Pentingnya Menjaga Nikmat Afiyah Dunia dan Akhirat

Jum'at, 19 Januari 2024 - 10:05 WIB
loading...
Pentingnya Menjaga Nikmat Afiyah Dunia dan Akhirat
Nikmat afiyah adalah kebaikan dari banyaknya kebaikan-kebaikan keduniaan. Siapa saja yang dianugerahi nikmat tersebut, maka ia memperoleh kesejahteraan yang berlimpah, karenanya kita harus menjaga nikmat afiyah tersebut. Foto ilustrasi/SINDOnews
A A A
Nikmat afiyah adalah kebaikan dari banyaknya kebaikan-kebaikan keduniaan. Siapa saja yang dianugerahi nikmat tersebut, maka ia memperoleh kesejahteraan yang berlimpah.

Dalam hal ini sebagian ahli tafsir, seperti Imam Qatadah dan yang lainnya, menafsirkan kalimat al-hasanah—kebaikan—di dunia sebagai as-shihhah wal ‘afiyah.

Seperti pada firman Allah subhanahu wata’ala:

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ


“Dan di antara mereka ada yang berdoa,‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.’”(QS Al Baqarah : 201)

Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim-nya, mengatakan bahwa pendapat yang paling dzahir atau jelas dalam menafsirkan kalimat “hasanah fid dunya” dalam firman Allah tersebut maksudnya adalah “al-’ibadah wal ‘aafiyah”, ibadah dan kesehatan atau kesejahteraan. Hasanah fil akhirah, kebaikan di akhirat, adalah berupa surga dan ampunan-Nya—maghfirah, dan dikatakan pula bahwa hasanah (kebaikan) tersebut mencakup kebaikan dunia dan akhirat.

Dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, hadis riwayat Muslim no. 4853, diceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjenguk seseorang dari kaum muslimin yang sakit dan sangat kurus bagaikan anak burung. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya,

هَلْ كُنْتَ تَدْعُو بِشَيْءٍ أَوْ تَسْأَلُهُ إِيَّاهُ؟


“Apakah kamu pernah berdoa atau meminta sesuatu?” Lalu laki-laki itu menjawab,

نَعَمْ. كُنْتُ أَقُولُ اللَّهُمَّ مَا كُنْتَ مُعَاقِبِي بِهِ فِي الْآخِرَةِ فَعَجِّلْهُ لِي فِي الدُّنْيَا


“Ya, aku pernah berdoa,‘Ya Allah, jika Engkau akan menyiksaku di akhirat, maka segerakanlah siksaan itu untukku di dunia.’”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

سُبْحَانَ اللَّهِ لَا تُطِيقُهُ أَوْ لَا تَسْتَطِيعُهُ. أَفَلَا قُلْتَ: اللَّهُمَّ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ


“Subhanalah, kamu tidak akan mampu itu. Mengapa kamu tidak berdoa,‘Ya Allah berikan kepada kami di dunia kebaikan dan di akhirat kebaikan serta peliharalah kami dari azab neraka.’ Lalu beliau mendoakan orang itu dan Allah pun memberikan kesembuhan kepadanya.”

Ustaz Dr. (C) Mubin Amrulloh, Lc., menjelaskan, saking berharganya nikmat afiyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa memohon dan berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala agar dikaruniai nikmat Allah tersebut, baik ketika dalam salat maupun di luar salat.

Seperti doa Baginda Nabi yang termasuk bagian dari salah satu redaksi bacaan doa iftitah salat,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، وَاهْدِنِي وَارْزُقْنِي، وَعَافِنِي، أَعُوذُ بِاللهِ مِنْ ضِيقِ المَقَامِ يَوْمَ القِيامَةِ


Dan doa ketika duduk di antara dua sujud,

رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي، وَعَافِنِي، وَاعْفُ عَنِّي


Juga doa saat qunut Subuh,

الَّلهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيْمَنْ عَافَيْتَ


Termasuk dalam kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di waktu pagi dan petang adalah memohon agar dikaruniai nikmat al-’afiyah, seperti pada doa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَتِي، وَآمِنْ رَوْعَاتِي


Tidak hanya itu, al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 637 meriwayatkan, bahkan ketika ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya kepadanya,

يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ الدُّعَاءِ أَفْضَل؟


“Wahai Rasulullah, doa apa yang paling utama?” beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,

سَلِ اللهَ العَفْوَ وَالعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ


“Mintalah kepada Allah al-’afwu, ampunan, dan al-’afiyah—kesehatan dan keselamatan—di dunia dan di akhirat.”

Kemudian laki-laki tadi keesokan harinya datang lagi kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dan kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama. Ia katakan,

يَا نَبِيَّ اللهِ، أَيُّ الدُّعَاءِ أَفْضَلُ؟
]

“Wahai Nabinya Allah, doa apa yang paling utama?” Rasul menjawab,

سَلِ اللهَ العَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، فَإِذَا أُعْطِيْتَ العَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، فَقَدْ أَفْلَحْتَ


“Mintalah al-’afiyah (kesehatan, keselamatan) kepada Allah di dunia dan di akhirat. Apabila engkau diberi kesehatan dan keselamatan di dunia dan di akhirat, sungguh engkau telah beruntung.”

Menjaga Nikmat Afiyah

Ustaz Dr. (C) Mubin Amrulloh, Lc. dalam ceramahnya yang dikutip di laman dakwah.id menjelaskan, sesungguhnya nikmat al-’afiyah menjadi suatu anugerah yang begitu agung yang Allah berikan kepada segenap hamba-Nya. Ia lebih utama dari kekayaan, pangkat, dan kedudukan.

Karenanya, tidaklah semua kesenangan itu dapat kita rasakan kenikmatannya kecuali jika disertai dengan nikmat keselamatan dan nikmat kesehatan.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayat Imam at-Tirmidzi hadits nomor 2346, dan Imam Ibnu Majah hadis nomor 4280,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ سِرْبِهِ، مُعَافًى فِيْ جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا


“Siapa yang di pagi hari dalam kondisi aman jiwanya, sehat raganya, dan dia punya bahan makanan yang cukup di hari itu, maka seolah-olah dunia telah dikumpulkan untuknya.”

"Untuk itu, mari kita jaga nikmat ini sebaik-baiknya dengan selalu memaksimalkan kebersyukuran kita. Baik lisan kita dengan banyak memuji-Nya, maupun anggota badan kita dengan mengupayakan ketaatan yang sempurna,"ujarnya.

Ketaatan yang tidak diiringi dengan riya’, iri hati, dengki, dan penyakit-penyakit hati lainnya. Ketaatan karena didorong rasa cinta yang suci kepada-Nya, ketaatan karena didorong pengharapan akan ridha dan surga-Nya.



Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1243 seconds (0.1#10.140)