Bila Jodoh Tak Kunjung Datang, Bolehkan Orang Tua Mencarikan Jodoh Anaknya?
loading...
A
A
A
Sudah umum di masyarakat, ketika seseorang terlambat menikah atau jodoh yang tak kunjung datang maka orang tua menjodohkan anak dengan pilihannya. Bolehkan mencarikan jodoh atau melakukan perjodohan tersebut dalam pandangan syariat?
Dalam Islam, salah satu di antara motivasi besar menikah, Allah Subhanahu wa ta'ala memerintahkan orang yang sudah menikah untuk turut menyukseskan terbentuknya pernikahan orang lain. Bagaimana maksudnya? Menurut Ustaz Ammi Nur Baits, kalimat tersebut mengandung arti bahwa jika dia wali, maka dia berkewajiban menikahkan para wanita yang berada di bawah kewaliannya dengan mencarikan calon suami yang baik.
"Demikian pula ketika anaknya laki-laki. Orang tua harus memberikan izin kepada putranya untuk menikahi wanita pilihannya, selama tidak ada madharat yang merugikan dirinya atau keluarganya setelah menikah,"ungkap pendakwah yang aktif di media ini.
Allah SWT berfirman,
”Kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. An-Nur: 32).
Makna: “orang-orang yang sedirian” adalah orang-orang yang belum menikah, baik laki-laki maupun perempuan.
Ibn Abbas mengatakan, Allah memotivasi mereka untuk menikah, Allah perintahkan kepada orang merdeka atau budak untuk menikah, dan Allah janjikan mereka dengan kekayaan melalui nikah. (Tafsir Ibn katsir, 6/51)
As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan,
Allah memerintahkan kepada para wali dan kepala keluarga untuk menikahkan setiap orang yang belum menikah, yang berada di bawah kewaliannya, baik laki-laki maupun perempuan, gadis maupun janda. Kewajiban keluarga dan wali anak yatim untuk menikahkan setiap anak yang siap menikah, yang wajib dia nafkahi.. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 567).
Al-Mardawi mengatakan, "Wajib bagi kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan biologis setiap orang yang wajib dia nafkahi, baik ayah, kakek, anak, cucu, dan yang lainnya, yang wajib dia nafkahi. Inilah pendapat yang kuat dalam madzhab hambali. (Al-Inshaf, 14/450).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Imam Ibn Utsaimin,
"Aku nasehatkan kepada para bapak (kepala rumah tangga), terkait putra – putri mereka, bertakwalah kepada Allah dalam mengurusi mereka. Karena ketika bapak mampu menikahkan putranya maka dia wajib menikahkannya, sebagaimana dia wajib memberi pakaian, memberi makan, minum, tempat tinggal kepadanya, dia juga wajib menikahkannya. (Al-Liqa as-Syahri, volume 28, no. 2)
"Penuhi hak mereka untuk menikah, sebagaimana Anda memenuhi hak mereka untuk hidup dengan layak,"pungkasnya.
Wallahu A’lam
Dalam Islam, salah satu di antara motivasi besar menikah, Allah Subhanahu wa ta'ala memerintahkan orang yang sudah menikah untuk turut menyukseskan terbentuknya pernikahan orang lain. Bagaimana maksudnya? Menurut Ustaz Ammi Nur Baits, kalimat tersebut mengandung arti bahwa jika dia wali, maka dia berkewajiban menikahkan para wanita yang berada di bawah kewaliannya dengan mencarikan calon suami yang baik.
"Demikian pula ketika anaknya laki-laki. Orang tua harus memberikan izin kepada putranya untuk menikahi wanita pilihannya, selama tidak ada madharat yang merugikan dirinya atau keluarganya setelah menikah,"ungkap pendakwah yang aktif di media ini.
Allah SWT berfirman,
وَاَنۡكِحُوا الۡاَيَامٰى مِنۡكُمۡ وَالصّٰلِحِيۡنَ مِنۡ عِبَادِكُمۡ وَاِمَآٮِٕكُمۡ ؕ اِنۡ يَّكُوۡنُوۡا فُقَرَآءَ يُغۡنِهِمُ اللّٰهُ مِنۡ فَضۡلِهٖ ؕ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيۡمٌ
”Kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. An-Nur: 32).
Makna: “orang-orang yang sedirian” adalah orang-orang yang belum menikah, baik laki-laki maupun perempuan.
Ibn Abbas mengatakan, Allah memotivasi mereka untuk menikah, Allah perintahkan kepada orang merdeka atau budak untuk menikah, dan Allah janjikan mereka dengan kekayaan melalui nikah. (Tafsir Ibn katsir, 6/51)
As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan,
Allah memerintahkan kepada para wali dan kepala keluarga untuk menikahkan setiap orang yang belum menikah, yang berada di bawah kewaliannya, baik laki-laki maupun perempuan, gadis maupun janda. Kewajiban keluarga dan wali anak yatim untuk menikahkan setiap anak yang siap menikah, yang wajib dia nafkahi.. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 567).
Siapa yang Wajib Dinikahkah?
Ustaz Ammi Nu Baits menjelaskan, kita sepakat bahwa setiap manusia wajib mendapatkan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Syariat menetapkan agar kewajiban itu ditanggung oleh orang yang memberi nafkah. Dari sini ulama menegaskan bahwa orang yang menanggung nafkah orang lain, juga berkewajiban menikahkan mereka. Karena menikah bagian dari kebutuhan dasar manusia sebagaimana sandang dan pangan.Al-Mardawi mengatakan, "Wajib bagi kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan biologis setiap orang yang wajib dia nafkahi, baik ayah, kakek, anak, cucu, dan yang lainnya, yang wajib dia nafkahi. Inilah pendapat yang kuat dalam madzhab hambali. (Al-Inshaf, 14/450).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Imam Ibn Utsaimin,
"Aku nasehatkan kepada para bapak (kepala rumah tangga), terkait putra – putri mereka, bertakwalah kepada Allah dalam mengurusi mereka. Karena ketika bapak mampu menikahkan putranya maka dia wajib menikahkannya, sebagaimana dia wajib memberi pakaian, memberi makan, minum, tempat tinggal kepadanya, dia juga wajib menikahkannya. (Al-Liqa as-Syahri, volume 28, no. 2)
"Penuhi hak mereka untuk menikah, sebagaimana Anda memenuhi hak mereka untuk hidup dengan layak,"pungkasnya.
Wallahu A’lam
(wid)