Tafsir Surat Al Fatihah Ibnu Katsir Ayat 1 hingga 7

Jum'at, 01 September 2023 - 21:07 WIB
loading...
Tafsir Surat Al Fatihah Ibnu Katsir Ayat 1 hingga 7
Surat Al Fatihah surat merupakan induk dari surat-surat yang ada di Al Quran. Foto ilustrasi/ist
A A A
Tafsir surat Al Fatihah ayat 1-7 penting diketahui umat muslim. Karena surat Al Fatihah merupakan induk dari surat-surat yang ada di Al Qur'an. Bahkan, makna dari Al-Qur'an terangkum dalam 7 ayat yang ada di Surat Al Fatihah.

Surat yang termasuk golongan surat Makkiyah ini mengusung pujian kepada Allah sekaligus membawa pesan untuk hambaNya agar ikhlas dalam beribadah. Keterangan ini dijelaskan Imam Ibnu Katsir Jalaluddin Al Mahally dan Jalaluddin As Suyuthi dalam Tafsir Ibnu Katsir & Jalalain: Referensi Shahih.

Surat ini juga menyinggung hari pembalasan. Imam Ibnu Katsir Jalaluddin Al Mahally dan Jalaluddin As Suyuthi menafsirkan, hal itu ditujukan agar hambaNya dapat memohon dan merendahkan diri kepadaNya.

Untuk itu, surat Al Fatihah juga disebut mengusung dua isi utama yakni targib (anjuran) dan tarhib (peringatan). Targib dalam bentuk mengarahkan manusia untuk mengerjakan amal sholeh dan tarhib dalam mengikuti jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Tafisr Surat Al Fatihah

Sebagaimana yang tertulis dalam Al Qur'an, bahwa ayat pertama Al Fatihah merupakan bacaan Basmalah,

Ayat pertama

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ


Artinya: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Ada perbedaan pendapat mengenai tafsir Surat Al Fatihah ayat pertama ini, karena biasanya kalimat basmallah merupakan pemisah antar surat, sebagaimana yang diriwayatkan Abu daud dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah tidak mengetahui pemisah surat sehingga diturunkanlah bismillahirrahmaniraahim.

Ibnu Abbas mengemukakan sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu Daud. “Barangsiapa yang berpandangan bahwa ia termasuk Fatihah, berarti ia berpendapat bahwa membacanya harus zahir dalam sholat, dan orang yang tidak berpendapat demikian, berarti membacanya secara sir (tidak keras).

Ayat kedua

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ


Artinya: Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam,

“Segala uji kepunyaan Allah” yaitu rasa syukur yang hanya diperuntukan untuk Allah Subhanahu Wata’ala semata bukan kepada hal lain yang merupakan ciptaan-Nya. Sebab Allah telah menganugerahkan nikmat kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, bagi Rabb kitalah segala puji, baik pada masa awal maupun akhir.
Huruf alif dan lam pada kalimat al hamdulillah ditunjukan untuk mencakup segala jenis pujian yang merupakan hak Allah Subhanahu Wata'ala. Sebagaimana kata Rabb yang hanya boleh ditunjukan pada Allah, bukan yang lainnya.

Ayat ketiga

الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ


Artinya: Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,

Ar-Rahman Ar-Rahim menunjukkan makna "sangat". berarti Allah menegaskan bahwa Allah merupakan pemberi rahmat di dunia dan akhirat. Allah menggunakan frase "Maha Penyayang" khusus bagi kaum mukmin, dan tidak boleh ada hambaNya yang menggunakan nama tersebut.

Ayat keempat

مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ


Artinya: Pemilik hari pembalasan

Dia, Allah adalah pemilik hari dunia dan akhirat. Kata Dia kepada hari akhirat disebabkan di sana tidak ada siapapun selain Allah Subhanahu Wata'ala yang mengklaim akhirat sebagai miliknya dan tiada seorangpun yang dapat berbicara melainkan atas izin Nya.

Ayat kelima

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ


Artinya: Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.

Kata iyyaka merupakan objek yang didahulukan untuk tujuan pembatasan supaya tujuan pembicara fokus pada apa yang akan diutarakan.

Kalimat "Hanya kepada Engkaulah kami beribadah" kalimat ini menunjukkan penyucian diri dari kemusyrikan.
Kalimat "Hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan" merupakan penyucian dari apa yang telah diusahakan dengan menyerahkan segala hanya kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung.

Ayat keenam

اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ


Artinya: Tunjukilah kami jalan yang lurus,

Ayat ini mengandung dalil yang menganjurkan ber-tawassul dengan sifat-sifat yang tinggi dan amal saleh. Setelah seorang hamba mengagungkan sifat Allah dan beramal saleh untuk Allah, kemudian ia memohon akan kebutuhannya.

Wallahu A'lam

Ayat ketujuh
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ

Artinya; (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Pada kalimat "Jalannya orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka" menafsirkan "Jalan yang lurus". Jalan yang telah diberi nikmat yaitu jalan orang-orang yang telah menaati Allah dan RasulNya.
Penggalan "Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat" Hal ini merupakan orang-orang yang mengingkari perintah Allah dan ajaran para RasulNya. Mereka yang tidak memiliki pengetahuan dan mengikuti kesesatan, mereka itu adalah orang-orang yang tidak mendapatkan petunjuk Allah Subhanahu Wata'ala.

(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1065 seconds (0.1#10.140)