Cara Menghitung 1.000 Hari Orang Meninggal Beserta Hukum Tahlilan
loading...
A
A
A
Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitabnya, Al-Hawi li al-Fatawi, menjelaskan bahwa sedekah untuk mayit adalah diperbolehkan dan pahalanya akan sampai kepada mereka.
Sebagian besar ulama sepakat bahwa bersedekah untuk mayit adalah diperbolehkan, dan pahala sedekah akan sampai kepada mereka. Mereka mengutip hadis yang menyatakan bahwa pahala sedekah akan bertahan selama beberapa hari setelahnya.
Adapun pengkhususan waktu tertentu untuk membaca Al-Quran dan kalimat thayyibah untuk mayit juga diperbolehkan oleh sebagian ulama. Hadis riwayat Ibnu Umar menunjukkan kebolehan ini dengan menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW biasa mengunjungi Masjid Quba setiap hari Sabtu untuk beribadah.
"Seseorang mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu berkata: “Hai Rasulullah. Sesungguhnya ibuku meninggal dalam keadaan tiba-tiba, dan belum berwasiat. Saya rasa seandainya sebelum meninggal dia sempat berbicara, dia akan bersedekah. Apakah dia mendapatkan pahala jika saya bersedekah untuknya?”
Rasulullah bersabda: “Ya.”
Imam Nawawi dari mazhab Syafi'i’ dalam Shahih Muslim bi Syarhi An-Nawawi berkata hadis tersebut menjelaskan bahwa bersedekah untuk mayit bermanfaat, dan pahala sedekah sampai kepadanya. Para ulama bersepakat tentang sampainya pahala sedekah kepada mayit.
Dengan demikian, melaksanakan selamatan untuk orang yang meninggal pada hari-hari tertentu seperti 7 hari berturut-turut setelah kematian, hari ke-40, ke-100, ke-1000, malam Jumat, atau malam lainnya adalah diperbolehkan dalam Islam. Ulasan ini menyampaikan panduan mengenai cara menghitung 1.000 hari orang meninggal dan hukum-hukum terkait selamatan tahlilan.
Sebagian besar ulama sepakat bahwa bersedekah untuk mayit adalah diperbolehkan, dan pahala sedekah akan sampai kepada mereka. Mereka mengutip hadis yang menyatakan bahwa pahala sedekah akan bertahan selama beberapa hari setelahnya.
Adapun pengkhususan waktu tertentu untuk membaca Al-Quran dan kalimat thayyibah untuk mayit juga diperbolehkan oleh sebagian ulama. Hadis riwayat Ibnu Umar menunjukkan kebolehan ini dengan menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW biasa mengunjungi Masjid Quba setiap hari Sabtu untuk beribadah.
أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا، وَلَمْ تُوصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ. أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا. قَالَ نَعَمْ
"Seseorang mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu berkata: “Hai Rasulullah. Sesungguhnya ibuku meninggal dalam keadaan tiba-tiba, dan belum berwasiat. Saya rasa seandainya sebelum meninggal dia sempat berbicara, dia akan bersedekah. Apakah dia mendapatkan pahala jika saya bersedekah untuknya?”
Rasulullah bersabda: “Ya.”
Imam Nawawi dari mazhab Syafi'i’ dalam Shahih Muslim bi Syarhi An-Nawawi berkata hadis tersebut menjelaskan bahwa bersedekah untuk mayit bermanfaat, dan pahala sedekah sampai kepadanya. Para ulama bersepakat tentang sampainya pahala sedekah kepada mayit.
Dengan demikian, melaksanakan selamatan untuk orang yang meninggal pada hari-hari tertentu seperti 7 hari berturut-turut setelah kematian, hari ke-40, ke-100, ke-1000, malam Jumat, atau malam lainnya adalah diperbolehkan dalam Islam. Ulasan ini menyampaikan panduan mengenai cara menghitung 1.000 hari orang meninggal dan hukum-hukum terkait selamatan tahlilan.
(mhy)