis syura terdiri para komandan dan para ulama.
Sultan Muhammad Al-Fatih meminta mereka untuk mengeluarkan pendapat secara terus-terang dan tanpa ragu-ragu. Dalam rapat tersebut, sebagian di antara mereka menasihatinya untuk segera menarik pasukan. Nasihat ini terutama disampaikan Perdana Menteri Khalil Pasya dan para pendukungnya.
Penarikan pasukan perlu dilakukan, menurut Khalil Pasya, agar tidak terjadi pertumpahan darah dan tidak menimbulkan kemarahan Nasrani-Eropa, jika kaum muslimin nantinya menguasai kota; serta alasan-alasan lain untuk membenarkan tindakan penarikan mundur.
Pendapat Khalil Pasha sudah bisa ditebak Sultan. Karena sudah berkali-kali penasihatnya itu bicara begitu. Maka tidak aneh, jika Khalil Pasha dicurigai membantu Byzantium dan berusaha menjatuhkan kaum muslimin.
Di sisi lain, sebagian yang hadir berusaha mendorong Sultan untuk melanjutkan serangan ke dalam kota dan menganggap remeh Eropa dan kekuatannya. Mereka juga mendorong agar kembali menggelorakan semangat tempur para mujahidin untuk menaklukkan kota itu.
Dalam pandangan mereka, mundur berarti akan menghancurkan semangat jihad para mujahidin Islam Turki Utsmani. Di antara orang yang berpendapat demikian, adalah Zughanusy Pasya. Dengan terang-terangan dia menganggap lemah kekuatan Eropa di hadapan Sultan.
Buku-buku sejarah menyebutkan tentang sikap Zughanusy Pasya ini. Tatkala Sultan menanyakan sikap dan pandangannya, dia melompat dari duduknya dan bersuara lantang dengan menggunakan bahasa Turki yang sedikit gagap.
“Tidak! Sekali lagi tidak, wahai Sultan! Saya tidak akan menerima apa yang dikatakan oleh Khalil Pasya. Kami datang ke sini tidak ada tujuan lain, kecuali untuk mati dan bukan untuk pulang kembali,” ujar Zughanusy Pasya berapi-api.
Ucapan lantang ini menimbulkan pengaruh besar di dada hadirin. Dan untuk sementara tempat itu menjadi senyap.
Kemudian Zughanusy Pasya melanjutkan perkataannya, “Sesungguhnya di balik ucapan Khalil Pasya, terdapat keinginan untuk memadamkan semangat yang ada di dalam dada kalian, membunuh keberanian dan tekad kalian. Namun dia tidak akan pernah mendapatkan apa-apa, kecuali putus-asa dan kerugian."
"Sesungguhnya tentara Alexander Agung yang berangkat dari Yunani ke India, lalu dia menguasai separuh Benua Asia yang luas, jumlah mereka tidak lebih besar dari jumlah tentara kita. Jika pasukan mereka mampu menguasai negeri-negeri yang luas itu, apakah tentara kita tidak akan mampu untuk melintasi tumpukan batu-batu yang bersusun-susun itu?”
Zughanusy Pasya menarik napas panjang lalu matanya menyapu ke semua yang hadir. “Khalil Pasya telah mengatakan pada kita, bahwa negara-negara Barat akan datang pada kita untuk membalas dendam,” kata Zughanusy Pasya.
“Lalu siapa yang dia maksud dengan negara-negara Barat itu? Apakah yang dia maksud, negara-negara Latin yang kini sedang dilanda permusuhan internal, atau negara-negara di Laut Tengah yang tidak mampu berbuat apa-apa selain hanya merampok dan mencuri?” lanjutnya dengan suara meninggi.
Andai kata negara-negara itu mau memberikan bantuan kepada Byzantium, ujarnya lagi, pastilah mereka akan mengirimkan pasukan dan kapal-kapai perangnya. Andaikata orang-orang Eropa setelah kita taklukkan Kota Konstantinopei, mereka mengajak berperang menantang kita, apakah kita hanya akan berpangku tangan dan tidak melakukan apa pun. Jelas kita akan menyambut mereka dengan serangan paling menyakitkan, demi mempertahankan kehormatan kita!
“Wahai penguasa Kesultanan!” ujar Zughanusy Pasya kemudian. “Kau telah tanyakan pendapat saya, maka kini aku katakan pendapat ini secara terus terang. Hati kita hendaknya kokoh laksana batu karang, dan kita wajib meneruskan peperangan ini, tanpa dilanda sifat lemah dan kerdil,” tegasnya lagi.