Bagaimana Hukum Berkurban di Luar Domisili? Begini Penjelasan
loading...
A
A
A
Para ulama berbeda pendapat perihal memindahkan hewan kurban ke luar daerah domisili orang yang berkurban. Para ulama menggunakan logika yang sama dalam memandang hewan kurban dan zakat.
Satu pendapat menyatakan kebolehan pemindahan hewan kurban ke luar daerah. Pendapat lain menyatakan ketidakbolehannya. Imam An-Nawawi dalam Al-Majemuk Syarhul Muhadzdzab mengatakan, tempat ibadah kurban adalah daerah domisili orang yang berkurban, sama saja apakah itu kota kelahiran atau kota yang sedang disinggahinya dalam perjalanan.
Ketentuan ini berbeda dengan dam haji karena penyembelihan hewan dam haji itu khusus di tanah suci. "Sedangkan perihal memindahkan kurban terdapat dua pendapat ulama. Kedua pandangan ini dihikayatkan oleh Ar-Rafi’i dan lainnya yang ditarik logikanya dari pemindahan zakat,” ujarnya.
Imam An-Nawawi menyarankan bahwa seseorang yang mampu berkurban “dituntut” untuk berbagi dengan orang di sekitar lingkungannya dengan cara berkontribusi lewat ibadah kurban. Keterangan Imam An-Nawawi ini menganjurkan partisipasi dari orang yang mampu berkurban untuk masyarakat di sekitarnya, di mana pun ia berada.
Taqiyyuddin Al-Hishni dalam Kifayatul Akhyar bersepakat bahwa Ibadah kurban yang utama dilangsungkan di kampung halaman orang yang berkurban itu sendiri. Tetapi ia memandang bahwa pendapat yang shahih adalah pendapat ulama yang membolehkan pemindahan hewan kurban ke luar daerah.
“Tempat ibadah kurban adalah daerah domisili orang yang berkurban. Sedangkan perihal memindahkan kurban terdapat dua pendapat ulama yang ditarik logikanya dari pemindahan zakat. Tetapi pendapat yang shahih, adalah boleh memindahkan kurban.
Pertama, hilangnya syiar-syiar Allah Azza wa Jalla di negeri itu. Masing-masing rumah kosong dari syiar, apalagi apabila diikuti oleh orang lain.
Kedua, hilangnya kesempatan menyembelih hewan kurban secara langsung oleh yang berkurban, dalam rangka mengikuti sunnah Rasulullah SAW .
Orang yang berkurban disunnahkan menyembelih binatang kurbannya sendiri; menyebut nama Allah Azza wa Jalla dan bertakbir sebagai bentuk ittiba` (meneladani) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti firman Allah Azza wa Jalla:
Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). [ QS al-Hajj/22 :36]
Para Ulama mengatakan: “Apabila orang yang berkurban tidak pandai menyembelih, hendaknya ia mewakilkan kepada Muslim yang lain.”
Ketiga, hilangnya perasaan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla yang didapatkan ketika seseorang menyembelih binatang kurbannya secara angsung. Sesungguhnya menyembelih (kurban) karena Allah Azza wa Jalla, merupakan ibadah yang sangat agung dan utama. Karena itu, Allah Azza wa Jalla meletakkannya sejajar dengan salat dalam firman-Nya:
"Maka dirikanlah salat karena Rabb-mu; dan berkorbanlah". ( QS al-Kautsar : 2)
Dan bertanyalah kepada orang yang mengirim dengan kurbannya ke luar negeri, apakah dia merasakan ibadah yang agung dan taqarrub kepada Allah Azza wa Jalla ini pada hari penyembelihan?
Keempat, hilangnya menyebut nama Allah Azza wa Jalla tatkala menyembelih dan bertakbir. Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan orang yang mendekatkan diri kepada-Nya agar menyebut nama-Nya ketika menyembelih.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah. Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). [ QS al-Hajj :36]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Satu pendapat menyatakan kebolehan pemindahan hewan kurban ke luar daerah. Pendapat lain menyatakan ketidakbolehannya. Imam An-Nawawi dalam Al-Majemuk Syarhul Muhadzdzab mengatakan, tempat ibadah kurban adalah daerah domisili orang yang berkurban, sama saja apakah itu kota kelahiran atau kota yang sedang disinggahinya dalam perjalanan.
Ketentuan ini berbeda dengan dam haji karena penyembelihan hewan dam haji itu khusus di tanah suci. "Sedangkan perihal memindahkan kurban terdapat dua pendapat ulama. Kedua pandangan ini dihikayatkan oleh Ar-Rafi’i dan lainnya yang ditarik logikanya dari pemindahan zakat,” ujarnya.
Imam An-Nawawi menyarankan bahwa seseorang yang mampu berkurban “dituntut” untuk berbagi dengan orang di sekitar lingkungannya dengan cara berkontribusi lewat ibadah kurban. Keterangan Imam An-Nawawi ini menganjurkan partisipasi dari orang yang mampu berkurban untuk masyarakat di sekitarnya, di mana pun ia berada.
Taqiyyuddin Al-Hishni dalam Kifayatul Akhyar bersepakat bahwa Ibadah kurban yang utama dilangsungkan di kampung halaman orang yang berkurban itu sendiri. Tetapi ia memandang bahwa pendapat yang shahih adalah pendapat ulama yang membolehkan pemindahan hewan kurban ke luar daerah.
“Tempat ibadah kurban adalah daerah domisili orang yang berkurban. Sedangkan perihal memindahkan kurban terdapat dua pendapat ulama yang ditarik logikanya dari pemindahan zakat. Tetapi pendapat yang shahih, adalah boleh memindahkan kurban.
Hilangnya Maslahat Berkurban
Tentang berkurban di luar daerah atau luar domisili, begini pendapat Syaikh Al-Utsaimin. Menurutnya hendaknya kaum Muslimin berkurban di negeri mereka sendiri dan tidak membawa kurban mereka ke luar daerah/lain negeri. Karena membawa ke lain negeri menghilangkan maslahat-maslahat yang banyak dan menimbulkan banyak keburukan, di antaranya:Pertama, hilangnya syiar-syiar Allah Azza wa Jalla di negeri itu. Masing-masing rumah kosong dari syiar, apalagi apabila diikuti oleh orang lain.
Kedua, hilangnya kesempatan menyembelih hewan kurban secara langsung oleh yang berkurban, dalam rangka mengikuti sunnah Rasulullah SAW .
Orang yang berkurban disunnahkan menyembelih binatang kurbannya sendiri; menyebut nama Allah Azza wa Jalla dan bertakbir sebagai bentuk ittiba` (meneladani) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti firman Allah Azza wa Jalla:
فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا
Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). [ QS al-Hajj/22 :36]
Para Ulama mengatakan: “Apabila orang yang berkurban tidak pandai menyembelih, hendaknya ia mewakilkan kepada Muslim yang lain.”
Ketiga, hilangnya perasaan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla yang didapatkan ketika seseorang menyembelih binatang kurbannya secara angsung. Sesungguhnya menyembelih (kurban) karena Allah Azza wa Jalla, merupakan ibadah yang sangat agung dan utama. Karena itu, Allah Azza wa Jalla meletakkannya sejajar dengan salat dalam firman-Nya:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
"Maka dirikanlah salat karena Rabb-mu; dan berkorbanlah". ( QS al-Kautsar : 2)
Dan bertanyalah kepada orang yang mengirim dengan kurbannya ke luar negeri, apakah dia merasakan ibadah yang agung dan taqarrub kepada Allah Azza wa Jalla ini pada hari penyembelihan?
Keempat, hilangnya menyebut nama Allah Azza wa Jalla tatkala menyembelih dan bertakbir. Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan orang yang mendekatkan diri kepada-Nya agar menyebut nama-Nya ketika menyembelih.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ ۖ
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah. Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). [ QS al-Hajj :36]
Allah Azza wa Jalla berfirman: