Apa Hukum Mengirim Al Fatihah untuk Mayit? Begini Pendapat 4 Mazhab
loading...
A
A
A
Apa hukum mengirim Al Fatihah untuk mayit? Hukum mengirim al Fatihah sama dengan hukum membaca al Quran . Berikut ini pendapat ulama dari 4 mazhab mengenai hal tersebut.
Pertama, ulama Mazhab Hanafi menegaskan bahwa mengirim pahala bacaan al-Quran, termasuk al Fatihah, kepada mayit hukum dibolehkan. Pahalanya sampai kepada mayit, dan bisa bermanfaat bagi mayit.
Imam Ibnu Abil Izz, ulama Hanafiyah, dalam Syarh Aqidah Thahawiyah berpendapat sesungguhnya pahala adalah hak orang yang beramal. Ketika dia hibahkan pahala itu kepada saudaranya sesama muslim, tidak jadi masalah. Sebagaimana dia boleh menghibahkan hartanya kepada orang lain ketika masih hidup. Atau membebaskan tanggungan temannya muslim, yang telah meninggal.
Syariat telah menjelaskan pahala puasa bisa sampai kepada mayit, yang itu mengisyaratkan sampainya pahala bacaan al-Quran, atau ibadah badaniyah lainnya.
Kedua, madzhab Malikiyah
Kedua, Imam Malik menegaskan bahwa menghadiahkan pahala amal kepada mayit hukumnya dilarang dan pahalanya tidak sampai, dan tidak bermanfaat bagi mayit. Sementara sebagian ulama malikiyah membolehkan dan pahalanya bisa bermanfaat bagi mayit.
Dalam Minah al-Jalil, al-Qarrafi membagi ibadah menjadi tiga:
Ibadah yang pahala dan manfaatnya dibatasi oleh Allah, hanya berlaku untuk pemiliknya. Dan Allah tidak menjadikannya bisa dipindahkan atau dihadiahkan kepada orang lain. Seperti iman, atau tauhid.
Ibadah yang disepakati ulama, pahalanya bisa dipindahkan dan dihadiahkan kepada orang lain, seperti ibadah maliyah.
Ibadah yang diperselisihkan ulama, apakah pahalanya bisa dihadiahkan kepada mayit ataukan tidak? Seperti bacaa al-Quran. Imam Malik dan Imam Syafii melarangnya.
Selanjutnya al-Qarrafi menyebutkan dirinya lebih menguatkan pendapat yang membolehkan. Beliau menyatakan: Selayaknya orang tidak meninggalkannya. Bisa jadi yang benar, pahala itu sampai. Karena ini masalah gaib.
Ada juga ulama malikiyah yang berpendapat bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Hanya saja, ketika yang hidup membaca al-Quran di dekat mayit atau di kuburan, maka mayit mendapatkan pahala mendengarkan bacaan al-Quran. Namun pendapat ini ditolak al-Qarrafi karena mayit tidak bisa lagi beramal. Karena kesempatan beramal telah putus (Inqitha’ at-Taklif).
Ketiga, pendapat Syafiiyah. Pendapat yang masyhur dari Imam as-Syafii bahwa beliau melarang menghadiahkan bacaan al-Quran kepada mayit dan itu tidak sampai.
An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim mengatakan bahwa untuk bacaan al-Quran, pendapat yang masyhur dalam madzhab as-Syafii, bahw aitu tidak sampai pahalanya kepada mayit. Sementara sebagian ulama syafiiyah mengatakan, pahalanya sampai kepada mayit.
Salah satu ulama syafiiyah yang sangat tegas menyatakan bahwa itu tidak sampai adalah al-Hafidz Ibnu Katsir, penulis kitab tafsir.
Ketika menafsirkan firman Allah di surat an-Najm,
“Bahwa manusia tidak akan mendapatkan pahala kecuali dari apa yang telah dia amalkan.” ( QS an-Najm : 39).
Menurut Ibnu Katsir, dari ayat ini, Imam as-Syafii – rahimahullah – dan ulama yang mengikuti beliau menyimpulkan, bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Karena itu bukan bagian dari amal mayit maupun hasil kerja mereka.
Selanjutnya, Ibnu Katsir menyebutkan beberapa dalil dan alasan yang mendukung pendapatnya.
Pertama, ulama Mazhab Hanafi menegaskan bahwa mengirim pahala bacaan al-Quran, termasuk al Fatihah, kepada mayit hukum dibolehkan. Pahalanya sampai kepada mayit, dan bisa bermanfaat bagi mayit.
Imam Ibnu Abil Izz, ulama Hanafiyah, dalam Syarh Aqidah Thahawiyah berpendapat sesungguhnya pahala adalah hak orang yang beramal. Ketika dia hibahkan pahala itu kepada saudaranya sesama muslim, tidak jadi masalah. Sebagaimana dia boleh menghibahkan hartanya kepada orang lain ketika masih hidup. Atau membebaskan tanggungan temannya muslim, yang telah meninggal.
Syariat telah menjelaskan pahala puasa bisa sampai kepada mayit, yang itu mengisyaratkan sampainya pahala bacaan al-Quran, atau ibadah badaniyah lainnya.
Kedua, madzhab Malikiyah
Baca Juga
Kedua, Imam Malik menegaskan bahwa menghadiahkan pahala amal kepada mayit hukumnya dilarang dan pahalanya tidak sampai, dan tidak bermanfaat bagi mayit. Sementara sebagian ulama malikiyah membolehkan dan pahalanya bisa bermanfaat bagi mayit.
Dalam Minah al-Jalil, al-Qarrafi membagi ibadah menjadi tiga:
Ibadah yang pahala dan manfaatnya dibatasi oleh Allah, hanya berlaku untuk pemiliknya. Dan Allah tidak menjadikannya bisa dipindahkan atau dihadiahkan kepada orang lain. Seperti iman, atau tauhid.
Ibadah yang disepakati ulama, pahalanya bisa dipindahkan dan dihadiahkan kepada orang lain, seperti ibadah maliyah.
Ibadah yang diperselisihkan ulama, apakah pahalanya bisa dihadiahkan kepada mayit ataukan tidak? Seperti bacaa al-Quran. Imam Malik dan Imam Syafii melarangnya.
Selanjutnya al-Qarrafi menyebutkan dirinya lebih menguatkan pendapat yang membolehkan. Beliau menyatakan: Selayaknya orang tidak meninggalkannya. Bisa jadi yang benar, pahala itu sampai. Karena ini masalah gaib.
Ada juga ulama malikiyah yang berpendapat bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Hanya saja, ketika yang hidup membaca al-Quran di dekat mayit atau di kuburan, maka mayit mendapatkan pahala mendengarkan bacaan al-Quran. Namun pendapat ini ditolak al-Qarrafi karena mayit tidak bisa lagi beramal. Karena kesempatan beramal telah putus (Inqitha’ at-Taklif).
Ketiga, pendapat Syafiiyah. Pendapat yang masyhur dari Imam as-Syafii bahwa beliau melarang menghadiahkan bacaan al-Quran kepada mayit dan itu tidak sampai.
An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim mengatakan bahwa untuk bacaan al-Quran, pendapat yang masyhur dalam madzhab as-Syafii, bahw aitu tidak sampai pahalanya kepada mayit. Sementara sebagian ulama syafiiyah mengatakan, pahalanya sampai kepada mayit.
Salah satu ulama syafiiyah yang sangat tegas menyatakan bahwa itu tidak sampai adalah al-Hafidz Ibnu Katsir, penulis kitab tafsir.
Ketika menafsirkan firman Allah di surat an-Najm,
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
“Bahwa manusia tidak akan mendapatkan pahala kecuali dari apa yang telah dia amalkan.” ( QS an-Najm : 39).
Menurut Ibnu Katsir, dari ayat ini, Imam as-Syafii – rahimahullah – dan ulama yang mengikuti beliau menyimpulkan, bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Karena itu bukan bagian dari amal mayit maupun hasil kerja mereka.
Selanjutnya, Ibnu Katsir menyebutkan beberapa dalil dan alasan yang mendukung pendapatnya.
Baca Juga