Kisah Penyimpangan Agama di Zaman Nabi dan Cara Rasulullah Menanganinya

Jum'at, 07 Juli 2023 - 04:56 WIB
loading...
Kisah Penyimpangan Agama...
Penyimpangan dan penistaan agama sudah pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Mereka menampakkan keislamannya, padahal mereka orang-orang munafik. Foto ilustrasi/ist
A A A
Kasus yang menyeret pimpinan Ponpes Al-Zaytun Indramayu terkait dugaan penistaan agama mengingatkan kita tentang peristiwa penyimpangan yang terjadi di zaman Rasulullah SAW. Seperti yang dilakukan sosok pendusta Musailamah Al-Kadzdzab dan Dzul Khuwashirah At-Tamimi, si keras kepala yang menjadi cikal bakal munculnya kaum Khawarij.

Bagaimana cara Rasulullah SAW dan sahabat menangani penyimpangan kaum munafik tersebut? Simak ulasan berikut ini.

Ketika Nabi Hijrah ke Madinah untuk menebarkan dakwah Islam, banyak ujian yang beliau hadapi. Di antaranya pembangkangan orang-orang Yahudi di Madinah dan sikap orang-orang munafik yang enggan mengikuti Nabi Muhammad SAW. Bahkan ada yang terang-terangan menentang Rasulullah SAW seperti Musailamah Al-Kadzdzab.

Mereka bertameng dengan Islam. Masuk Islam bersama kaum Muslimin, dan menampakkan keislamannya, padahal mereka orang-orang munafik. Gerakan-gerakan menyimpang ini sudah ada sejak zaman Nabi sebagaimana diceritakan dalam Sirah Nabawiyah.

Selain Musailamah Al-Kadzdzab, ada juga sosok yang tak kalah bejatnya sampai berani menuduh Rasulullah SAW tidak adil dalam membagikan harta rampasan perang. Namanya Dzul Khuwashirah At-Tamimi, laki-laki berkepala botak, berjenggot lebat dan bermata cekung yang darinya lahir cikal bakal golongan Khawarij yang menyesatkan umat.

Ibnul Jauzi menyebutkan, tokoh Khawarij yaitu orang yang paling buruk di kalangan mereka, pencetus pertamanya adalah orang yang dijuluki Dzul Khuwaishirah. Melihat tingkah orang ini, Khalid sempat meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk memenggal lehernya. Riwayat lain disebut bahwa Umar bin Khattab hendak mengeksekusinya, namun Rasulullah SAW mencegahnya demi menghindari timbulnya fitnah.

Sikap Rasulullah SAW dan Cara Beliau Menanganinya
Sejatinya Rasulullah SAW tidaklah bertindak sesuka hatinya melainkan bersumber dari wahyu Allah. Artinya, apa yang dilakukan dan diucapkan Rasulullah tidak didasari oleh hawa nafsu sebagaimana manusia pada umumnya, Namun beliau bertindak atas petunjuk wahyu dari Allah. Akhlak beliau benar-benar terjaga.

Ketika terjadi penyimpangan dilakukan orang-orang di sekeliling beliau, Rasulullah SAW tidak langsung mencelanya atau mencaci-maki. Beliau melakukan cara persuasif, tabayyun dan mengajaknya dialog. Setelah itu baru beliau menyatakan sikap yang tegas.

Seperti menghadapi si pendusta Musailamah Al-Kadzzab dikisahkan dalam Sirah Nawabiyah Ibnu Hisyam. Dikisahkan, Musailamah Al-Kadzdzab mengutus dua orang untuk mengirim surat kepada Rasulullah SAW. Isinya sebagai berikut:

"Dari Musailamah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah, Salamun 'Alaika, Amma Ba'du. "Sesungguhnya kepentingan kita dalam perkara (kenabian) ini sama. Kami berhak atas separuh bumi dan Quraisy berhak atas separuhnya lagi, namun Quraisy adalah orang-orang yang melampaui batas."

Setelah surat itu sampai kepada Rasulullah, beliau kemudian bertanya kepada kedua utusan Musailamah itu: "Bagaimana pandangan kalian?" Kedua utusan Musailamah itu berkata: "Kami sepakat dengan Musailamah."

Rasulullah SAW kemudian bersabda: "Demi Allah, andai seorang utusan itu boleh dibunuh, aku pasti menghabisi kalian berdua."

Kemudian Rasulullah SAW mengirimkan surat balasan kepada Musailamah. Isi surat beliau sebagai berikut: "Bismillahirrahmaanirrahim. Dari Muhammad Rasulullah kepada Musailamah Al-Kadzdzab (si pendusta). Kedamaian atas siapa saja yang mengikuti petunjuk, Amma Ba'du. Sesungguhnya bumi ini hanyalah milik Allah yang Dia wariskan kepada siapa saja yang Dia hendaki dari hamba-hamba-Nya dan pahala itu hanya untuk orang-orang yang bertakwa." (HR Abu Dawud 2761). Peristiwa ini terjadi pada akhir Tahun ke-10 Hijriyah.

Musailamah al-Kadzdzab tewas saat Perang Yamamah pada masa kepemimpinan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq Tahun 12 Hijriyah. Para perang ini banyak sahabat yang syahid sekitar 1.200 umat muslim. Di antaranya terdapat 70 sahabat penghafal Al-Qur'an. Sedangkan di pihak Musailamah Al-Kazzab, korban tewas mencapai 20.000 orang.

Demikianlah akhir hidup tokoh munafik dan orang yang mengaku sebagai Nabi. Allah membalas kejahatan orang-orang yang menyimpang dan menentang Rasul-Nya sesuai kehendak-Nya.

Selain Musailamah Al-Kazzab banyak sosok kaum munafik di masa Nabi yang melakukan penyimpangan dan melecehkan agama Islam. Di antaranya sebagai berikut:
1. Sa'ad bin Hunaif.
2. Zaid bin Al-Kushait.
Zaid bin Al-Kushait pernah berkelahi dengan Umar bin Khaththab di pasar Bani Qainuqa'.
3. Nu'man bin Aufa bin Amr.
4. Utsman bin Aufa.
5. Rafi' bin Harimalah.
Ketika ia meninggal dunia, Rasulullah SAW bersabda tentang dirinya: "Pada hari ini, salah seorang tokoh orang-orang munafik meninggal dunia."
6. Rifa'ah bin Zaid bin At-Tabut.
Dalam perjalanan pulang dari memerangi Bani Al-Mushthalaq, angin bertiup kencang menerpa Rasulullah hingga kaum Muslimin merasa kewalahan. Kemudian beliau bersabda: "'Kalian jangan takut. Sesungguhnya angin ini bertiup kencang karena kematian salah satu pemimpin orang-orang kafir (Rifa'ah bin Zaid At-Tabut)."
7. Silsilah bin Burham.
8. Kinanah bin Shuriya'.

Semua orang-orang munafik di atas hadir di Masjid Rasulullah di Madinah, mendengarkan seluruh pembicaraan kaum Muslimin, mencaci-maki kaum Muslimin, dan melecehkan Islam.

Ibnu Ishaq dalam Sirah Nabawiyah menceritakan, suatu hari sebagian orang-orang munafik hadir di masjid. Rasulullah SAW melihat mereka ngobrol sesama mereka dengan suara pelan-pelan. Sebagian dari mereka merapat kepada sebagian yang lain, kemudian beliau memerintahkan pengusiran mereka dengan keras dari masjid.

Ujian Kemunafikan Sepeninggal Rasulullah SAW
Pasca-kepulangan Rasulullah SAW keharibaan Allah, kaum Muslimin mendapatkan musibah besar karena kekosongan kepemimpinan. Sayyidah 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: "Tatkala Rasulullah wafat, orang-orang Arab ada yang kembali murtad, orang-orang Yahudi dan Nashrani mengintai untuk melakukan penggulingan, kemunafikan tampak jelas, dan kaum Muslimin menjadi seperti sekawanan domba yang kehujanan di malam dingin yang menggiris di musim dingin karena kehilangan Nabi mereka, setelah itu Allah menghimpun mereka melalui Abu Bakar."

Ketika Rasulullah wafat, hampir mayoritas penduduk Makkah ingin kembali menjadi kafir. Sampai-sampai Attab bin Asid, gubernur kota Mekkah khawatir terhadap mereka dan bersembunyi. Suhail bin Amr berdiri, kemudian mengucapkan puji-puji kepada Allah, menyebutkan tentang wafatnya Rasulullah seraya berkata: "Sesungguhnya hal ini malah semakin menambah kekuatan Islam. Oleh karena itu, bila ada yang murtad maka kami tidak segan-segan untuk mengabisi mereka."
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2666 seconds (0.1#10.140)