Haruskah Mengqadha Salat karena Haid? Begini Penjelasan Imam 4 Mazhab
loading...
A
A
A
Dalam Islam, seorang muslimah dilarang salat ketika haid, dan keistimewaan lagi mereka tak perlu pula mengqadha (mengganti) salat setelah mereka suci. Hal ini dalam hadis Aisyah radhiyallahu'anha, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Jika datang haid, maka tinggalkanlah salat. Jika haidnya selesai, maka mandilah, bersihkan darahnya lalu salatlah. (HR. Bukhari). Dan hadis Aisyah, ia berkata: "Kita ketika haid, diperintahkan mengganti puasa tapi tidak diperintahkan mengganti salat. (HR. Muslim).
Maka, perempuan yang haid itu tak diwajibkan mengganti salat yang telah ditinggalkan saat mereka haid. Hanya saja memang ada beberapa model perempuan yang haid, tapi dia tetap diperintahkan mengganti beberapa salat yang ditinggalkan saat haid. Apa saja modelnya dan bagaimana aturan mengqadha salatnya?
Ustadzah Maharati Marfuah Lc, dari rumah fiqih Indonesia menjelaskan, ada beberapa model qadha’ salat bagi perempuan haid . Salat itu adalah sebagai berikut:
Meskipun sebaiknya tetap salat itu di awal waktu. Apalagi kalo sudah masuk waktu biasanya wanita datang haid. Nanti jika dia sudah suci, maka salat yang ditinggalkan itu wajib diganti. Sebagai contoh, ada wanita sudah jam 1 siang, tapi belum salat. Ternyata datang haid. Maka nanti waktu suci, dia wajib qadha’ salat dzuhur dahulu.
Imam an-Nawawi (wafat tahun 676 H) menyebutkan: Nash dari Imam Syafii, bahwa perempuan jika mendapati awal waktu salat dan dia bisa salat seharusnya, lantas haid. Maka nant jika suci dia wajib qadha’. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, hal. 4/ 368)
Dari kalangan Malikiyyah, Ubaidullah bin al-Husain al-Milikiy (w. 378 H) menyebutkan:
"Jika wanita haid itu suci, saat menjelang masuk waktu maghrib dia bisa shalat 5 rakaat, maka wajib bagi dia salat dzuhur dan ashar. Karena dia telah mendapatkan waktu kedua salat tadi... Jika dia sucinya di waktu malam menjelang masuk waktu shubuh, dia bisa salat 4 rakaat, maka dia wajib salat maghrib dan isya’. (Ubaidullah bin Husain, at-Tafri’ fi Fiqh al-Imam Malik, hal. 1/111)
Dari kalangan Syafi’iyyah, Imam Nawawi menyebutkan:
Jika sucinya di waktu ashar atau waktu isya, maka Imam Syafii dalam qaul jadidnya mewajibkan perempuan untuk qadha’ dzuhur lantas salat ashar, atau qadha’ maghrib lalu salat isya’. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, hal. 3/ 64)
Dari kalangan Hanbaliyyah, Imam Ibnu Qudamah (w. 620 H) menyebutkan: (Masalah) Jika wanita haid suci, orang kafir masuk Islam, anak kecil balig sebelum matahari terbenam, maka dia wajib qadha’ dzuhur lalu salat ashar. Jika sebelum fajar terbit, maka dia qadha’ maghrib lalu salat isya’.
Ini adalah pendapat dari Abdurrahman bin Auf, Ibnu Abbas, Thawus, Mujahid, an-Nakhai, az-Zuhri, Rabiah, Malik, al-Laits, Syafii, Ishaq, Abu Tsaur. Imam Ahmad berkata: Semua tabiin berpendapat seperti ini, kecuali Hasan saja. Dia tidak mewajibkan kecuali shalat yang di waktunya saja. Ini adalah pendapat at-Tsauri dan ashab ar-ra’yi. (Ibnu Qudamah, al-Mughni, hal. 1/ 287).
Dalilnya apa? Pertama, ini adalah fatwa dari hampir semua shahabat dan tabiin dan juga ulama madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah. Kedua, salat dzuhur dan ashar, serta maghrib dan isya’ itu sebenarnya bagi orang yang punya udzur bisa dianggap satu waktu, karena bisa dijamak. Maka jika suci di waktu kedua, shalat di waktu pertama juga wajib diqadha’. Itulah pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama.
Wallahu A'lam
"Jika datang haid, maka tinggalkanlah salat. Jika haidnya selesai, maka mandilah, bersihkan darahnya lalu salatlah. (HR. Bukhari). Dan hadis Aisyah, ia berkata: "Kita ketika haid, diperintahkan mengganti puasa tapi tidak diperintahkan mengganti salat. (HR. Muslim).
Maka, perempuan yang haid itu tak diwajibkan mengganti salat yang telah ditinggalkan saat mereka haid. Hanya saja memang ada beberapa model perempuan yang haid, tapi dia tetap diperintahkan mengganti beberapa salat yang ditinggalkan saat haid. Apa saja modelnya dan bagaimana aturan mengqadha salatnya?
Ustadzah Maharati Marfuah Lc, dari rumah fiqih Indonesia menjelaskan, ada beberapa model qadha’ salat bagi perempuan haid . Salat itu adalah sebagai berikut:
1.Model pertama adalah perempuan yang sudah melewati masuknya waktu salat
Dia tidak segera salat di awal waktu, malah datang haid duluan. Maka, ketika haid dia tidak boleh salat. Tetapi karena sudah masuk waktu salat dan dia dalam keadaan masih suci, belum haid maka dia sudah mendapatkan kewajiban salat. Apakah dia berdosa karena tidak segera salat? Tidak berdosa. Karena waktu salat masih ada, dia boleh salat baik di awal waktu maupun di akhir waktu. Dan haid itu bukan sesuatu yang bisa diprediksi dengan presisi kapan keluar darahnya.Meskipun sebaiknya tetap salat itu di awal waktu. Apalagi kalo sudah masuk waktu biasanya wanita datang haid. Nanti jika dia sudah suci, maka salat yang ditinggalkan itu wajib diganti. Sebagai contoh, ada wanita sudah jam 1 siang, tapi belum salat. Ternyata datang haid. Maka nanti waktu suci, dia wajib qadha’ salat dzuhur dahulu.
Imam an-Nawawi (wafat tahun 676 H) menyebutkan: Nash dari Imam Syafii, bahwa perempuan jika mendapati awal waktu salat dan dia bisa salat seharusnya, lantas haid. Maka nant jika suci dia wajib qadha’. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, hal. 4/ 368)
2. Model kedua adalah wanita yang suci dari haid di waktu isya’ atau waktu ashar
Maka jika sucinya di waktu isya’ sampai sebelum shubuh, setelah mandi wajib dia wajib salat maghrib sebagai qadha’ dahulu lalu salat isya’. Atau jika sucinya di waktu ashar, maka setelah mandi dia wajib shalat dzuhur dulu sebagai qadha’ lalu salat ashar.Pendapat Empat Mazhab
Selain suci di dua waktu tadi, maka tidak wajib salat qadha’. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari Shahabat, Tabiin, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah.Dari kalangan Malikiyyah, Ubaidullah bin al-Husain al-Milikiy (w. 378 H) menyebutkan:
"Jika wanita haid itu suci, saat menjelang masuk waktu maghrib dia bisa shalat 5 rakaat, maka wajib bagi dia salat dzuhur dan ashar. Karena dia telah mendapatkan waktu kedua salat tadi... Jika dia sucinya di waktu malam menjelang masuk waktu shubuh, dia bisa salat 4 rakaat, maka dia wajib salat maghrib dan isya’. (Ubaidullah bin Husain, at-Tafri’ fi Fiqh al-Imam Malik, hal. 1/111)
Dari kalangan Syafi’iyyah, Imam Nawawi menyebutkan:
Jika sucinya di waktu ashar atau waktu isya, maka Imam Syafii dalam qaul jadidnya mewajibkan perempuan untuk qadha’ dzuhur lantas salat ashar, atau qadha’ maghrib lalu salat isya’. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, hal. 3/ 64)
Dari kalangan Hanbaliyyah, Imam Ibnu Qudamah (w. 620 H) menyebutkan: (Masalah) Jika wanita haid suci, orang kafir masuk Islam, anak kecil balig sebelum matahari terbenam, maka dia wajib qadha’ dzuhur lalu salat ashar. Jika sebelum fajar terbit, maka dia qadha’ maghrib lalu salat isya’.
Ini adalah pendapat dari Abdurrahman bin Auf, Ibnu Abbas, Thawus, Mujahid, an-Nakhai, az-Zuhri, Rabiah, Malik, al-Laits, Syafii, Ishaq, Abu Tsaur. Imam Ahmad berkata: Semua tabiin berpendapat seperti ini, kecuali Hasan saja. Dia tidak mewajibkan kecuali shalat yang di waktunya saja. Ini adalah pendapat at-Tsauri dan ashab ar-ra’yi. (Ibnu Qudamah, al-Mughni, hal. 1/ 287).
Dalilnya apa? Pertama, ini adalah fatwa dari hampir semua shahabat dan tabiin dan juga ulama madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah. Kedua, salat dzuhur dan ashar, serta maghrib dan isya’ itu sebenarnya bagi orang yang punya udzur bisa dianggap satu waktu, karena bisa dijamak. Maka jika suci di waktu kedua, shalat di waktu pertama juga wajib diqadha’. Itulah pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama.
Wallahu A'lam
(wid)