Fitnah Kehidupan, Kisah Pemilik Kebun dalam Surat Al-Kahfi

Kamis, 01 Juni 2023 - 19:36 WIB
loading...
Fitnah Kehidupan, Kisah Pemilik Kebun dalam Surat Al-Kahfi
Imam Shamsi Ali (kanan), Dai yang juga Direktur Jamaica Muslim Center dan Presiden Nusantara Foundation. Foto/Ist
A A A
Imam Shamsi Ali
Direktur Jamaica Muslim Center
Presiden Nusantara Foundation

Kisah populer kedua di Surat Al-Kahfi adalah kisah pemilik kebun. Kisah ini dimulai dengan ayat: "Dan sampaikan perumpamaan dua orang laki-laki. Salah satunya Kami jadikan baginya kebun-kebun dari anggur."

Kisah tentang dua laki-laki yang berbeda status sosial ini disampaikan secara gamblang dan luas di Surat Al-Kahfi dimulai dari ayat 32 hingga ayat 59. Yang lebih menarik lagi adalah bahwa ayat-ayat yang terkait dengan kisah "fitnah dunia" ini kemudian dikaitkan dengan prilaku manusia dalam hidup dunianya, termasuk kelalaian manusia dari dzikrullah.

Bahkan ayat-ayat terakhir dari rangkaian kisah ini menggambarkan betapa kehidupan ukhrawi sebagai tempat pertanggungjawaban kehidupan masa lalu (dunia) banyak ditentukan oleh bagaimana manusia menyikapi kehidupan dunianya.

Sekali lagi, saya tidak bermaksud menceritakan kembali alur cerita ini. Tapi mencoba menggali makna-makna yang terkandung di dalamnya. Bahwa betapa kehidupan dunia ini, yang pastinya penting, justru sering melenceng dari yang seharusnya sebagai jembatan kebahagiaan ukhrawi menjadi fitnah yang mengantar kepada kebinasaan.

Ada beberapa fakta tentang dunia yang harus kita sadari. Pertama, dunia itu perlu dan penting. Perlu dan penting karena di sinilah tempatnya menusia menentukan hari depan abadinya. Karenanya dunia disebut mustaqar tempat tinggal. Bahkan tempat tinggal yang bercirikan mataa' (kesenangan). Realita ini dalam bahasa haditsnya disebut dengan mazra'ah atau tempat menanam.

Karenanya ungkapan dunia tidak penting sering kali disalahpahami dan menyesatkan. Menjadikan sebagian orang Islam malas, dan tidak memiliki motivasi kesuksesan hasanah dunianya.

Kedua, walaupun kehidupan ini penting, kenyataan lain yang harus diketahui adalah bahwa dunia bukan tujuan. Karenanya ayat tentang dunia sebagai tempat tinggal (mustaqar) diikat dengan peringatan hingga waktu yang ditentukan (ilaa hiin). Berbagai ayat maupun Hadits mengingatkan realita ini.

Salah satunya adalah ayat yang populer di Surah Ar-Rahman : "Semua yang ada di atas dunia ini berakhir (faanin)." Karenanya dengan segala urgensinya dunia tetap harus ditempatkan pada tempatnya sebagai jembatan, bukan destinasi.

Ketiga, fakta lain dari dunia ini adalah atraksi (zuyyina atau Ziinah) yang sangat kuat. Hal ini juga dikuatkan dengan fakta bahwa manusia memiliki dorongan hawa nafsu (ahwaa) dunia yang tinggi. Maka ketika keduanya bersentuhan tanpa kemampuan pengekangan (nahaa an-nafs) darinya maka manusia akan terjatuh kepada penyembahan hawa nafsu (ittkhadza ilaahahu hawaah). Di saat itulah akan terjadi prilaku melampaui batas (thugyaan). Yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan di bumi dan di laut (zhoharal fasadu fil barri wal bahri).

Keempat, ketika berbicara tentang kehidupan dunia, maka ada kata spesifik yang disebut rezeki. Rezeki itu luas defenisinya. Semua bentuk karunia. Bisa banyak, bisa sedikit. Ketentuannya di tangan Pencipta (yarzuqu man yasyaa). Karenanya persoalan manusia dengan rezeki bukan berapanya (kuantitasnya). Karena pastinya semua mau yang terbanyak. Persoalan rezeki lebih kepada kualitas. Dan kualitas rezeki itu ada pada dari mana dan kemana (min aena iktasabah wa ilaa aena anfaqah).

Pada akhirnya kisah pemilik kebun di Surah Al-Kahfi itu mengajarkan kepada kita banyak hal. Betapa dunia itu adalah fitnah (cobaan) yang dahsyat. Tidak saja mampu menggelincirkan pemiliknya kepada kehancuran dunianya itu sendiri. Tapi yang lebih penting adalah dapat menghancurkan kehidupan ruhiyah manusia, yang mengantar kepada kehancuran dunianya dan kebinasaan di akhirat. Semoga Allah menjaga kita!

Manhattan City, 31 Mei 2023

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1353 seconds (0.1#10.140)