Rukun Iman dan Islam: Aspek Bersih Bukan Hanya Berkenaan dengan Harta Benda Saja

Jum'at, 05 April 2024 - 02:00 WIB
loading...
Rukun Iman dan Islam:...
konsep bersih bukanlah suatu konsep yang berkenaan dengan harta benda saja, tapi mencakup seluruh aspek dan segi kehidupan manusia. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
A Rahman Zainuddin mengatakan dalam pemikiran Islam, konsep "bersih" bukanlah suatu konsep yang berkenaan dengan harta benda saja, tapi mencakup seluruh aspek dan segi kehidupan manusia.

"Dapat dikatakan bahwa seluruh ajaran Islam telah direkayasa untuk menciptakan suatu kehidupan yang bersih bagi manusia, dalam hal kepercayaannya, pemikirannya, dan juga tingkah lakunya," tulis A. Rahman Zainuddin dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" bab "Zakat Implikasinya pada Pemerataan".

Menurutnya, pembersihan dan pemurnian dasar-dasar pemikiran dan titik tolak dalam hidup terjelma dengan jelas dalam rukun iman yang enam.

"Sebelum segala sesuatunya, manusia harus mempunyai titik tolak keimanan yang bersih dalam hidup ini," ujarnya.



Berdasarkan pemikiran tersebut maka kepercayaan pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, adalah pemurnian kepercayaan par excellence.

Dengan kepercayaan itu manusia mendapatkan makna yang baru dan dimensi yang lebih dalam tentang ikatan yang dimilikinya dalam alam semesta ini.

Tauhid adalah proses pembebasan manusia yang tiada tara. Proses ini mencakup segala hubungan yang ada, seperti hubungan antara manusia dengan dirinya, antara manusia dengan sesama, dan antara manusia dengan alam semesta, yang merupakan lokus sementara baginya dalam kehidupan duniawi ini. Dengan konsep tauhid, segala tali hubungan itu telah mendapatkan unsur transendensinya.

Segala hubungan itu dibangun kembali, sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditentukan Tuhan.

Dengan petunjuk dan iradah-Nya pulalah ditentukan bahwa manusia diciptakan di atas dunia ini bukan sebagai robot yang telah diprogramkan sampai pada perincian-perinciannya, tapi suatu makhluk yang telah diberi kemampuan menentukan nasibnya sendiri ( QS al-Ra'd : 11).

Dengan demikian hidup manusia telah berubah menjadi kehidupan yang benar-benar selaras, serasi dan seimbang dengan ketentuan-ketentuan Ilahi.

Kepercayaan pada para rasul tak lain daripada kepercayaan akan jembatan yang terdapat antara bumi dan langit, dan dengan demikian manusia menjadi sadar akan satunya dunia yang terlihat dengan dunia yang tak terlihat.



"Dan antara kedua dunia itu terdapat saluran komunikasi yang berbentuk para rasul itu,"jelas A. Rahman Zainuddin.

Menurutnya, kepercayaan pada buku-buku suci adalah kepercayaan bahwa komunikasi yang telah terjadi itu direkam untuk kepentingan umat manusia. Tapi sayang sekali bahwa manusia, dalam pandangan Islam, cenderung untuk "campur-tangan" dalam arti yang sesungguhnya dalam masalah rekaman komunikasi antara langit dan bumi itu, sehingga dalam kepercayaan orang Islam, dengan mengecualikan al-Qur'an, semua buku-buku yang terdahulu telah mengalami kerancuan karena campur-tangan manusia dalam bentuk yang tak semestinya itu.

Hanya al-Qur'an-lah yang telah memperoleh jaminan Tuhan untuk diperlihara kemurniannya sampai hari kiamat, tanpa mengalami pencemaran seperti telah dialami buku-buku suci lain.

Dan sekaligus al-Qur'an itu jugalah yang merupakan koreksi total dan terakhir segala buku suci yang terdapat sebelumnya.

Kepercayaan pada para malaikat adalah kepercayaan yang mengajarkan pada manusia bahwa apa yang ada itu bukanlah apa yang mereka raba, lihat dan rasakan saja.

Di balik eksistensi alam yang mereka indrai masih terdapat alam lain, yaitu alam malakut, yang lebih tinggi tingkatannya dari alam dunia (yang rendah) yang diindrai manusia ini. Sekaligus kepercayaan tersebut merupakan peringatan bagi manusia, bahwa kemampuan rasionalitas mereka terbatas dalam suatu rentangan eksistensi yang relatif kecil sekali.



Oleh karena itu, tepatlah kiranya apa yang tersebut dalam al-Qur'an bahwa "Tuhan Maha Tahu dan kamu tak mengetahui" ( QS. al-Baqarah : 232; 'Ali Imran : 66; dan al-Nahl : 74).

Kepercayaan terhadap hari akhirat, di samping mengantarkan manusia ke alam yang belum pernah mereka alami, juga menyadarkan mereka bahwa kehidupan dunia ini bukanlah suatu kehidupan tanpa arti dan makna, yang hanya akan berakhir apabila manusia telah sampai pada kematian.

Hidup di dunia ini adalah suatu kehidupan yang serius yang harus dijalani dengan penuh keseriusan pula, karena ia merupakan babak pendahuluan yang pendek bagi suatu kehidupan lain yang jauh lebih kekal dan lebih abadi.

Jenis kehidupan akhirat yang akan ditemui manusia nanti, ditentukan oleh cara-cara ia melalui kehidupan dunia ini. Kehidupan akhirat itulah yang lebih baik dan lebih kekal ( QS. al-A'la : 17).

Di samping itu, kepercayaan akan kehidupan akhirat meminta manusia hidup dalam suasana yang penuh tanggung jawab, karena segala sesuatu yang dilakukannya akan diperlihatkan kepadanya nanti, dan akan diminta pertanggung jawabannya. Malah perilaku manusia ini nanti akan disaksikan Allah dan Rasul-Nya dan seluruh orang-orang yang beriman ( QS al-Taubah : 94,105).



Kepercayaan pada takdir (al-qadr) yang baik dan yang tak baik juga merupakan pelajaran tentang bagaimana kecil dan lemahnya manusia sebagai suatu eksistensi, terlepas dari kemandiriannya dan kebebasannya dalam beribadah dan mengubah hidupnya sesuai dengan keinginannya, ia adalah makhluk yang penuh ketergantungan terhadap faktor-faktor yang dapat dikatakan seluruhnya berada di luar pengendaliannya.

Dengan bertumpu pada keenam dasar yang kokoh kuat ini, manusia telah berada dalam kondisi sebaik-baiknya untuk mengarungi alam tindakan, atau alam praktis, yang terlambang dalam lima rukun islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat dan ibadah
haji.

Syahadat adalah pernyataan kebulatan tekad untuk menyatukan bumi dan langit dalam diri kita, dengan mengakui tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu pesuruh Allah.

Salat selain merupakan mi'rajnya orang-orang yang beriman, juga memiliki aspek pemusatan pemikiran terhadap tujuan, aspek memupuk kehidupan sosial dalam masyarakat, yang juga menggalakkan kepatuhan pada pimpinan, tanpa menghilangkan hak kontrol sosial dan hak menegur dalam setiap tahap dari pelaksanaannya. Internalisasi penderitaan dalam rangka memupuk rasa solidaritas sesama manusia, selain dari kepatuhan pada Tuhan, terjelma dalam ibadah puasa. Sedangkan manifestasi dan pembuktian yang bersifat kebendaan dari solidaritas ini tampak dalam zakat yang membersihkan jiwa dan harta manusia.

Dalam haji terlihat aspek kesatuan dan persamaan umat manusia, aspek kehidupan internasional, aspek pengorbanan, aspek pernyataan hak-hak asasi manusia dalam Islam, dan lain sebagainya.



Dengan demikian, secara sepintas lalu telah tampak bagaimana rukun iman dan rukun Islam merupakan sarana menciptakan suatu kehidupan dunia yang lebih bermakna, sebagai pendahuluan bagi manusia dalam menuju kehidupan akhirat yang "lebih baik dan lebih kekal."

Dengan kedua rukun itu, kehidupan manusia diharapkan menjadi bersih dan transendental, baik dalam dasar-dasar teoritisnya, maupun dalam praktiknya.
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3454 seconds (0.1#10.140)