Kisah Mukjizat dan Muslihat Bahauddin Naqsyabandi
loading...
A
A
A
Kisah berikut adalah salah satu bahan ajar Tarekat Naqsyabandiyah yang dinukil Idries Shah dalam bukunya berjudul "The Way of the Sufi". Sebelumnya mari kita mengenal dulu tentang tarekat tersebut.
Dalam buku yang diterjemahkan Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha menjadi "Reportase Dunia Ma'rifat" (Risalah Gusti, 1999) itu, Idries Shah menjelaskan sekolah darwis yang disebut Khajagan ('Para Guru') muncul di Asia Tengah dan berpengaruh besar terhadap perkembangan kerajaan India dan Turki.
Tarekat mengembangkan banyak sekolah khusus, yang mengambil nama-nama individu. Banyak penulis menganggapnya sebagai awal dari seluruh 'mata rantai penyebaran' mistik.
Khaja Bahauddin Naqsyabandi (wafat kira-kira 1389) adalah salah seorang dari tokoh-tokoh besar sekolah ini. Setelah masanya, dikenal sebagai Rangkaian Naqsyabandi; 'Para Perancang', atau 'Para Guru Desain.'
Bahauddin menghabiskan waktu 7 tahun sebagai kerabat istana, 7 tahun memelihara binatang dan 7 tahun dalam pembangunan jalan. Ia belajar di bawah bimbingan Baba as-Samasi yang mengagumkan, dan dihargai setelah kembali pada prinsip dan praktik Sufisme. Para syaikh Naqsyabandi sendiri mempunyai kewenangan untuk menuntun murid ke tarekat-tarekat darwis yang lain.
Karena mereka tidak pernah mengenakan busana aneh di depan umum, dan karena anggota mereka tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian, para sarjana tidak merekonstruksi sejarah tarekat, dan sering kesulitan mengidentifikasi anggota-anggotanya. Sebagian karena tradisi 'Para Guru' bekerja sepenuhnya di dalam kerangka kerja sosial dan kultur di mana mereka bertugas, penganut Naqsyabandi di Timur Tengah dan Asia Tengah memperoleh reputasi sebagai umat Muslim yang taat. Selanjutnya berikut kisah yang menjadi bahan ajar di tarekat tersebut"
Mukjizat dan Muslihat
Suatu ketika Bahauddin menerima seorang Qalandar yang menawarkan diri melakukan keajaiban, sebagai bukti bahwa ia mewakili guru mistik paling agung.
Asy-Syah berkata:
"Kami di sini di Bukhara adalah komunitas yang unik, yang ditakdirkan untuk tidak menghasilkan atau membenarkan hal-hal khusus yang paling kecil, dengan peristiwa-peristiwa luar biasa yang disebut mukjizat (keajaiban). Tetapi bernilai bagimu untuk menunjukkan di depan seluruh perkumpulan kaum darwis, dan semua yang datang menemui kami."
Maka waktu pertunjukan pun diatur untuk penampilan si Qalandar asing. Sepanjang hari ia menunjukkan keajaiban satu demi satu; ia membawa kematian menuju kehidupan, ia berjalan di atas air, ia membuat kepala yang terputus berbicara dan keajaiban-keajaiban lain.
Warga Bukhara gempar. Sebagian mengatakan bahwa ia pasti murid setan, karena mereka tidak mau menerima cara hidupnya atau mempercayainya sebagai kekuatan yang bermanfaat. Sebagian pendukung asy-Syah menyatakan diri mereka puas, "Matahari baru telah terbit", dan mereka berusaha mempersiapkan tempat ibadahnya. Sebagian murid baru asy-Syah memintanya menunjukkan keajaiban yang sama, untuk menunjukkan pada mereka bahwa ia mampu.
Bahauddin tidak berbuat apa pun selama tiga hari. Maka, di depan banyak orang, ia mulai menunjukkan apa yang dapat disebut keajaiban. Satu per satu, orang-orang melihat sesuatu yang sulit dipercaya. Mereka melihat, mendengar dan menyentuh hal yang bahkan tidak dapat dibayangkan tentang mukjizat orang-orang suci sepanjang masa.
Maka Bahauddin, satu per satu, menunjukkan pada mereka, bagaimana muslihat yang dilakukan, dan bahwa mereka telah teperdaya.
"Kalian yang mencari permainan sulap -- ikuti jalan permainan sulap," katanya, "karena aku mengerjakan yang lebih serius."
Dalam buku yang diterjemahkan Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha menjadi "Reportase Dunia Ma'rifat" (Risalah Gusti, 1999) itu, Idries Shah menjelaskan sekolah darwis yang disebut Khajagan ('Para Guru') muncul di Asia Tengah dan berpengaruh besar terhadap perkembangan kerajaan India dan Turki.
Tarekat mengembangkan banyak sekolah khusus, yang mengambil nama-nama individu. Banyak penulis menganggapnya sebagai awal dari seluruh 'mata rantai penyebaran' mistik.
Khaja Bahauddin Naqsyabandi (wafat kira-kira 1389) adalah salah seorang dari tokoh-tokoh besar sekolah ini. Setelah masanya, dikenal sebagai Rangkaian Naqsyabandi; 'Para Perancang', atau 'Para Guru Desain.'
Bahauddin menghabiskan waktu 7 tahun sebagai kerabat istana, 7 tahun memelihara binatang dan 7 tahun dalam pembangunan jalan. Ia belajar di bawah bimbingan Baba as-Samasi yang mengagumkan, dan dihargai setelah kembali pada prinsip dan praktik Sufisme. Para syaikh Naqsyabandi sendiri mempunyai kewenangan untuk menuntun murid ke tarekat-tarekat darwis yang lain.
Karena mereka tidak pernah mengenakan busana aneh di depan umum, dan karena anggota mereka tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian, para sarjana tidak merekonstruksi sejarah tarekat, dan sering kesulitan mengidentifikasi anggota-anggotanya. Sebagian karena tradisi 'Para Guru' bekerja sepenuhnya di dalam kerangka kerja sosial dan kultur di mana mereka bertugas, penganut Naqsyabandi di Timur Tengah dan Asia Tengah memperoleh reputasi sebagai umat Muslim yang taat. Selanjutnya berikut kisah yang menjadi bahan ajar di tarekat tersebut"
Mukjizat dan Muslihat
Suatu ketika Bahauddin menerima seorang Qalandar yang menawarkan diri melakukan keajaiban, sebagai bukti bahwa ia mewakili guru mistik paling agung.
Asy-Syah berkata:
"Kami di sini di Bukhara adalah komunitas yang unik, yang ditakdirkan untuk tidak menghasilkan atau membenarkan hal-hal khusus yang paling kecil, dengan peristiwa-peristiwa luar biasa yang disebut mukjizat (keajaiban). Tetapi bernilai bagimu untuk menunjukkan di depan seluruh perkumpulan kaum darwis, dan semua yang datang menemui kami."
Maka waktu pertunjukan pun diatur untuk penampilan si Qalandar asing. Sepanjang hari ia menunjukkan keajaiban satu demi satu; ia membawa kematian menuju kehidupan, ia berjalan di atas air, ia membuat kepala yang terputus berbicara dan keajaiban-keajaiban lain.
Warga Bukhara gempar. Sebagian mengatakan bahwa ia pasti murid setan, karena mereka tidak mau menerima cara hidupnya atau mempercayainya sebagai kekuatan yang bermanfaat. Sebagian pendukung asy-Syah menyatakan diri mereka puas, "Matahari baru telah terbit", dan mereka berusaha mempersiapkan tempat ibadahnya. Sebagian murid baru asy-Syah memintanya menunjukkan keajaiban yang sama, untuk menunjukkan pada mereka bahwa ia mampu.
Bahauddin tidak berbuat apa pun selama tiga hari. Maka, di depan banyak orang, ia mulai menunjukkan apa yang dapat disebut keajaiban. Satu per satu, orang-orang melihat sesuatu yang sulit dipercaya. Mereka melihat, mendengar dan menyentuh hal yang bahkan tidak dapat dibayangkan tentang mukjizat orang-orang suci sepanjang masa.
Maka Bahauddin, satu per satu, menunjukkan pada mereka, bagaimana muslihat yang dilakukan, dan bahwa mereka telah teperdaya.
"Kalian yang mencari permainan sulap -- ikuti jalan permainan sulap," katanya, "karena aku mengerjakan yang lebih serius."
(mhy)