Beratnya Medan Mina Menguji Kekuatan Fisik Petugas saat Melayani Jemaah Haji Indonesia

Selasa, 18 Juni 2024 - 06:37 WIB
loading...
Beratnya Medan Mina Menguji Kekuatan Fisik Petugas saat Melayani Jemaah Haji Indonesia
Mabit di Mina menjadi ujian terberat bagi perjalanan petugas haji dalam melayani jemaah haji Indonesia. Foto/Andryanto Wisnuwidodo
A A A
JAKARTA - Mabit di Mina menjadi ujian terberat bagi perjalanan petugas haji dalam melayani jemaah haji Indonesia. Medan Mina yang jalurnya berkilometer dari Maktab, padat, dengan disertai suhu panas menyengat benar-benar menguji kekuatan fisik petugas haji.

Mabit di Mina menjadi tahapan terberat fase puncak haji Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Sebab, jemaah tinggal lebih lama di tenda Mina. Selain itu, jika di Arafah dan Muzdalifah jemaah relatif hanya berdiam di tenda, di Mina ada aktivitas lontar jumrah.

Saya pun merasakan sendiri betapa beratnya menjalankan tugas petugas haji di Mina. Sebagai petugas, saya harus mengarahkan jemaah haji yang akan ke jamarat untuk melempar jumrah.

Ketika jemaah selesai melempar jumrah pukul 12 siang waktu Arab Saudi, saya mengarahkan jemaah kembali ke maktab dengan melewati terowongan Mina yang panjang. Sekali perjalanan ke Maktab ke jamarat bisa mencapai 5 hingga 6 kilometer.

Bahkan, saya harus mengantarkan jemaah lanjut usia yang akan kembali ke maktab. Seperti ketika saya mengantarkan tujuh jemaah lanjut usia.

Awalnya, seusai saya melempar jumrah Aqaba, dengan masih mengenakan ihram, saya akan kembali ke maktab. Di sana ratusan ribu jemaah haji Indonesia menempati maktab-maktab untuk melakukan mabit (menginap).

Saat berjalan menuju jalan pulang, saya didatangi seorang kakek. Namanya Wariman. Saya kemudian bertanya, "Kakek mau ke mana?."

"Saya mau pulang, tadi terpisah dari rombongan," jawab kakek.

Saya kemudian meminta kartu id, smart card kakek Wariman untuk mencari tahu di mana maktabnya. Mina di puncak haji seperti saat ini sangat padat. Medan jamarat ke Mina lebih berat bagi lansia.

Mereka harus berjalan kaki berkilo-kilo meter. Jalan menuju ke sana ditutup. Kendaraan hanya bisa sampai di Syisyah sebelum terowongan yang menghubungkan Syisyah dan Mina.

Berjalan di siang hari sangat berisiko heat stroke. Maka jemaah haji disarankan untuk tidak melontar jumrah di waktu-waktu ini.

Namun tidak sedikit jemaah yang mengejar afdol melontar yaitu saat waktu duha padahal pemerintah sudah membagikan waktu kapan jemaah haji Indonesia melontar jumrah dengan pertimbangan mengutamakan keselamatan jemaah.

Misalnya sore jelang malam. Jika dilakukan di pagi hari, risiko berhimpitan dan terjepit jemaah bertubuh besar. Sore hari, cuaca cenderung tidak terlalu panas

Pemerintah Arab Saudi juga sudah menyiapkan tempat melontar hingga lantai tiga. Jemaah disarankan memilih lantai tiga. Lebih lapang meski harus melewati beberapa eskalator.

Mina memang menjadi medan tantangan tersendiri bukan hanya bagi jemaah tetapi juga petugas haji. Jalan berkilo-kilo mengharuskan jemaah harus mempersiapkan diri sebelum menuju ke sana. Menyiapkan fisik, istirahat dan tidur yang cukup dan tentunya makan dulu sebelum berangkat.

Jangan lupa membawa bekal air dan sedikit camilan. Rute yang panjang bisa membuat kelelahan yang sangat apalagi bagi mereka yang berisiko tinggi, lansia. Bekal air tidak hanya untuk menghapus dahaga tetapi juga untuk memercikkan kepala saat panas mulai menyerang.

Sejumlah jemaah haji Indonesia di jalur melontar ditemukan atau mendatangi petugas dengan berbagai keluhan. Ada yang kakinya melepuh, terkilir, haus, lapar dan masuk angin. Yang tidak tahu arah jalan pulang jauh lebih banyak.

Medan Mina mengharuskan petugas haji harus lebih kuat dan siaga menghadapi kasus-kasus di lapangan yang tidak terduga. Gemblengan di bimbingan teknis (bimtek) bagi petugas haji di Asrama Haji Pondok Gedhe yang dilaksanakan di dalam bulan Ramadan, ternyata menjadi bekal yang sangat membantu petugas haji menghadapi kondisi di lapangan.

Beratnya Bimtek tidak seberapa dibanding realitas. Petugas haji harus punya inisiatif yang tinggi tidak hanya persiapan fisik tetapi juga obat-obatan yang mungkin dibutuhkan jemaah Indonesia. Seperti salep untuk kaki melepuh, tolak angin, minyak gosok, oralit untuk mereka yang dehirasi dan air mineral baik untuk diri sendiri maupun untuk jemaah.

Petugas haji juga harus siap menyimpan air minum cadangan saat di jamarat. Banyak jemaah Indonesia yang dehidrasi karena kelamaan antre lempar jumrah ula, wustha, aqabah.

Ada juga jemaah di jalur melontar yang meminta pampers. Mungkin dia sudah kebelet buang air kecil sementara pampers yang dipakai sudah penuh dan membutuhkan pengganti.

Kehadiran petugas meringankan masalah yang dihadapi jemaah. Setidaknya ada teman saat tertinggal dari rombongan. Ada yang mengoleskan salep di kaki yang melepuh.

Dan pengabdian petugas haji menjadi wujud kesyukuran sebagaimana makna hakiki Mabit di Muzdalifah dan Mina yang merupakan bukti kesyukuran seluruh jemaah haji atas terealisasinya janji sebagai hamba.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1470 seconds (0.1#10.140)
pixels