Tadabbur An-Nur Ayat 22: Perintah Membantu Kerabat dan Asbabun Nuzulnya
loading...
A
A
A
Ustaz Mukhlis Mukti Al-Mughni
Dai Lulusan Al-Azhar Mesir,
Yayasan Pustaka Afaf
Salah satu bentuk godaan setan adalah mencarikan dalih agar seseorang enggan membantu orang lain atau kerabat yang hidup dalam kekurangan. An-Nur Ayat 22 ayat ini berkaitan dengan sikap Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu yang enggan membantu kerabatnya karena dianggap berbuat salah.
Allah menurunkan ayat ini sebagai peringatan untuk beliau agar memaafkannya dan melapangkan dada. Berikut firman-Nya dalam lanjutan tadabbur An-Nur ayat 22:
Artinya: "Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS An-Nur Ayat 22)
Pesan dan Hikmah
1. Ayat ini turun berkenaan dengan sikap Abu Bakar yang tegas memperlakukan kerabatnya Misthah bin Ustsatsah yang terlibat meyebarkan berita bohong perselingkuhan istri Nabi (Aisyah radhiyallahu 'anha) dengan memutus bantuannya. Keluarga Misthah hidup dalam kekurangan, hidupnya banyak dibantu Abu Bakar.
2. Abu Bakar orang yang dikenal berhati lembut dan penyantun serta dermawan. Ketegasan kala itu dipicu situasi dan kondisi, namun beruntung beliau diingatkan Allah. Hal senada juga pernah terjadi saat dimasa pemerintahannya ada kaum murtad dan enggan mengeluarkan zakat, sehingga beliau mengeluarkan kebijakan tegas untuk memerangai mereka, sekalipun sempat terjadi penolakan dari Umar yang akhirnya dimaklumi dan disetujui oleh banyak sahabat.
3. Karenanya sejarah Islam tidak hanya dipenuhi oleh satu karakter dari tokoh-tokohnya, namun juga banyak warna karakter yang distimulasi oleh keadaan. Beginilah seharusnya umat Islam bersikap, ada saatnya diam dan ada saatnya bergerak. Tidak semua keadaan harus disikapi sama.
4. Balasan atas kejahatan yang dilakukan orang lain jika kita yang membalasnya bisa berlebihan dan bisa tidak pas, karenanya serahkan saja balasan kejahatan kepada Allah yang Meha Kuat dan Membalas.
5. "Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada." Inilah sikap yang diminta Allah kepada Abu Bakar dan yang semisalnya. Memaafkan dan berlapang dada, tidak perlu hukuman atas mereka, seakan tidak terjadi apa-apa. Ini merupakan sikap yang mulia dan lebih mendatangkan maaf dan ampuan dari Allah. Jadi sikap inilah yang dipilih oleh Abua Bakar, bukan saja memaafkan akan tetapi melanjutkan bantuannya kepada keluarga Misthah. Perhatikan suarat An-Nahl ayat 126. "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar."
6. "Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." Sikap demikian berarti meneladani sifat Allah yang memaafkan hamba-Nya yang ingin bertaubat sungguh-sungguh dan tetap memberikan rezeki kepada yang durhaka, maksiat bahkan kafir terhadap-Nya. Berbuat baik kepada orang yang baik kepada kita adalah biasa. Tapi tetap berbuat baik kepada orang yang tidak baik kepada kita inilah amalan istimewa.
7. Tidak sedikit dari kaum beriman kala itu yang sadar dan bertaubat dari sekedar membicarakan, menyebarkan bahkan ada yang meyakini kebenaran isu tersebut. Untungya berkat karunia dan rahmat Allah, kesaalahan itu tidak menghapus kebaikan, namun sebaliknya, kebaikanlah yang bisa menghapus kesalahan. "....Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat." (QS Hud ayat 114)
(Bersambung)!
Dai Lulusan Al-Azhar Mesir,
Yayasan Pustaka Afaf
Salah satu bentuk godaan setan adalah mencarikan dalih agar seseorang enggan membantu orang lain atau kerabat yang hidup dalam kekurangan. An-Nur Ayat 22 ayat ini berkaitan dengan sikap Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu yang enggan membantu kerabatnya karena dianggap berbuat salah.
Allah menurunkan ayat ini sebagai peringatan untuk beliau agar memaafkannya dan melapangkan dada. Berikut firman-Nya dalam lanjutan tadabbur An-Nur ayat 22:
وَلَا يَأْتَلِ اُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ اَنْ يُّؤْتُوْٓا اُولِى الْقُرْبٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَالْمُهٰجِرِيْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۖوَلْيَعْفُوْا وَلْيَصْفَحُوْاۗ اَلَا تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: "Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS An-Nur Ayat 22)
Pesan dan Hikmah
1. Ayat ini turun berkenaan dengan sikap Abu Bakar yang tegas memperlakukan kerabatnya Misthah bin Ustsatsah yang terlibat meyebarkan berita bohong perselingkuhan istri Nabi (Aisyah radhiyallahu 'anha) dengan memutus bantuannya. Keluarga Misthah hidup dalam kekurangan, hidupnya banyak dibantu Abu Bakar.
2. Abu Bakar orang yang dikenal berhati lembut dan penyantun serta dermawan. Ketegasan kala itu dipicu situasi dan kondisi, namun beruntung beliau diingatkan Allah. Hal senada juga pernah terjadi saat dimasa pemerintahannya ada kaum murtad dan enggan mengeluarkan zakat, sehingga beliau mengeluarkan kebijakan tegas untuk memerangai mereka, sekalipun sempat terjadi penolakan dari Umar yang akhirnya dimaklumi dan disetujui oleh banyak sahabat.
3. Karenanya sejarah Islam tidak hanya dipenuhi oleh satu karakter dari tokoh-tokohnya, namun juga banyak warna karakter yang distimulasi oleh keadaan. Beginilah seharusnya umat Islam bersikap, ada saatnya diam dan ada saatnya bergerak. Tidak semua keadaan harus disikapi sama.
4. Balasan atas kejahatan yang dilakukan orang lain jika kita yang membalasnya bisa berlebihan dan bisa tidak pas, karenanya serahkan saja balasan kejahatan kepada Allah yang Meha Kuat dan Membalas.
5. "Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada." Inilah sikap yang diminta Allah kepada Abu Bakar dan yang semisalnya. Memaafkan dan berlapang dada, tidak perlu hukuman atas mereka, seakan tidak terjadi apa-apa. Ini merupakan sikap yang mulia dan lebih mendatangkan maaf dan ampuan dari Allah. Jadi sikap inilah yang dipilih oleh Abua Bakar, bukan saja memaafkan akan tetapi melanjutkan bantuannya kepada keluarga Misthah. Perhatikan suarat An-Nahl ayat 126. "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar."
6. "Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." Sikap demikian berarti meneladani sifat Allah yang memaafkan hamba-Nya yang ingin bertaubat sungguh-sungguh dan tetap memberikan rezeki kepada yang durhaka, maksiat bahkan kafir terhadap-Nya. Berbuat baik kepada orang yang baik kepada kita adalah biasa. Tapi tetap berbuat baik kepada orang yang tidak baik kepada kita inilah amalan istimewa.
7. Tidak sedikit dari kaum beriman kala itu yang sadar dan bertaubat dari sekedar membicarakan, menyebarkan bahkan ada yang meyakini kebenaran isu tersebut. Untungya berkat karunia dan rahmat Allah, kesaalahan itu tidak menghapus kebaikan, namun sebaliknya, kebaikanlah yang bisa menghapus kesalahan. "....Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat." (QS Hud ayat 114)
(Bersambung)!
(rhs)