Pentingnya Suami Istri Memahami Hukum Perceraian dalam Islam

Kamis, 04 Mei 2023 - 10:16 WIB
loading...
Pentingnya Suami Istri...
Pasangan suami istri dalam Islam perlu memahami hukum-hukum yang berkaitan dengan talak atau perceraian, agar solusi cerai tetap dalam koridor hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT. Foto ilustrasi/ist
A A A
Dalam Islam, ppasangan suami-istri hendaknya memahami hukum perceraian , syarat sah, aturan, dan dalil yang mengikutinya agar solusi talak bagi keduanya tetap dalam koridor hukum yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Orang yang memperhatikan hukum-hukum yang berhubungan dengan talak , ia akan paham bahwa sebenarnya Islam sangatlah menginginkan terjaganya keutuhan rumah tangga dan keabadian jalinan kasih antara suami isteri.


Sebagai bukti akan hal itu, bahwa Islam tidak menjadikan talak hanya satu kali, di mana tatkala perceraian telah dilakukan, maka tidak ada lagi hubungan antara suami isteri serta tidak boleh bagi keduanya untuk menyambung kembali. Akan tetapi dalam syari’at dibolehkannya talak, Islam telah menjadikannya lebih dari satu kali.

Hukum cerai atau talak adalah boleh dengan beberapa kaidah yang mengaturnya. Menurut Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwaijri, dalam kitab Mukhtasar Al Fiqh Al Islami, talak adalah melepaskani ikatan tali pernikahan dengan perkataan yang jelas dari suami.

Dalil dibolehkannya talak terdapat dalam Al Qur'an dan hadis Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Sallam. AllahTa’alaberfirman :

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ


“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (QS. Al Baqarah: 229)

Allah juga berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ


“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)” (QS. Ath Tholaq: 1)

Dari ‘Abdullah bin ‘Umarradhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya beliau pernah mentalak istrinya dan istrinya dalam keadaan haidh, itu dilakukan di masa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ‘Umar bin Al Khottobradhiyallahu ‘anhumenanyakan masalah ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaushallallahu ‘alaihi wa sallamlantas bersabda :

“Hendaklah ia meruju’ istrinya kembali, lalu menahannya hingga istrinya suci kemudian haidh hingga ia suci kembali. Bila ia (Ibnu Umar) mau menceraikannya, maka ia boleh mentalaknya dalam keadaan suci sebelum ia menggaulinya. Itulah al ‘iddah sebagaimana yang telah diperintahkan Allah ‘azza wajalla.” (HR. Bukhari)

Ibnu Qudamah Al Maqdisi dalam Al Mughni menyatakan bahwa para ulama sepakat (berijma’) akan dibolehkannya talak. ‘Ibrohjuga menganggap dibolehkannya talak. Karena dalam rumah tangga mungkin saja pernikahan berubah menjadi hal yang hanya membawa mafsadat. Yang terjadi ketika itu hanyalah pertengkaran dan perdebatan saja yang tak kunjung henti. Karena masalah inilah, syari’at Islam membolehkan syari’at nikah tersebut diputus dengan talak demi menghilangkan mafsadat.

Syarat Sah Talak

Para ulama membagi syarat sahnya talak ketika memenuhi unsur yang terkait suami yang mentalak, istri yang ditalak, dan berkaitan dengan kondisi sebelum talak.

Pertama: Yang mentalak adalah benar-benar suami yang sah.

Syarat ini maksudnya adalah antara pasangan tersebut memiliki hubungan perkawinan yang sah. Jika belum menikah lalu mengatakan, “Jika menikahi si fulanah, saya akan mentalaknya”. Padahal ketika itu belum nikah, seperti ini adalah talak yang tidak sah.

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallambersabda : “Tidak ada nadzar bagi anak Adam pada sesuatu yang bukan miliknya. Tidak ada membebaskan budak pada budak yang bukan miliknya. Tidak ada talak pada sesuatu yang bukan miliknya.” (HR. Tirmidzi)

Begitu pula AllahTa’alaberfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka ….” (QS. Al Ahzab: 49).

Dalam ayat ini disebut kata talak setelah sebelumnya disebutkan nikah. Seandainya ada sepasang pria wanita yang hidup bersama tanpa melalui jalur nikah, lalu si pria mengajukan cerai, seperti ini tidak jatuh talak sama sekali.

Kedua: Yang mengucapkan talak telah baligh.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.8894 seconds (0.1#10.140)