3 Pelajaran Pokok Riwayat Nabi Ibrahim Menurut Ja'far Subhani
loading...
A
A
A
Walaupun orang Yahudi mengaku sebagai pelopor kafilah penganut tauhid , riwayat tentang Nabi Ibrahim menghancurkan berhala lalu dihukum bakar tak masyhur di kalangan mereka. Bahkan riwayat ini tidak beroleh tempat dalam Taurat yang ada sekarang.
Dalam buku "Ar-Risalah, Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW" karya Ja'far Subhani disebutkan beberapa pokok yang mengandung pelajaran bagi manusia dari riwayat Nabi Ibrahim tersebut.
1. Riwayat ini merupakan bukti yang jelas tentang keberanian dan keperkasaan yang luar biasa dari kekasih Allah (Ibrahim) ini. Tekadnya untuk menghancurkan manifestasi dan sarana kemusyrikan tak dapat disembunyikan dari rakyat Namrud.
Dengan celaan dan kecamannya, beliau telah menyatakan perlawanan dan
kebenciannya yang luar biasa terhadap penyembahan berhala secara sangat nyata. Beliau mengatakan secara terbuka dan jelas, "Apabila kamu tidak berhenti dari praktik yang memalukan itu, aku akan membuat keputusan tentang mereka."
Dan pada hari kepergian orang-orang ke hutan, beliau berkata secara terang-terangan, "Demi Tuhan, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya." (QS, al-Anbiya', 21:57)
Ja'far Subhani mengutip dari Imam Ja'far ash-Shadiq mengatakan, "Gerakan dan perjuangan satu orang melawan ribuan orang musyrik merupakan bukti nyata akan keberanian dan kesabaran Ibrahim, yang tidak mengkhawatirkan jiwanya dalam mengangkat asma Allah dan memperkuat dasar penyembahan kepada Tuhan yang Esa."
2. Sepintas tampak seakan penghancuran berhala oleh Ibrahim merupakan pemberontakan bersenjata dan permusuhan, tetapi dari percakapannya dengan para hakim, terbukti bahwa gerakan ini sebenarnya mempunyai aspek dakwah.
Menurut Ja'far Subhani, hal ini karena beliau memandang bahwa sebagai sarana terakhir untuk membangunkan kebijaksanaan dan kesadaran hati nurani manusia, beliau harus menghancurkan berhala-berhala itu, kecuali berhala yang besar, dan meletakkan kapak di bahunya, supaya mereka dapat mengadakan penyelidikan lebih jauh tentang sebab-sebab insiden itu.
Pada akhirnya, mereka hanya akan menganggap pandangan itu sebagai ejekan, dan sama sekali tak akan percaya kalau penghancuran itu dilakukan oleh berhala besar itu.
Dengan demikian, beliau dapat menggunakan hal itu untuk mendakwahkan pendapatnya dengan mengatakan, "Menurut pengakuan kalian sendiri, berhala besar itu tidak mempunyai kekuasaan sedikit pun, lalu mengapa kalian menyembahnya?"
Ini menunjukkan bahwa sejak awal mula, para nabi hanya menggunakan logika dan argumen sebagai senjata mereka yang ampuh, dan itu senantiasa membawa hasil. Kalau tidak, maka apa artinya penghancuran berhala ketimbang bahaya bagi nyawa Ibrahim?
Tindakan ini tentulah mengandung makna besar bagi misinya, dari sisi pandang alasan penalaran, sehingga beliau sedia mengorbankan nyawanya untuk itu.
3. Ibrahim sadar bahwa sebagai akibat tindakannya, hidupnya akan berakhir. Karenanya, menurut anggapan umum, ia mestinya akan terguncang, menyembunyikan diri, atau sekurang-kurangnya berjanji akan berhenti membuat "lelucon." Tetapi, ia sepenuhnya menguasai semangat dan emosinya.
Misalnya, ketika memasuki kuil berhala, ia mendekati setiap berhala dan menawarkan mereka makan, secara olok-olok. Setelah ternyata sia-sia, beliau menjadikan isi kuil berhala itu onggokan penggalan kayu, dan menganggap semua itu sebagai sesuatu yang benar-benar biasa saja, seakan-akan hal itu tidak akan disusul oleh kematiannya sendiri.
Ketika muncul di pengadilan, beliau menjawab pertanyaan mereka, "Sesungguhnya seseorang telah melakukannya. Pemimpinnya ialah yang ini. Karena itu, tanyakanlah kepadanya jika ia dapat berbicara."
Lelucon demikian di hadapan pengadilan hanya dapat muncul dari seseorang yang siap sedia menghadapi segala kesudahan tanpa rasa takut atau ngeri dalam hatinya.
Bahkan, yang lebih menakjubkan lagi ialah sikap Ibrahim pada saat ia ditempatkan pada pelontar, dan mengetahui dengan pasti bahwa ia segera akan berada di tengah api -yang kayu bakarnya tadinya dikumpulkan orang Babilon untuk melaksanakan upacara suci keagamaan, dan yang nyalanya membubung dengan dahsyat sehingga bahkan burung rajawali tak berani terbang di atasnya.
Pada saat itu, Malaikat Jibril turun dan langit seraya menyatakan kesediaannya untuk memberikan segala pertolongan kepada Ibrahim. Jibril berkata, "Apa keinginanmu?"
Ibrahim menjawab, "Aku mempunyai hasrat. Tetapi aku tak dapat memberitahukannya kecuali kepada Tuhanku."
Jawaban ini jelas menunjukkan keluhuran dan kebesaran rohani Ibrahim.
Namrud menanti dengan cemas dan gelisah karena dendam kesumatnya kepada Ibrahim. Ia begitu ingin melihat bagaimana api menelannya. Pelontar disiapkan.
Dengan satu sentakan, tubuh Ibrahim, si jawara tauhid Ilahi, terlempar ke api. Namun, kehendak Tuhan Ibrahim mengubah neraka buatan itu menjadi taman dengan cara yang amat mengejutkan mereka, sehingga Namrud tanpa sengaja berpaling kepada Azar dan berkata, "Tuhan Ibrahim mencintainya."
Walaupun adanya kejadian itu, Ibrahim tak dapat mendakwahkan agamanya dengan kebebasan penuh. Akhirnya, pemerintah waktu itu memutuskan, setelah bermusyawarah, untuk membuang Ibrahim. Ini membuka suatu bab baru dalam kehidupan Ibrahim dan menjadi awal perjalanannya ke Suriah, Palestina, Mesir, dan Hijaz.
Dalam buku "Ar-Risalah, Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW" karya Ja'far Subhani disebutkan beberapa pokok yang mengandung pelajaran bagi manusia dari riwayat Nabi Ibrahim tersebut.
1. Riwayat ini merupakan bukti yang jelas tentang keberanian dan keperkasaan yang luar biasa dari kekasih Allah (Ibrahim) ini. Tekadnya untuk menghancurkan manifestasi dan sarana kemusyrikan tak dapat disembunyikan dari rakyat Namrud.
Dengan celaan dan kecamannya, beliau telah menyatakan perlawanan dan
kebenciannya yang luar biasa terhadap penyembahan berhala secara sangat nyata. Beliau mengatakan secara terbuka dan jelas, "Apabila kamu tidak berhenti dari praktik yang memalukan itu, aku akan membuat keputusan tentang mereka."
Dan pada hari kepergian orang-orang ke hutan, beliau berkata secara terang-terangan, "Demi Tuhan, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya." (QS, al-Anbiya', 21:57)
Ja'far Subhani mengutip dari Imam Ja'far ash-Shadiq mengatakan, "Gerakan dan perjuangan satu orang melawan ribuan orang musyrik merupakan bukti nyata akan keberanian dan kesabaran Ibrahim, yang tidak mengkhawatirkan jiwanya dalam mengangkat asma Allah dan memperkuat dasar penyembahan kepada Tuhan yang Esa."
2. Sepintas tampak seakan penghancuran berhala oleh Ibrahim merupakan pemberontakan bersenjata dan permusuhan, tetapi dari percakapannya dengan para hakim, terbukti bahwa gerakan ini sebenarnya mempunyai aspek dakwah.
Menurut Ja'far Subhani, hal ini karena beliau memandang bahwa sebagai sarana terakhir untuk membangunkan kebijaksanaan dan kesadaran hati nurani manusia, beliau harus menghancurkan berhala-berhala itu, kecuali berhala yang besar, dan meletakkan kapak di bahunya, supaya mereka dapat mengadakan penyelidikan lebih jauh tentang sebab-sebab insiden itu.
Pada akhirnya, mereka hanya akan menganggap pandangan itu sebagai ejekan, dan sama sekali tak akan percaya kalau penghancuran itu dilakukan oleh berhala besar itu.
Dengan demikian, beliau dapat menggunakan hal itu untuk mendakwahkan pendapatnya dengan mengatakan, "Menurut pengakuan kalian sendiri, berhala besar itu tidak mempunyai kekuasaan sedikit pun, lalu mengapa kalian menyembahnya?"
Ini menunjukkan bahwa sejak awal mula, para nabi hanya menggunakan logika dan argumen sebagai senjata mereka yang ampuh, dan itu senantiasa membawa hasil. Kalau tidak, maka apa artinya penghancuran berhala ketimbang bahaya bagi nyawa Ibrahim?
Tindakan ini tentulah mengandung makna besar bagi misinya, dari sisi pandang alasan penalaran, sehingga beliau sedia mengorbankan nyawanya untuk itu.
3. Ibrahim sadar bahwa sebagai akibat tindakannya, hidupnya akan berakhir. Karenanya, menurut anggapan umum, ia mestinya akan terguncang, menyembunyikan diri, atau sekurang-kurangnya berjanji akan berhenti membuat "lelucon." Tetapi, ia sepenuhnya menguasai semangat dan emosinya.
Misalnya, ketika memasuki kuil berhala, ia mendekati setiap berhala dan menawarkan mereka makan, secara olok-olok. Setelah ternyata sia-sia, beliau menjadikan isi kuil berhala itu onggokan penggalan kayu, dan menganggap semua itu sebagai sesuatu yang benar-benar biasa saja, seakan-akan hal itu tidak akan disusul oleh kematiannya sendiri.
Ketika muncul di pengadilan, beliau menjawab pertanyaan mereka, "Sesungguhnya seseorang telah melakukannya. Pemimpinnya ialah yang ini. Karena itu, tanyakanlah kepadanya jika ia dapat berbicara."
Lelucon demikian di hadapan pengadilan hanya dapat muncul dari seseorang yang siap sedia menghadapi segala kesudahan tanpa rasa takut atau ngeri dalam hatinya.
Bahkan, yang lebih menakjubkan lagi ialah sikap Ibrahim pada saat ia ditempatkan pada pelontar, dan mengetahui dengan pasti bahwa ia segera akan berada di tengah api -yang kayu bakarnya tadinya dikumpulkan orang Babilon untuk melaksanakan upacara suci keagamaan, dan yang nyalanya membubung dengan dahsyat sehingga bahkan burung rajawali tak berani terbang di atasnya.
Pada saat itu, Malaikat Jibril turun dan langit seraya menyatakan kesediaannya untuk memberikan segala pertolongan kepada Ibrahim. Jibril berkata, "Apa keinginanmu?"
Ibrahim menjawab, "Aku mempunyai hasrat. Tetapi aku tak dapat memberitahukannya kecuali kepada Tuhanku."
Jawaban ini jelas menunjukkan keluhuran dan kebesaran rohani Ibrahim.
Namrud menanti dengan cemas dan gelisah karena dendam kesumatnya kepada Ibrahim. Ia begitu ingin melihat bagaimana api menelannya. Pelontar disiapkan.
Dengan satu sentakan, tubuh Ibrahim, si jawara tauhid Ilahi, terlempar ke api. Namun, kehendak Tuhan Ibrahim mengubah neraka buatan itu menjadi taman dengan cara yang amat mengejutkan mereka, sehingga Namrud tanpa sengaja berpaling kepada Azar dan berkata, "Tuhan Ibrahim mencintainya."
Walaupun adanya kejadian itu, Ibrahim tak dapat mendakwahkan agamanya dengan kebebasan penuh. Akhirnya, pemerintah waktu itu memutuskan, setelah bermusyawarah, untuk membuang Ibrahim. Ini membuka suatu bab baru dalam kehidupan Ibrahim dan menjadi awal perjalanannya ke Suriah, Palestina, Mesir, dan Hijaz.
(mhy)