Meneladani Ibrahim (6): Sosok Pemimpin yang Bijak dan Demokratis

Selasa, 27 Juni 2023 - 22:48 WIB
loading...
Meneladani Ibrahim (6): Sosok Pemimpin yang Bijak dan Demokratis
Imam Shamsi Ali, Dai yang juga Presiden Nusantara Foundation USA. Foto/Ist
A A A
Imam Shamsi Ali
Direktur Jamaica Muslim Center
Presiden Nusantara Foundation USA

Ada satu catatan ringan tapi penting dari kepemimpinan Nabi Ibrahim 'alaihissalam adalah bahwa beliau selalu mendengarkan aspiarasi masyarakatnya. Hal ini terindikasi jelas ketika meminta opini anaknya menyikapi perintah Allah untuk menyembelihnya:

فلما بلغ معه السعي قال يابني اني اري في المنام اني اذبحك فانظر ماذا تري قال ياابت افعل ماتومر ستجديني ان شاء الله من الصابرين

"Maka ketika dia (Ismail) mencapai umur balig dia (Ibrahim) berkata: Wahai anakku, Sesungguhnya Aku bermimpi menyembelihmu, apa pendapatmu? Dia (Ismail) berkata: 'Wahai ayahku, lakukan apa yang diperintahkan kepadamu niscaya insya Allah engkau akan mendapatiku bersabar."

Keinginan untuk mendengarkan, walaupun dari seorang anak remaja, dan berkenaan dengan urusan keyakinan, menjadikan Ibrahim menjadi pemimpin yang bijak. Tidaklah barangkali berlebihan jika saya memakai bahasa politik modern bahwa Nabi Ibrahim "Master of Democracy?"

Kepemimpinan itu Amanah
Kepemimpinan itu memang karunia, bukan sekadar kehormatan. Kepemimpinan adalah karunia amanah, kesempatan yang Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki untuk melakukan pengabdian kepada-Nya melalui pelayanan publik. Dan karenanya pemimpin yang adil akan berada di posisi para nabi di hari Akhirat.

Kepemimpnan itu karunia, bahkan masuk dalam lingkaran takdir. Allah-lah yang memberikan kepemimpinan kepada Ibrahim :

أني جاعلك للناس اماما

(sungguh Kami jadikan kamu (Wahai Ibrahim) sebagai pemimpin bagi manusia).

Al-Qur'an bahkan tegas menyampaikan:

قل اللهم مالك الملك تؤتي الملك من تشاء وتنزع الملك من تشاء

Artinya: "Wahai Allah, Engkau memberikan kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki dan mencabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki."

Manusia yang menyadari hakikat ini tidak akan berambisi buta dalam memperebutkan kepemimpinan. Tidak akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kepemimpinan. Tidak akan melakukan fitnah dan cara-cara busuk lainnya demi meraih kepemimpina itu.

Karena memang yakin Allah-lah yang memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Di tangan-Nya tergenggam kekuasaan langit dan bumi:

بيده الملك وهو علي كل شيء قدير

Misi Kepemimpinan Ibrahim
Misi kepemimpinan Ibrahim itu tersimpulkan dalam doa yang beliau dipanjatkan kepada Allah bagi negeri dan dan penduduknya:

وَاِذۡ قَالَ اِبۡرٰهٖمُ رَبِّ اجۡعَلۡ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارۡزُقۡ اَهۡلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡهُمۡ بِاللّٰهِ وَالۡيَوۡمِ الۡاٰخِرِ‌ؕ قَالَ وَمَنۡ كَفَرَ فَاُمَتِّعُهٗ قَلِيۡلًا ثُمَّ اَضۡطَرُّهٗۤ اِلٰى عَذَابِ النَّارِ‌ؕ وَبِئۡسَ الۡمَصِيۡرُ

Artinya: "Dan ingat ketika Ibrahim berdoa: 'Ya Tuhanku jadikanlah negeri ini (Mekkah) yang aman, dan karuniakan kepada penduduknya buah-buahan bagi yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat. Dia (Allah) berfirman: tapi barangsiapa yang ingkar maka Kami akan berikan kesenangan sejenak, lalu kami tarik mereka ke dalam api neraka, tempat kembali yang buruk." (QS Al-Baqarah Ayat 126)

Ada tiga hal penting yang menjadi misi utama kepemimpinan Ibrahim:

Pertama, Al-Amnu (keamanan). Sebab dengan keamanan itu akan tercipta stabilitas). Dan hanya dengan stabilitas akan terbangun kemakmuran.

Kedua, Al-Rizqu (rezeki). Dengan pembangunan yang ditopang oleh stabilitas tadi akan tercipta kesejahteraan umum.

Ketiga, Al-Adlu (keadilan). Tapi kesejahteraan yang benar hanya terjadi ketika terbangun di atas asas keadilan. Kesejahteraan yang berkeadilan itu menjadi misi terpenting dari kepemimpinan.

(Bersambung)!

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4424 seconds (0.1#10.140)