Khotbah Jumat Rabiul Awal: Menyambut Maulid Nabi Meraih Keberkahan
loading...
A
A
A
Khotbah Jumat kali ini mengangkat tema Maulid Nabi Muhammad ﷺ bertabur keberkahan, Jumat 6 Rabiul Awal 1445 Hijriyah (22/9/2023).
Sekadar informasi, Maulid Nabi 12 Rabiul Awal 1445 H tahun ini jatuh pada Hari Kamis 28 September 2023. Di antara peristiwa agung di bulan ini adalah lahirnya sosok mulia sang junjungan alam, Nabi besar Muhammad ﷺ.
Berikut Khotbah Jumat "Maulid Nabi" disampaikan Zaenal Arsyad A S.Fil dilansir dari Laduni, layanan dokumentasi ulama dan keislaman.
KHOTBAH PERTAMA
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Mengawali khutbah ini, tidak bosan-bosan khatib mengajak kepada diri khatib pribadi dan seluruh jama'ah untuk senantiasa bersyukur pada Allah SWT atas segala limpahan anugerah nikmat yang kita terima dalam kehidupan ini. Dan juga mari kita terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah bukan hanya diucapkan melalui lisan kita saja, namun terlebih dari itu ditancapkan dalam hati dan diwujudkan dalam perbuatan kita sehari-hari. Di antara wujud komitmen bertakwa itu adalah senantiasa menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada rahmat bagi semesta alam Baginda Nabi Muhammad ﷺ, yang sunnahnya selalu kita teladani.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Rabiul Awal merupakan bulan lahirnya manusia paling mulia, paling sempurna nan agung, sang kekasih Allah, utusan Allah yang membawa rahmat bagi sekalian alam, dan sang pemberi syafa'at kelak di hari akhir yaitu Baginda Rasulullah Muhammad ﷺ. Begitu mulianya beliau ﷺ, sehingga sebagian ulama menganggap bahwa malam kelahirannya adalah malam yang mulia setara dengan malam Lailatul Qadar.
Bahkan dalam sebuah Hadis Qudsi disebutkan bahwa kalau bukan karena Nabi Muhammad ﷺ, Allah tidak akan menciptakan Nabi Adam 'alaihissalam.
قال الله تعالى لأدم لولا محمد ماخلقتك
"Allah Ta'ala berkata kepada Nabi Adam: Jika tidak karena Muhammad, Aku tidak ciptakan engkau wahai Adam."
Dalam riwayat lain dikatakan: "Jika tidak karena Muhammad, Aku tidak ciptakan alam semesta ini."
Dari Hadis Qudsi di atas bisa kita bayangkan betapa mulianya sosok Nabi Muhammad ﷺ sebagai kekasih Allah, sehingga segala sesuatu yang telah Allah ciptakan disebabkan oleh Baginda Nabi Muhammad ﷺ. Maka sudah sepatutnya kita sebagai umatnya merasa bahagia dan bersuka cita menyambut bulan dan hari kelahiran beliau. Karena hal ini merupakan salah satu bentuk mahabbah kita terhadap Baginda Nabi ﷺ. Adapun cara yang kita lakukan dalam menyambut bulan dan hari kelahiran Nabi ﷺ adalah bermacam-macam selama hal itu tidak menyalahi rambu-rambu hukum.
Namun sangat disayangkan ketika ada sebagian golongan yang masih mempertanyakan terkait rasa suka cita kita dalam menyambut kelahiran Baginda Nabi. Padahal yang diperdebatkan adalah seputar hukum tentang tatacara dalam menyambut dan merayakan maulid Nabi. Selama kegiatan Maulid Nabi diisi dengan aktivitas ibadah seharusnya kita tidak membutuhkan dalil untuk itu. Karena untuk mencintai seseorang saja kita tidak membutuhkan keterangan, apalagi dalam hal ini kita sedang menunjukan cinta kita kepada manusia paling agung.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Prof DR Habib Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa Maulid adalah menggambarkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Nabi baik dari tempat dan waktunya. Jadi jika kita berbicara Maulid, maka kita akan berbicara segala sesuatu dan semua informasi yang berkaitan dengan Nabi Muhammad ﷺ. Lebih lanjut kata beliau bahwa pembicaraan tentang Maulid Nabi sudah ada sejak zaman sahabat.
Bahkan sebelum kelahiran Nabi ﷺ sudah dibicarakan bahwa akan ada sosok yang namanya Muhammad. Terlepas mau dirayakan atau tidak, pembicaraan tentang Nabi sudah dibicarakan jauh sebelum kelahiran Nabi Muhammad ﷺ. Umat Islam secara khusus mulai membicarakan dan membahas tentang maulid adalah sejak umat Islam mempelajari Al-Qur'an.
Rasulullah ﷺ adalah rahmat dan berkah bagi sekalian alam yang telah Allah berikan. Sudah sepatutnya kita mensyukuri rahmat dan berkah yang telah Allah berikan kepada kita dengan memperbanyak membaca shalawat, bersedekah, menyambung silaturahmi, dan amal baik lainnya. Bukankah Allah memerintahkan kita untuk bergembira dalam menyambut rahmat tersebut sebagaimana firman-Nya dalam Surat Yunus ayat 58 berikut:
قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
"Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmatNya (Nabi Muhammad ﷺ) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira."
Imam As-Suyuthi dalam Kitab Ad-Durrul Mantsur menjelaskan bahwa yang dimaksud rahmat dalam ayat tersebut tiada lain dan tiada bukan adalah Rasulullah Muhammad ﷺ. Mengenai hukum perayaan Maulid Nabi sudah banyak dibahas dalam berbagai kitab dan dalam berbagai kesempatan yang berujung pada kesimpulan bahwa hukum merayakan maulid Nabi Muhammad adalah tradisi yang sangat baik dan disunahkan bahkan diwajibkan jika hal itu merupakan metode dakwah yang efektif dalam mengimbangi kegiatan yang akan merusak moral bangsa.
Bahkan jika kita ingin menelusuri lebih jauh maka orang yang pertama kali merayakan Maulid Nabi adalah Nabi sendiri. Hal ini disebutkan dalam Hadis riwayat Imam Muslim berikut:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ
"Rasulullah ﷺ ditanya tentang puasa di hari Senin. Lalu beliau menjawab, "Itu adalah hari di mana aku dilahirkan, hari di mana aku diutus atau diturunkannya wahyu kepadaku."
Hikmah dari Hadis di atas adalah betapa agungnya bulan dan hari kelahiran Nabi yang mana Nabi juga memperingatinya dengan berpuasa. Sehingga kalau kita simpulkan bahwa sebenarnya Nabi ﷺ orang yang pertama merayakan hari kelahirannya. Hal senada juga dikatakan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki:
إِنَّ أَوَّلَ الْمُحْتَفِلِيْنَ بِالْمَوْلِدِ هُوَ صَاحِبُ الْمَوْلِدِ وَهُوَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا جَاءَ فِي الْحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ الَّذِيْ رَوَاهُ مُسْلِمٌ لَمَّا سُئِلَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ الْإِثْنَيْنِ قَالَ صلى الله عليه وسلم ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ فَهَذَا أَصَحُّ وَأَصْرَحُ نَصًّ فِي مَشْرُوْعِيَّةِ الْإِحْتِفَالِ بِالْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ الشَّرِيْفِ وَلَا يُلْتَفَتُ اِلَى قَوْلِ مَنْ قَالَ إِنَّ أَوَّلَ مَنِ احْتَفَلَ بِهِ الْفَاطِمِيُّوْنَ لِأَنَّ هَذَا إِمَّا جَهْلٌ أَوْ تَعَامٍ عَنِ الْحَقِّ
"Sesungguhnya pertama kali yang merayakan maulid adalah sang empunya maulid itu sendiri, yaitu Rasulullah ﷺ. Sebagaimana diterangkan dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim ketika Rasul ditanya tentang anjuran puasa di hari Senin, beliau menjawab: "Itu adalah hari di mana aku dilahirkan." Ini adalah sekuat dan sejelas-jelasnya nash dalil yang menjelaskan anjuran maulid Nabi yang mulia. Tidak dapat dijadikan pijakan pendapat yang mengatakan bahwa pertama kali yang merayakan maulid adalah dari Dinasti Fathimiyyah. Sebab pendapat tersebut tidak lepas dari ketidak tahuan atau berpura-pura tidak tahu akan fakta yang sebenarnya."
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Imam Al-Baihaqi dalam Kitabnya Dalalil An-Nubuwwah mengatakan bahwa kakeknya Rasulullah yaitu Abdul Muthallib menyembelih kambing dan mengundang kaum Quraisy untuk merayakan hari kelahiran Nabi ﷺ.
فَلَمَّا كَانَ الْيَوْمُ السَّابِعُ ذَبَحَ عَنْهُ، وَدَعَا لَهُ قُرَيْشًا، فَلَمَّا أَكَلُوا قَالُوا: يَا عَبْدَ الْمُطَّلِبِ، أَرَأَيْتَ ابْنَكَ هَذَا الَّذِي أَكْرَمْتَنَا عَلَى وَجْهِهِ، مَا سَمَّيْتَهُ؟ قَالَ: سَمَّيْتُهُ مُحَمَّدًا. قَالُوا: فَلِمَ رَغِبْتَ بِهِ عَنْ أَسْمَاءِ أَهْلِ بَيْتِهِ؟ قَالَ: أَرَدْتُ أَنْ يَحْمَدَهُ اللهُ تَعَالَى فِي السَّمَاءِ، وَخَلْقُهُ فِي الْأَرْضِ
"Saat hari ketujuh dari kelahiran Nabi Muhammad, Sayyid Abdul Muthallib menyembelih kambing untuknya dan mengundang orang Quraisy. Ketika mereka menikmati hidangan, mereka bertanya; wahai Abdul Muthallib beritahulan kepada kami tentang si jabang bayi yang engkau muliakan kami di depannya, siapa namanya? Abdul Muthallib menjawab: aku menamakannya "Muhammad". Mereka berkata; mengapa engkau lebih suka nama itu dari pada nama-nama keluarganya? Abdul Muthallib menjawab: aku berharap Allah memujinya di langit dan makhluk-Nya di bumi."
Jika di hari biasa saja kita diharuskan untuk bersyukur dan bergembira atas adanya Rasulullah ﷺ sebagai rahmat dan keberkahan dengan memperbanyak membaca shalawat, apalagi jika kita melakukannya pada bulan dan hari kelahirannya. Maka hal itu bukan hanya dianjurkan, tetapi dikukuhkan keharusannya. Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki memberikan penegasan dalam hal ini:
فَالْفَرَحُ بِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَطْلُوْبٌ فِي كُلِّ وَقْتٍ وَفِي كُلِّ نِعْمَةٍ وَعِنْدَ كُلِّ فَضْلٍ وَلَكِنَّهُ يَتَأَكَّدُ فِي كُلِّ يَوْمِ اثْنَيْنِ وَفِي كُلِّ شَهْرِ رَبِيْعْ لِقُوَّةِ الْمُنَاسَبَةِ وَمُلَاحَظَةِ الْوَقْتِ وَمَعْلُوْمٌ أَنَّهُ لَا يَغْفَلُ عَنِ الْمُنَاسَبَةِ وَيُعْرِضُ عَنْهَا عَنْ وَقْتِهَا اِلَّا مُغَفَّلٌ أَحْمَقُ
"Berbahagia dengan kehadiran Rasulullah ﷺ di dunia dianjurkan pada setiap waktu. Setiap mendapat kenikmatan dan karunia-Nya. Akan tetapi, anjuran tersebut menjadi sangat dikukuhkan pada setiap hari Senin dan bulan Rabiul Awal karena korelasi yang kuat dan momen waktu yang selayaknya diperhatikan. Sudah menjadi kemakluman bersama tidak akan melupakan dan berpaling dari sebuah momen peristiwa besar kecuali orang yang lalai dan bodoh."
Akhirnya kita berkesimpulan bahwa menyambut Maulid Nabi Muhammad ﷺ dengan atau tanpa dirayakan adalah bentuk pengharapan kita dalam meraih rahmat dan keberkahan dari Allah SWT. Dengan menyambut Maulid Nabi, mudah-mudahan kelak kita akan berkumpul dan mendapatkan Syafa'atnya di hari akhir. Aamiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهٗ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHOTBAH KEDUA
Sekadar informasi, Maulid Nabi 12 Rabiul Awal 1445 H tahun ini jatuh pada Hari Kamis 28 September 2023. Di antara peristiwa agung di bulan ini adalah lahirnya sosok mulia sang junjungan alam, Nabi besar Muhammad ﷺ.
Berikut Khotbah Jumat "Maulid Nabi" disampaikan Zaenal Arsyad A S.Fil dilansir dari Laduni, layanan dokumentasi ulama dan keislaman.
KHOTBAH PERTAMA
اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْإِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Mengawali khutbah ini, tidak bosan-bosan khatib mengajak kepada diri khatib pribadi dan seluruh jama'ah untuk senantiasa bersyukur pada Allah SWT atas segala limpahan anugerah nikmat yang kita terima dalam kehidupan ini. Dan juga mari kita terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah bukan hanya diucapkan melalui lisan kita saja, namun terlebih dari itu ditancapkan dalam hati dan diwujudkan dalam perbuatan kita sehari-hari. Di antara wujud komitmen bertakwa itu adalah senantiasa menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada rahmat bagi semesta alam Baginda Nabi Muhammad ﷺ, yang sunnahnya selalu kita teladani.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Rabiul Awal merupakan bulan lahirnya manusia paling mulia, paling sempurna nan agung, sang kekasih Allah, utusan Allah yang membawa rahmat bagi sekalian alam, dan sang pemberi syafa'at kelak di hari akhir yaitu Baginda Rasulullah Muhammad ﷺ. Begitu mulianya beliau ﷺ, sehingga sebagian ulama menganggap bahwa malam kelahirannya adalah malam yang mulia setara dengan malam Lailatul Qadar.
Bahkan dalam sebuah Hadis Qudsi disebutkan bahwa kalau bukan karena Nabi Muhammad ﷺ, Allah tidak akan menciptakan Nabi Adam 'alaihissalam.
قال الله تعالى لأدم لولا محمد ماخلقتك
"Allah Ta'ala berkata kepada Nabi Adam: Jika tidak karena Muhammad, Aku tidak ciptakan engkau wahai Adam."
Dalam riwayat lain dikatakan: "Jika tidak karena Muhammad, Aku tidak ciptakan alam semesta ini."
Dari Hadis Qudsi di atas bisa kita bayangkan betapa mulianya sosok Nabi Muhammad ﷺ sebagai kekasih Allah, sehingga segala sesuatu yang telah Allah ciptakan disebabkan oleh Baginda Nabi Muhammad ﷺ. Maka sudah sepatutnya kita sebagai umatnya merasa bahagia dan bersuka cita menyambut bulan dan hari kelahiran beliau. Karena hal ini merupakan salah satu bentuk mahabbah kita terhadap Baginda Nabi ﷺ. Adapun cara yang kita lakukan dalam menyambut bulan dan hari kelahiran Nabi ﷺ adalah bermacam-macam selama hal itu tidak menyalahi rambu-rambu hukum.
Namun sangat disayangkan ketika ada sebagian golongan yang masih mempertanyakan terkait rasa suka cita kita dalam menyambut kelahiran Baginda Nabi. Padahal yang diperdebatkan adalah seputar hukum tentang tatacara dalam menyambut dan merayakan maulid Nabi. Selama kegiatan Maulid Nabi diisi dengan aktivitas ibadah seharusnya kita tidak membutuhkan dalil untuk itu. Karena untuk mencintai seseorang saja kita tidak membutuhkan keterangan, apalagi dalam hal ini kita sedang menunjukan cinta kita kepada manusia paling agung.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Prof DR Habib Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa Maulid adalah menggambarkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Nabi baik dari tempat dan waktunya. Jadi jika kita berbicara Maulid, maka kita akan berbicara segala sesuatu dan semua informasi yang berkaitan dengan Nabi Muhammad ﷺ. Lebih lanjut kata beliau bahwa pembicaraan tentang Maulid Nabi sudah ada sejak zaman sahabat.
Bahkan sebelum kelahiran Nabi ﷺ sudah dibicarakan bahwa akan ada sosok yang namanya Muhammad. Terlepas mau dirayakan atau tidak, pembicaraan tentang Nabi sudah dibicarakan jauh sebelum kelahiran Nabi Muhammad ﷺ. Umat Islam secara khusus mulai membicarakan dan membahas tentang maulid adalah sejak umat Islam mempelajari Al-Qur'an.
Rasulullah ﷺ adalah rahmat dan berkah bagi sekalian alam yang telah Allah berikan. Sudah sepatutnya kita mensyukuri rahmat dan berkah yang telah Allah berikan kepada kita dengan memperbanyak membaca shalawat, bersedekah, menyambung silaturahmi, dan amal baik lainnya. Bukankah Allah memerintahkan kita untuk bergembira dalam menyambut rahmat tersebut sebagaimana firman-Nya dalam Surat Yunus ayat 58 berikut:
قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
"Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmatNya (Nabi Muhammad ﷺ) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira."
Imam As-Suyuthi dalam Kitab Ad-Durrul Mantsur menjelaskan bahwa yang dimaksud rahmat dalam ayat tersebut tiada lain dan tiada bukan adalah Rasulullah Muhammad ﷺ. Mengenai hukum perayaan Maulid Nabi sudah banyak dibahas dalam berbagai kitab dan dalam berbagai kesempatan yang berujung pada kesimpulan bahwa hukum merayakan maulid Nabi Muhammad adalah tradisi yang sangat baik dan disunahkan bahkan diwajibkan jika hal itu merupakan metode dakwah yang efektif dalam mengimbangi kegiatan yang akan merusak moral bangsa.
Bahkan jika kita ingin menelusuri lebih jauh maka orang yang pertama kali merayakan Maulid Nabi adalah Nabi sendiri. Hal ini disebutkan dalam Hadis riwayat Imam Muslim berikut:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ
"Rasulullah ﷺ ditanya tentang puasa di hari Senin. Lalu beliau menjawab, "Itu adalah hari di mana aku dilahirkan, hari di mana aku diutus atau diturunkannya wahyu kepadaku."
Hikmah dari Hadis di atas adalah betapa agungnya bulan dan hari kelahiran Nabi yang mana Nabi juga memperingatinya dengan berpuasa. Sehingga kalau kita simpulkan bahwa sebenarnya Nabi ﷺ orang yang pertama merayakan hari kelahirannya. Hal senada juga dikatakan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki:
إِنَّ أَوَّلَ الْمُحْتَفِلِيْنَ بِالْمَوْلِدِ هُوَ صَاحِبُ الْمَوْلِدِ وَهُوَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا جَاءَ فِي الْحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ الَّذِيْ رَوَاهُ مُسْلِمٌ لَمَّا سُئِلَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ الْإِثْنَيْنِ قَالَ صلى الله عليه وسلم ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ فَهَذَا أَصَحُّ وَأَصْرَحُ نَصًّ فِي مَشْرُوْعِيَّةِ الْإِحْتِفَالِ بِالْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ الشَّرِيْفِ وَلَا يُلْتَفَتُ اِلَى قَوْلِ مَنْ قَالَ إِنَّ أَوَّلَ مَنِ احْتَفَلَ بِهِ الْفَاطِمِيُّوْنَ لِأَنَّ هَذَا إِمَّا جَهْلٌ أَوْ تَعَامٍ عَنِ الْحَقِّ
"Sesungguhnya pertama kali yang merayakan maulid adalah sang empunya maulid itu sendiri, yaitu Rasulullah ﷺ. Sebagaimana diterangkan dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim ketika Rasul ditanya tentang anjuran puasa di hari Senin, beliau menjawab: "Itu adalah hari di mana aku dilahirkan." Ini adalah sekuat dan sejelas-jelasnya nash dalil yang menjelaskan anjuran maulid Nabi yang mulia. Tidak dapat dijadikan pijakan pendapat yang mengatakan bahwa pertama kali yang merayakan maulid adalah dari Dinasti Fathimiyyah. Sebab pendapat tersebut tidak lepas dari ketidak tahuan atau berpura-pura tidak tahu akan fakta yang sebenarnya."
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Imam Al-Baihaqi dalam Kitabnya Dalalil An-Nubuwwah mengatakan bahwa kakeknya Rasulullah yaitu Abdul Muthallib menyembelih kambing dan mengundang kaum Quraisy untuk merayakan hari kelahiran Nabi ﷺ.
فَلَمَّا كَانَ الْيَوْمُ السَّابِعُ ذَبَحَ عَنْهُ، وَدَعَا لَهُ قُرَيْشًا، فَلَمَّا أَكَلُوا قَالُوا: يَا عَبْدَ الْمُطَّلِبِ، أَرَأَيْتَ ابْنَكَ هَذَا الَّذِي أَكْرَمْتَنَا عَلَى وَجْهِهِ، مَا سَمَّيْتَهُ؟ قَالَ: سَمَّيْتُهُ مُحَمَّدًا. قَالُوا: فَلِمَ رَغِبْتَ بِهِ عَنْ أَسْمَاءِ أَهْلِ بَيْتِهِ؟ قَالَ: أَرَدْتُ أَنْ يَحْمَدَهُ اللهُ تَعَالَى فِي السَّمَاءِ، وَخَلْقُهُ فِي الْأَرْضِ
"Saat hari ketujuh dari kelahiran Nabi Muhammad, Sayyid Abdul Muthallib menyembelih kambing untuknya dan mengundang orang Quraisy. Ketika mereka menikmati hidangan, mereka bertanya; wahai Abdul Muthallib beritahulan kepada kami tentang si jabang bayi yang engkau muliakan kami di depannya, siapa namanya? Abdul Muthallib menjawab: aku menamakannya "Muhammad". Mereka berkata; mengapa engkau lebih suka nama itu dari pada nama-nama keluarganya? Abdul Muthallib menjawab: aku berharap Allah memujinya di langit dan makhluk-Nya di bumi."
Jika di hari biasa saja kita diharuskan untuk bersyukur dan bergembira atas adanya Rasulullah ﷺ sebagai rahmat dan keberkahan dengan memperbanyak membaca shalawat, apalagi jika kita melakukannya pada bulan dan hari kelahirannya. Maka hal itu bukan hanya dianjurkan, tetapi dikukuhkan keharusannya. Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki memberikan penegasan dalam hal ini:
فَالْفَرَحُ بِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَطْلُوْبٌ فِي كُلِّ وَقْتٍ وَفِي كُلِّ نِعْمَةٍ وَعِنْدَ كُلِّ فَضْلٍ وَلَكِنَّهُ يَتَأَكَّدُ فِي كُلِّ يَوْمِ اثْنَيْنِ وَفِي كُلِّ شَهْرِ رَبِيْعْ لِقُوَّةِ الْمُنَاسَبَةِ وَمُلَاحَظَةِ الْوَقْتِ وَمَعْلُوْمٌ أَنَّهُ لَا يَغْفَلُ عَنِ الْمُنَاسَبَةِ وَيُعْرِضُ عَنْهَا عَنْ وَقْتِهَا اِلَّا مُغَفَّلٌ أَحْمَقُ
"Berbahagia dengan kehadiran Rasulullah ﷺ di dunia dianjurkan pada setiap waktu. Setiap mendapat kenikmatan dan karunia-Nya. Akan tetapi, anjuran tersebut menjadi sangat dikukuhkan pada setiap hari Senin dan bulan Rabiul Awal karena korelasi yang kuat dan momen waktu yang selayaknya diperhatikan. Sudah menjadi kemakluman bersama tidak akan melupakan dan berpaling dari sebuah momen peristiwa besar kecuali orang yang lalai dan bodoh."
Akhirnya kita berkesimpulan bahwa menyambut Maulid Nabi Muhammad ﷺ dengan atau tanpa dirayakan adalah bentuk pengharapan kita dalam meraih rahmat dan keberkahan dari Allah SWT. Dengan menyambut Maulid Nabi, mudah-mudahan kelak kita akan berkumpul dan mendapatkan Syafa'atnya di hari akhir. Aamiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهٗ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHOTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
(rhs)