Ijtihad Tarawih dari Masa ke Masa, di Era Umar Bin Abdul Aziz 36 Rakaat

Jum'at, 01 Mei 2020 - 05:47 WIB
loading...
A A A
Dari Anas bin Malik r.a. mengatakan bahwa Nabi SAW mengajak istrinya malam 21 Ramadhan untuk salat malam sampai sepertiga malam. Kemudian beliau ajak lagi di malam ke 22, dan salat bersamanya sampai pertengahan malam. Lalu di malam ke 23 mereka salat malam sampai 2/3 malam. Kemudian Nabi SAW juga mengajaknya lagi untuk salat di malam 24, dan mereka salat sampai subuh. Dan Nabi SAW tidak lagi mengajaknya kemudian.

Menurut Ahmad Zarkasih, hadis-hadis yang disebutkan itu sebetulnya menjadi informasi bagi kita bahwa memang syariat salat malam di malam-malam Ramadhan ketika awal-awal pensyariatannya, masih berupa anjuran umum.

Dan datangnya Nabi SAW kepada sahabat yang sedang beribadah di masjid Nabawi lalu mengikuti jadi makmum Beliau, dan salatnya Beliau sendirian di rumah lalu di malam berikutnya mengajak istri untuk berjamaah, memberikan banyak informasi dasar tentang salat malam di Ramadhan.

Pertama, itu berarti salat malam di Ramadhan, waktunya tidak pernah ditentukan, apakah ia di awal atau di tengah atau di akhir.

Kedua, salat malam yang dikerjakan di malam Ramadhan itu tidak diharuskan dikerjakan sendiri atau berjamaah. Keduanya boleh dilakukan. Nabi SAW pun melakukan keduanya.

Ketiga, Nabi SAW tidak ingin memberatkan umatnya. Dalam keadaan sendiri, Nabi SAW mengerjakan salat dengan pengerjaan yang lama. Tapi ketika ia mengerjakan di masjid lalu sadar diikuti oleh sahabat di belakangannya, Nabi mempercepat itu agar tidak memberatkan.

Keempat, riwayat yang sampai kepada kita terkait awal-awal pensyariatan qiyam Ramadhan, tidak pernah disebutkan ada batasan jumlah rakaat, baik itu minimal atau maksimal. Nabi SAW tidak diriwayatkan secara eksplisit Nabi SAW menganjurkan jumlah rakaat tertentu.

Nabi SAW hanya mengimami sebanyak 3 malam. Menurut Zarkasih tu terjadi di malam ke 23, 25, dan juga 27, dengan waktu salat yang lamanya berbeda-beda.

Anak-anak Menjadi Imam
Setelah Rasululullah wafat dan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu (RA), menjabat sebagai khalifah, di kalangan sahabat maupun di masjid Nabawi masih mempraktikkan salat tarawih seperti yang dilakukan Rasulullah.

Dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Malik dalam kitabnya al-Muwatho’, beliau meriwayatkan anjuran Nabi SAW tentang menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan ibadah akan tetapi anjuran itu tidak mantap. Bahasa Fiqih-nya; bighairi ‘azimah.

Kemudian anjuran tersebut disambung dengan pernyataan Ibn Syihab yang menyebut bahwa apa yang terjadi di masa Nabi hidup itu berlaku juga juga tidak berubah di masa Sayyidina Abu Bakar menjabat sebagai khalifah sampai pada masa awal-awal Sayyidina Umar RA menjabat. Dan bahkan riwayat ini pun termaktub dalam kitab sahih-nya Imam al-Bukhari dan juga Imam Muslim dengan redaksi yang sama.

Ibn Syihab berkata: Nabi SAW wafat dan keadaan (salat malam Ramadhan) begitu saja di masa Abu Bakar RA dan masa awal-awal menjabatnya Sayyidina Umar RA (HR Malik)

Hanya saja, ada riwayat yang disebutkan dalam beberapa kitab hadis, termasuk oleh Imam al-Marwadzi dalam kitabnyanya Qiyam Ramadhan, tentang Sayyidah ‘Aisyah yang memasakkan qaliyyah 14 dan juga khusykar 15; yakni sejenis roti untuk anak-anak yang menjadi Imam mereka.

Dari sayyidah ‘Aisyah, kami menjadikan anak-anak dari kuttab 16 (pondok Qur’an) untuk kami jadikan imam salat kami di bulan Ramadhan, lalu kami masakan untuk mereka qaliyyah dan juga khusykar.

Sheikh ‘Athiyah Salim dalam kitabnya al-Tarawih Aktsar min Alfi ‘Aam, menyebut bahwa riwayat Sayyidah ‘Aisyah yang menjadikan anak-anak penghafal Qur’an menjadi Imam untuk salat malam mereka di Ramadhan ini terjadi di zaman Abu Bakar RA menjabat sebagai khalifah. Karena itu tidak terjadi di zaman Nabi.

Menurut Ahmad Zarkasih Lc, kejadian ini mungkin berangkat dari apa yang pernah disebutkan oleh Nabi SAW untuk mengangkat imam, orang yang paling banyak hafalan Qur’annya. Dan mungkin ketika itu, anak-anak dari Kuttab itulah yang paling banyak hafalan Qur’annya dibanding yang lain. Maka jadilah mereka imam.

Di samping itu, kata Syaikh ‘Athiyah Salim, di masjid Nabawi muncul fenomena saling membagus-baguskan bacaan agar banyak diikuti oleh makmum. Karena memang tidak ada komando satu jamaah. Jamaah mengikuti siapa yang bagi mereka bagus bacaannya.

Istilah Tarawih
Menurut Ahmad Zarkasih Lc, istilah tarawih belum dikenal pada era Nabi SAW. "Nabi menyebutnya bukan dengan istilah tarawih, tapi dengan nama qiyam Ramadhan, yakni penghidupan atas malam Ramadhan," tuturnya. "Maksudnya ibadah guna menghidupkan malam-malam Ramadhan," jelasnya.

Dewan pengajar di Pesantren Mahasiswa Ihya’ Qalbun Salim di Lebak Bulus Jakarta ini menjelaskan munculnya nama tarawih untuk menyebut salat sunah malam Ramadhan ini bisa jadi ada beberapa kemungkinan. Salah satunya adalah apa yang terjadi di masa Khalifat Umar bin al-Khathtab. Yakni dari riwayat Imam al-Marwadzi dalam kitabnya Kitab Qiyam Ramadhan.

"Dari al-Hasan rahimahullah. Umar RA memerintahkan Ubai untuk menjadi imam pada qiyam Ramadhan, dan mereka tidur di seperempat pertama malam. Lalu mengerjakan salat di 2/4 malam setelahnya. Dan selesai di ¼ malam terakhir, mereka pun pulang dan sahur. Mereka membaca 5 sampai 6 ayat pada setiap rakaat. Dan salat dengan 18 rakaat yang salam setiap 2 rakaat, dan memberikan mereka istirahat sekadar berwudhu dan menunaikan hajat mereka."
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1370 seconds (0.1#10.140)