2 Ciri Seseorang Mendapatkan Haji Mabrur

Sabtu, 10 Juni 2023 - 11:13 WIB
loading...
2 Ciri Seseorang Mendapatkan...
Haji yang mabrur dan diterima adalah bila seseorang menunaikannya dengan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan sunah Rasulullah SAW. Foto/Ilustrasi anadolu:
A A A
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr menyebut ciri yang jelas untuk haji yang mabrur dan diterima adalah bila seseorang menunaikannya dengan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan sunah Rasulullah SAW .

Kedua hal ini adalah syarat diterimanya semua jenis ibadah. "Kemudian keadaannya setelah haji jauh lebih baik daripada sebelumnya," ujar Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr dalam bukunya berjudul "Alhaju Wal'iislah".

Menurut Syaikh Al-Badr, ada dua ciri haji yang diterima: yang pertama ada pada saat haji berlangsung seseorang itu ikhlas karena Allah dan mengikuti sunah Rasulullah SAW.

Ciri yang kedua, adanya perbaikan keadaan seseorang setelah haji yang ditandai dengan bertambahnya ketaatan kepada Allah, menjauhi dosa dan maksiat, dan ia memulai hidupnya dengan lebih baik yang dihiasi dengan kebaikan, perbaikan diri, dan istikamah.



Syaikh Al-Badr mengingatkan hal yang perlu diperhatikan di sini bahwa seorang muslim tidak memiliki jalan untuk memastikan amalannya diterima sebaik apapun dia berusaha. Allah Ta’ala menjelaskan keadaan orang mukmin yang sempurna dan keadaan mereka yang mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai ketaatan:

قال الله تعالى : وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ


“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka”. (QS Al Mu’minun/23 : 60)

Maksudnya, kata Syaikh Al-Badr, mereka melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanyadari ibadah, di antaranya salat, zakat, haji, puasa, dan selainnya.

"Mereka takut tidak diterimanya amalan dan ketaatan mereka saat mempersembahkannya kepada Allah dan ketika berdirinya mereka dihadapan Allah," jelasnya.

Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya.

عن أمِّ المؤمنين عائشة رضي الله عنها أنَّها قالت: (( قلت يا رسول الله صلى الله عليه وسلم :{ وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ } أهو الرَّجل يزني ويشرب الخمر؟ قال:لا يا بنت أبي بكر، أولا يا بنت الصديق، ولكنَّه الرََّّجل يصوم ويصلِّي ويتصدَّق وهو يخاف أن لا يُقبل منه))


Dari Ummul mukminin Aisyah Radhiyallahu anha berkata: “Aku bertanya wahai Rasulullah SAW maksud ayat (dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut) Apakah dia seseorang yang berzina dan minum khamr? Rasulullah menjawab: Tidak wahai putri Abu Bakr, atau putri Ash-Shiddiq, akan tetapi dia adalah orang yang berpuasa, salat, dan sedakah, ia takut Allah tidak menerima amalannya”.



Hasan Al-Bashri sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam "Az Zuhd" berkata: “Sesungguhnya seorang mukmin menggabungkan antara iman dan takut, sedangkan munafik ia menggabungkan antara keburukan dan perasaan tenang”.

Menurut Syaikh al-Badr, sungguh telah terjadi sejak zaman dahulu dan kini di mana sebagian orang setelah selesai melaksanakan ibadah ini mengucapkan kepada yang lain:

تقبَّل الله منَّا ومنكم، فالكلُّ يرجو القبول


“Semoga Allah menerima ibadah kami dan kalian dan semua orang pun mengharapkan hajinya diterima”.

Ibnu Bathah berkata dalam kitab Al Ibanah: “Begitu juga orang yang telah selesai melaksanakan haji dan umrah apabila ditanya tentang hajinya, ia berkata: ”Sungguh kami telah berhaji dan tidak tersisa kecuali harapan diterima”.



Sebagaimana doa sebagian manusia untuk diri mereka dan orang lain:” Ya Allah terimalah puasa dan zakat kami” maka dikatakan bagi orang yang berhaji: ”Semoga Allah menerima hajimu dan mensucikan amal mu”.

Begitupun dengan orang yang selesai melaksanakan puasa ramadan, mereka berkata: ”Semoga Allah menerima puasa kami dan kalian”. Hal ini telah berlangsung sejak dulu dan orang yang belakangan mencontoh hal tersebut dari pendahulu mereka.

Allah telah menyebutkan di dalam Al Qur’an bahwasanya Nabi Ibrahim dan anaknya, Ismail as setelah selesai membangun Kakbah mereka berdua mengucapkan sebuah doa. Allah Ta’ala berfirman:

قال الله تعالى : وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ


dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. ( QS Al Baqarah/2 : 127)

Keduanya beramal saleh kemudian meminta kepada Allah agar amalnya diterima. Diriwayatkan oleh Abu Hatim dari Wuhaib bin Al Ward bahwasanya beliau membaca ayat ini kemudian beliau menangis dan berkata: ”Wahai Kekasih Ar Rahman.. Engkau meninggikan rumah Ar Rahman sedangkan engkau takut amalmu tidak diterima”.

"Jika keadaan seorang Imam orang-orang yang hanif dan panutan orang-orang yang bertauhid seperti ini, maka bagaimana orang selainnya!" ujar Syaikh Al-Badr.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 4.1101 seconds (0.1#10.140)