Dalil-dalil tentang Mulianya Kedudukan Seorang Istri
loading...
A
A
A
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kepada para suami agar selalu berbuat baik kepada istri-istri mereka dan menghindari sikap menyakiti mereka. Apalagi, sampai membuat istrinya menangis. Beliau bersabda:
“Orang yang imannya paling sempurna di antara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya.” (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majjah).
Dalam Al-Qur'an Allah Subhanahu wa ta'ala juga menegaskan :
“Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah : 228).
Ath-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini mengandung makna kewajiban bagi suami tidaklah sekedar memberi nafkah saja, melainkan juga berkewajiban untuk membaguskan sikap terhadap istri serta tidak menyakitinya. Hal ini dilakukan karena istri telah menaati Allah dan menaati suami mereka dengan baik.
Dalam sebuah riwayat yang disampaikan Abu Dawud dikisahkan, suatu ketika Mu’awiyah bin Haidah pernah bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apa saja hak istri terhadap suaminya?” maka nabiyullah pun menjawab, “Engkau beri makan istrimu apabila engkau makan, dan engkau beri pakaian bila engkau berpakaian. Janganlah engkau memukul wajahnya, jangan menjelekkannya, dan jangan mendiamkannya kecuali di dalam rumah.” (HR. Abu Dawud).
Dari dua dalil tersebut, dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, jelaslah bahwa kedudukan istri sangat dimuliakan dalam Islam. Mereka para istri tidaklah hanya dibebankan kewajiban, melainkan harus mendapat hak yang baik.
Hak pun bukan sekedar nafkah melainkan mendapat pergaulan yang baik dari suami. Membuat istri menangis sama artinya menyakitinya. Sementara menyakiti istri berarti melanggar haknya yang harus dipenuhi sebagaimana dua dalil di atas.
Imam Malik bahkan berkata mengenai hadis tersebut, “Wajib bagi seorang suami berusaha untuk menjadikan dirinya dicintai oleh istri-istrinya hingga ialah yang menjadi orang yang paling mereka cintai.”
Asy-Syaukani juga menjelaskan bahwa ada peringatan kepada para pria mengenai tingkat kebaikan mereka terhadap istri. Maka orang yang paling baik adalah yang terbaik bagi istrinya.
“Karena istri merupakan seorang yang berhak mendapatkan perlakuan mulia, akhlak yang baik, perbuatan baik, pemberian manfaat dan penolakan akan hal buruk. Jika seorang lelaki bersikap yang demikian maka ialah orang yang terbaik. Akan tetapi jika ia bersikap sebaliknya, maka ia pun ada di sisi keburukan” (Nailul Authar).
Pada dasarnya, baik secara fisik maupun hati, kaum perempuan lemah dibanding kaum laki-laki . Layaknya kaca yang mudah retak, demikian perempuan digambarkan oleh Rasulullah. Maka sudah seharusnya bagi suami untuk berhati-hati pada hati para istri yang mudah tersakiti. Jangan sampai para suami meretakkannya apalagi memecahkannya dengan bersikap buruk pada perempuan dan menyakitinya hingga membuatnya menangis.
Wallahu A'lam
“Orang yang imannya paling sempurna di antara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya.” (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majjah).
Dalam Al-Qur'an Allah Subhanahu wa ta'ala juga menegaskan :
“Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah : 228).
Ath-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini mengandung makna kewajiban bagi suami tidaklah sekedar memberi nafkah saja, melainkan juga berkewajiban untuk membaguskan sikap terhadap istri serta tidak menyakitinya. Hal ini dilakukan karena istri telah menaati Allah dan menaati suami mereka dengan baik.
Dalam sebuah riwayat yang disampaikan Abu Dawud dikisahkan, suatu ketika Mu’awiyah bin Haidah pernah bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apa saja hak istri terhadap suaminya?” maka nabiyullah pun menjawab, “Engkau beri makan istrimu apabila engkau makan, dan engkau beri pakaian bila engkau berpakaian. Janganlah engkau memukul wajahnya, jangan menjelekkannya, dan jangan mendiamkannya kecuali di dalam rumah.” (HR. Abu Dawud).
Dari dua dalil tersebut, dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, jelaslah bahwa kedudukan istri sangat dimuliakan dalam Islam. Mereka para istri tidaklah hanya dibebankan kewajiban, melainkan harus mendapat hak yang baik.
Hak pun bukan sekedar nafkah melainkan mendapat pergaulan yang baik dari suami. Membuat istri menangis sama artinya menyakitinya. Sementara menyakiti istri berarti melanggar haknya yang harus dipenuhi sebagaimana dua dalil di atas.
Berperilaku Baik pada Istri
Dari dalil-dalil di atas digambarkan betapa pentingnya berperilaku baik terhadap istri. Tentu suami yang gemar menyakiti istri dan membuat pasangannya menangis tidaklah termasuk dalam golongan yang disebutkan Rasulullah tersebut.Imam Malik bahkan berkata mengenai hadis tersebut, “Wajib bagi seorang suami berusaha untuk menjadikan dirinya dicintai oleh istri-istrinya hingga ialah yang menjadi orang yang paling mereka cintai.”
Asy-Syaukani juga menjelaskan bahwa ada peringatan kepada para pria mengenai tingkat kebaikan mereka terhadap istri. Maka orang yang paling baik adalah yang terbaik bagi istrinya.
“Karena istri merupakan seorang yang berhak mendapatkan perlakuan mulia, akhlak yang baik, perbuatan baik, pemberian manfaat dan penolakan akan hal buruk. Jika seorang lelaki bersikap yang demikian maka ialah orang yang terbaik. Akan tetapi jika ia bersikap sebaliknya, maka ia pun ada di sisi keburukan” (Nailul Authar).
Pada dasarnya, baik secara fisik maupun hati, kaum perempuan lemah dibanding kaum laki-laki . Layaknya kaca yang mudah retak, demikian perempuan digambarkan oleh Rasulullah. Maka sudah seharusnya bagi suami untuk berhati-hati pada hati para istri yang mudah tersakiti. Jangan sampai para suami meretakkannya apalagi memecahkannya dengan bersikap buruk pada perempuan dan menyakitinya hingga membuatnya menangis.
Wallahu A'lam
(wid)