Kisah Nabi Ibrahim Mengajarkan Agama Tauhid

Minggu, 19 Desember 2021 - 21:44 WIB
loading...
Kisah Nabi Ibrahim Mengajarkan Agama Tauhid
Kisah Nabi Ibrahim mengajarkan Tauhid kepada ayah dan kaumnya patut kita jadikan hikmah dan pelajaran berharga. Foto ilustrasi/ist
A A A
Nabi Ibrahim 'alaihissalam sosok teladan Nabi yang sangat dihormati. Beliau merupakan satu dari lima 5 Rasul pilihan yang digelari Ulul 'Azmi dan dijuluki sebagai khalilullah (kesayangan Allah).

Nabi Ibrahim memang diutus bukan untuk Makkah, melainkan untuk tanah Syam (Palestina, Suriah, Yordania, Lebanon) dan sekitarnya. Beliau hidup di tengah kaum yang menyembah patung dan berhala-berhala sebagai Tuhannya.

Lahir di sebuah tempat bernama Faddam A'ram (negeri Syam) dalam Kerajaan "Babylon" yang pada waktu itu diperintah oleh seorang raja zalim bernama Namrud. Allah mengabadikan kisahnya dalam mengajarkan agama Tauhid kepada kaumnya termasuk kepada ayahnya yang menyembang patung berhalam.

Bagi Islam, Ibrahim adalah Nabi yang mengajarkan agama Tauhid dan beliaulah yang mengajarkan kebenaran Allah. Ketika mengajarkan Tauhid, Nabi Ibrahim mulai memberikan pengarahan kepada kaumnya bahwa ada Pencipta langit dan bumi. Argumentasi Ibrahim mampu memunculkan kebenaran, tetapi kaumnya menentang Nabi Ibrahim dan mulai mendebatnya dan bahkan mengancamnya.

Berikut dialog Nabi Ibrahim dengan sang ayah diabadikan dalam Al-Qur'an.

وَاِذۡ قَالَ اِبۡرٰهِيۡمُ لِاَبِيۡهِ اٰزَرَ اَتَتَّخِذُ اَصۡنَامًا اٰلِهَةً ‌ ۚ اِنِّىۡۤ اَرٰٮكَ وَقَوۡمَكَ فِىۡ ضَلٰلٍ مُّبِيۡنٍ

"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar, "Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata." (QS. Al-An'am Ayat 74)

Dalam ayat di atas, Nabi Ibrahim menanyakan kepada ayahnya dan kaumnya apakah pantas mereka itu menjadikan berhala-berhala, yang mereka buat sendiri sebagai tuhan? Mengapa mereka tidak menyembah Allah yang menciptakan mereka dan menguasai berhala-berhala itu.

Semestinya mereka tahu bahwa Allah-lah yang berhak disembah. Itulah sebabnya Nabi Ibrahim menegaskan bahwa dirinya betul-betul mengetahui bahwa ayah dan kaumnya terjerumus ke dalam kesesatan yang nyata, menyimpang dari jalan yang lurus.

Di ayat berikutnya, Allah menceritakan kisah Nabi Ibrahim mencari kebenaran Tuhan.

فَلَمَّا جَنَّ عَلَيۡهِ الَّيۡلُ رَاٰ كَوۡكَبًا ‌ۚ قَالَ هٰذَا رَبِّىۡ‌ ۚ فَلَمَّاۤ اَفَلَ قَالَ لَاۤ اُحِبُّ الۡاٰفِلِيۡنَ

"Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, "Inilah Tuhanku." Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, "Aku tidak suka kepada yang terbenam." (QS. Al-An’am Ayat 76)

Allah menjelaskan proses pengenalan Ibrahim secara terperinci. Pengamatan pertama Nabi Ibrahim tertuju pada bintang-bintang, yaitu pada saat bintang nampak bercahaya dan pada saat bintang itu tidak bercahaya, dilihatnya sebuah bintang yang bercahaya paling terang. (Yaitu planet Yupiter (Musyatari) dan ada pula yang mengatakan planet Venus (Zahrah) yang dianggap sebagai dewa oleh pemuja bintang yang biasa dilakukan oleh orang-orang Yunani dan Romawi kuno, sedang kaum Ibrahim juga termasuk pemujanya).

Maka timbullah pertanyaan dalam hatinya. "Inikah Tuhanku?" Pertanyaan ini adalah merupakan pengingkaran terhadap anggapan kaumnya, agar mereka tersentak untuk memperhatikan alasan-alasan pengingkaran yang akan dikemukakan.

Tetapi, setelah bintang itu tenggelam dari pandangannya, timbul keyakinan bahwa yang tenggelam dan menghilang tidak bisa dianggap sebagai Tuhan.

Di ayat berikutnya: "Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, "Inilah Tuhanku." Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, "Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat." (Al-An'am Ayat 77)

"Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, "Inilah Tuhanku, ini lebih besar." Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, "Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan." (Al-An'am Ayat 78)

Nabi Ibrahim pun mengajarkan akidah dan tauhid yang murni, yaitu hanya menyembah kepada Allah yang Esa.

اِنِّىۡ وَجَّهۡتُ وَجۡهِىَ لِلَّذِىۡ فَطَرَ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضَ حَنِيۡفًا‌ وَّمَاۤ اَنَا مِنَ الۡمُشۡرِكِيۡنَ‌ۚ‏

"Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik." (QS. Al-An'am Ayat 79)

Ibrahim menyatakan bahwa agama-agama lainnya adalah batil, dan beliau adalah seorang yang berserah diri kepada Allah semata. Ketika kaumnya membantah, Nabi Ibrahim berkata: "Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada (malapetaka dari) apa yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?"

Demikian firman Allah dalam Surat Al-An'am Ayat 80. Nabi Ibrahim membuktikan bahwa keteguhan iman dan keyakinan kepada Allah merupakan pokok agama Tauhid.

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2526 seconds (0.1#10.140)