Jemaah Haji Sakit Boleh Tak Mabid di Muzdalifah dan Mina, Tak Wajib Bayar Dam
loading...
A
A
A
MEKKAH - Jemaah haji yang sakit, menyandang disabilitas, atau lanjut usia (lansia) diperbolehkan tidak melaksanakan mabit di Muzdalifah dan Mina. Mereka juga tidak diwajibkan membayar dam atau denda.
Seperti diketahui, Kementerian Agama (Kemenag) mengusung tagline "Haji Ramah Lansia" pada penyelenggaraan ibadah haji 1444 H/2023. Adapun kuota haji Indonesia pada tahun ini sebanyak 229.000 jemaah. Dari jumlah tersebut, yang masuk kategori lansia sebanyak 67.000 jemaah.
"Orang-orang yang memiliki uzur syar'i seperti jemaah sakit, lanjut usia, lemah fisik, dan disabilitas bagi mereka ada keringanan atau rukhsah. Salah satunya tidak mabit di Muzdalifah dan Mina, mereka tidak dikenakan sanksi bayar dam," kata Konsultan ibadah Dearah Kerja Mekkah, Kartono, Sabtu (17/6/2023).
Kebolehan tidak mabit di Muzdalifah dan Mina ini, menurut Kartono, didasarkan atas pendapat Imam An-Nawawi di dalam Kitab Syarkh al-Muhadzab. Dalam kitab tersebut dinyatakan bawa orang yang meninggalkan mabit di Muzdlifah dan Mina karena uzur maka tidak membayar dam. Mereka yang termasuk uzur adalah yang meninggalkan harta dan takut hartanya hilang jika mabit, orang yang takut dirinya sakit jika mabit, orang yang sakit dan merasa sulit jika mabit, orang yang menjaga orang sakit, orang yang menjaga budak lari, dan orang yang sibuk dengan urusan/pekerjaan, yang jika ditinggalkan menjadi terbengkalai.
Saat ini, kata Kartono, cuaca di Makkah Al-Mukarramah cukup panas. Bagi jemaah yang memiliki halangan selain dibolehkan tidak mabit di Muzdalifah dan Mina juga boleh tawaf dengan kursi roda.
"Boleh tidak mabit, dan jumrahnya diwakilkan serta tidak perlu menjalankan tawaf wada'. Selain itu juga tidak perlu memaksakan salat di Masjidilharam. Selama di Makkah salat di hotel saja, pahalanya sama, 1.000 kali lipat," katanya.
Menurut Kartono, jemaah haji perlu memahami ibadah haji adalah ibadah fisik sehingga harus sehat. Di samping itu proses ibadah haji tidak hanya pada satu tempat, tetapi berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
"Tawaf dan sa'i di Masjidilharam, wukuf di 'Arafah, mabit di wilayah Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah tanggal 10, 11, 12, dan 13 di Mina, kembali ke Makkah, tawaf ifadah dan tawaf wada' di Masjidilharam, dan ziarah di Madinah," ucapnya.
Semua rangkaian ibadah haji tersebut, dijalankan dengan fisik. Bagi jemaah lansia ada solusi hukum rukhsah atau keringanan hukum dan tidak perlu memaksakan diri melaksanakan seluruh rangkaiannya.
Seperti diketahui, Kementerian Agama (Kemenag) mengusung tagline "Haji Ramah Lansia" pada penyelenggaraan ibadah haji 1444 H/2023. Adapun kuota haji Indonesia pada tahun ini sebanyak 229.000 jemaah. Dari jumlah tersebut, yang masuk kategori lansia sebanyak 67.000 jemaah.
"Orang-orang yang memiliki uzur syar'i seperti jemaah sakit, lanjut usia, lemah fisik, dan disabilitas bagi mereka ada keringanan atau rukhsah. Salah satunya tidak mabit di Muzdalifah dan Mina, mereka tidak dikenakan sanksi bayar dam," kata Konsultan ibadah Dearah Kerja Mekkah, Kartono, Sabtu (17/6/2023).
Kebolehan tidak mabit di Muzdalifah dan Mina ini, menurut Kartono, didasarkan atas pendapat Imam An-Nawawi di dalam Kitab Syarkh al-Muhadzab. Dalam kitab tersebut dinyatakan bawa orang yang meninggalkan mabit di Muzdlifah dan Mina karena uzur maka tidak membayar dam. Mereka yang termasuk uzur adalah yang meninggalkan harta dan takut hartanya hilang jika mabit, orang yang takut dirinya sakit jika mabit, orang yang sakit dan merasa sulit jika mabit, orang yang menjaga orang sakit, orang yang menjaga budak lari, dan orang yang sibuk dengan urusan/pekerjaan, yang jika ditinggalkan menjadi terbengkalai.
Saat ini, kata Kartono, cuaca di Makkah Al-Mukarramah cukup panas. Bagi jemaah yang memiliki halangan selain dibolehkan tidak mabit di Muzdalifah dan Mina juga boleh tawaf dengan kursi roda.
"Boleh tidak mabit, dan jumrahnya diwakilkan serta tidak perlu menjalankan tawaf wada'. Selain itu juga tidak perlu memaksakan salat di Masjidilharam. Selama di Makkah salat di hotel saja, pahalanya sama, 1.000 kali lipat," katanya.
Menurut Kartono, jemaah haji perlu memahami ibadah haji adalah ibadah fisik sehingga harus sehat. Di samping itu proses ibadah haji tidak hanya pada satu tempat, tetapi berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
"Tawaf dan sa'i di Masjidilharam, wukuf di 'Arafah, mabit di wilayah Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah tanggal 10, 11, 12, dan 13 di Mina, kembali ke Makkah, tawaf ifadah dan tawaf wada' di Masjidilharam, dan ziarah di Madinah," ucapnya.
Semua rangkaian ibadah haji tersebut, dijalankan dengan fisik. Bagi jemaah lansia ada solusi hukum rukhsah atau keringanan hukum dan tidak perlu memaksakan diri melaksanakan seluruh rangkaiannya.
(muh)