Perang Covid-19, Haedar Nashir: Apa yang Terjadi dengan Umat Kita?

Kamis, 16 Juli 2020 - 14:30 WIB
loading...
Perang Covid-19, Haedar...
Prof Dr Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah. Foto/Ilustrasi/m.muhammadiyah
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah , Haedar Nashir , mengakui Muhammadiyah telah mengambil peran dalam problema covid-19 . Muhammadiyah telah berusaha melakukan ijtihad keagamaan supaya solutif atas segala persoalan. Hanya saja, langkah strategis yang ditempuh oleh Muhammadiyah tidak mudah. Mengingat dikalangan internal umat Islam sendiri, ditinjau dari aspek sosiologisnya, cara beragama mereka juga beragam.

Menurutnya, dari cara pandang umat Islam terhadap konteks atau realitas yang dihadapi, mereka bisa dikelompokan menjadi qodariyah, jabariyah, dan puritan. Sebagai firqah Islam, corak berpikir kelompok-kelompok tersebut masih banyak dianut oleh sebagian kalangan umat Islam dalam memandang realitas sosialnya. ( )

Banyaknya panorama corak pandang keagamaan di kalangan umat Islam menyebabkan penyelesaian atas persoalan tidak mudah. Haedar mencontohkan, ketika Muhammadiyah berijtihad untuk menutup masjid sebagai usaha mencegah dan memotong penyebaran virus covid-19, banyak mendapat pertentangan.

“Untuk yang salat tarawih saja bahkan ada yang melompat pagar, baik yang bapak-bapak maupun ibu-ibu. Jadi kita susah membayangkan sebenarnya apa yang terjadi dengan umat kita,” tutur Haedar dalam acara Webinar Nasional dalam Rangka Dies Nataliske 55 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), pada Rabu(15/7).

Dalam persoalan wabah penyakit, ujar Haedar seperti disiarkan laman resmi Muhammadiyah, organisasi Islam ini berperan lebih progresif. Hal ini dikarenakan Muhammadiyah memiliki sumber daya yang bisa dihadirkan untuk solusi permasalahan tersebut. Pengalaman tersebut terekam jelas dalam memori kerja Muhammadiyah, melalui sumber daya resource bidang kesehatan yang diterjunkan secara langsung untuk menangani masalah tersebut.( ).

“Persoalan pandemi bukan sederhana, tapi menyangkut kemanusiaan, menyangkut nyawa. Satu nyawa sama dengan seluruh nyawa umat manusia. Sehingga kami mencari solusi, karena agama itu adalah sebagai solusi,” tambahnya.

Usaha memahami agama melalui kacamata Muhammadiyah dilakukan melalui perspektif bayani, burhani, dan irfani. Perspektif holistik ini menjadikan ijtihad yang dilakukan oleh Muhammadiyah bukan hanya memerhatikan sisi keTuhanan saja, melainkan segala sesuatu yang diputuskan oleh Muhammadiyah juga memiliki sisi kemanusiaan, lingkungan secara menyeluruh.



Haedar menegaskan, jangan sampai lagi ada anggapan atau pembiaran terhadap korban meninggal akibat covid-19 dan lebih mengutamakan sektor lain untuk tetap hidup. Ia menyebut cara pandang seperti ini sebagai perspektif yang sadis. Pikiran pragmatis seperti ini harus dihalau dari kehidupan sosial dan kebangsaan Indonesia.

Terakhir, Haedar meminta kepada pemimpin negeri ini untuk memiliki morality dan integritas, mereka harus bisa mengutamakan yang terpenting dari yang penting. Ia juga menyinggung sikap arogan yang dimiliki para elit, di mana salah satunya adalah arogansi terkait pembahasan RUU di saat masyarakat dibelit segala macam persoalan terlebih di masa pendemi seperti sekarang ini.

“Pandemi ini serius, dan negara-negara besar begitu seriusnya. Kok kita masih berani bertaruh kebijakan soal seperti ini yang menyangkut nyawa rakyat,” tegasnya.

“Bahwa moralitas kekuasaan itu juga berkaitan dengan teologis. Jadi siapapun yang diberi amanat oleh rakyat itu ada pertanggungjawaban ilahiyah. Bahwa di atas langit ada langit, bahwa di atas keputusan-keputusan politik ada ruhani kebangsaan yang perlu kita jaga. Jangan sampai kita mengundang marah Tuhan, karena tidak membela derita rakyat,” pungkasnya.
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2713 seconds (0.1#10.140)