Hukum Gambar dan Lukisan, Begini Penjelasan Syaikh Al-Qardhawi

Rabu, 24 Juli 2024 - 21:24 WIB
loading...
Hukum Gambar dan Lukisan,...
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi. Foto/Ilustrasi: al Jazeera
A A A
Gambar atau lukisan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa seperti tumbuh-tumbuhan, laut, gunung, matahari, bulan, bintang dan sebagainya dibolehkan dalam Islam .

"Tidak ada pertentangan sama sekali di kalangan para ulama," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993).

Lebih jauh, Syaikh Al-Qardhawi mengatakan gambar-gambar yang bernyawa kalau tidak untuk disucikan dan diagung-agungkan dan bukan pula untuk maksud menyaingi ciptaan Allah, maka tidak haram.

Dasar daripada pendapat ini adalah hadis sahih, antara lain: "Dari Bisir bin Said dari Zaid bin Khalid dari Abu Talhah sahabat Nabi, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada gambar." (Riwayat Muslim)



Bisir berkata: Sesudah itu Zaid mengadukan. Kemudian kami jenguk dia, tiba-tiba di pintu rumah Zaid ada gambarnya. Lantas aku bertanya kepada Ubaidillah al-Khaulani anak tiri Maimunah isteri Nabi: Apakah Zaid belum pernah memberitahumu tentang gambar pada hari pertama? Kemudian Ubaidillah berkata: Apakah kamu tidak pernah mendengar dia ketika ia berkata: "Kecuali gambar di pakaian."

Tarmizi meriwayatkan dengan sanadnya dari Utbah, bahwa dia pernah masuk di rumah Abu Talhah al-Ansari untuk menjenguknya, tiba-tiba di situ ada Sahal bin Hanif. Kemudian Abu Talhah menyuruh orang supaya mencabut seprei yang di bawahnya (karena ada gambarnya).

Sahal lantas bertanya kepada Abu Talhah: Mengapa kau cabut dia? Abu Talhah menjawab: Karena ada gambarnya, di mana hal tersebut telah dikatakan oleh Nabi yang barangkali engkau telah mengetahuinya.

Sahal kemudian bertanya lagi: Apakah beliau (Nabi) tidak pernah berkata: "Kecuali gambar yang ada di pakaian?"

Abu Talhah kemudian menjawab: Betul! Tetapi itu lebih menyenangkan hatiku." (Kata Tarmizi: hadis ini hasan sahih)

Al-Qardhawi mengatakan dua hadis di atas sudah cukup untuk menunjukkan, bahwa gambar yang dilarang itu ialah yang berjasad atau yang biasa kita istilahkan dengan patung.



Adapun gambar-gambar ataupun lukisan-lukisan di papan, pakaian, lantai, tembok dan sebagainya tidak ada satupun nas sahih yang melarangnya.

"Betul di situ ada beberapa hadis sahih yang menerangkan bahwa Nabi menampakkan ketidak-sukaannya, tetapi itu sekadar makruh saja. Karena di situ ada unsur-unsur menyerupai orang-orang yang bermewah-mewah dan penggemar barang-barang rendahan," ujar al-Qardhawi.

Imam Muslim meriwayatkan dari jalan Zaid bin Khalid al-Juhani dari Abu Talhah al-Ansari, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:

"Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada anjing dan patung. Saya (Zaid) kemudian bertanya kepada Aisyah: Sesungguhnya ini (Abu Talhah) memberitahuku, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda. Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada anjing dan patung. Apakah engkau juga demikian?

Maka kata Aisyah: Tidak! Tetapi saya akan menceriterakan kepadamu apa yang pernah saya lihat Nabi kerjakan, yaitu: Saya lihat Nabi keluar dalam salah satu peperangan, kemudian saya membuat seprei korden (yang ada gambarnya) untuk saya pakai menutup pintu. Setelah Nabi datang, ia melihat korden tersebut. Saya lihat tanda marah pada wajahnya, lantas dicabutnya korden tersebut sehingga disobek atau dipotong sambil ia berkata: Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita untuk memberi pakaian kepada batu dan tanah.

Kata Aisyah selanjutnya: Kemudian kain itu saya potong daripadanya untuk dua bantal dan saya penuhi dengan kulit buah-buahan, tetapi Rasulullah sama sekali tidak mencela saya terhadap yang demikian itu." (Riwayat Muslim)



Hadis tersebut tidak lebih hanya menunjukkan makruh tanzih karena memberikan pakaian kepada dinding dengan korden yang bergambar.

Imam Nawawi berkata: hadis tersebut tidak menunjukkan haram, karena hakikat perkataan sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita itu tidak dapat dipakai untuk menunjukkan wajib, sunat atau haram.

Yang semakna dengan ini diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dari jalan Aisyah pula, ia berkata:

"Saya mempunyai tabir padanya ada gambar burung, sedang setiap orang yang masuk akan menghadapnya (akan melihatnya), kemudian Nabi berkata kepadaku: Pindahkanlah ini, karena setiap saya masuk dan melihatnya maka saya ingat dunia."(Riwayat Muslim)

Dalam hadis ini Rasulullah SAW tidak menyuruh Aisyah supaya memotongnya, tetapi beliau hanya menyuruh memindahkan ke tempat lain.

Ini menunjukkan ketidaksukaan Nabi melihat, bahwa di hadapannya ada gambar tersebut yang dapat mengingatkan kebiasaan dunia dengan seluruh aneka keindahannya itu; lebih-lebih beliau selalu sembahyang sunat di rumah. Sebab seprai-seprai dan korden-korden yang bergambar sering memalingkan hati daripada kekhusyu'an dan pemusatan menghadap untuk bermunajat kepada Allah.



Ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari jalan Anas, ia mengatakan: Bahwa korden Aisyah dipakai untuk menutupi samping rumahnya, kemudian Nabi menyuruh dia dengan sabdanya:

"Singkirkanlah korden itu dariku, karena gambar-gambarnya selalu tampak dalam sembahyangku." (Riwayat Bukhari)

Dengan demikian jelas, bahwa Nabi sendiri membenarkan di rumahnya ada tabir/korden yang bergambar burung dan sebagainya.

Dari hadis-hadis itu pula, sementara ulama salaf berpendapat: "Bahwa gambar yang dilarang itu hanyalah yang ada bayangannya, adapun yang tidak ada bayangannya tidak mengapa."

Pendapat ini diperkuat oleh hadis Qudsi yang mengatakan: "Siapakah yang terlebih menganiaya selain orang yang bekerja untuk membuat seperti ciptaanKu? Oleh karena itu cobalah mereka membuat zarrah, cobalah mereka membuat beras belanda!" (Riwayat Bukhari).

Ciptaan Allah sebagaimana kita lihat, bukan terlukis di atas dataran tetapi berbentuk dan berjisim, sebagaimana Dia katakan: "Dialah Zat yang membentuk kamu di dalam rahim bagaimanapun Ia suka." ( QS Ali-Imran : 6)

Tidak ada yang menentang pendapat ini selain hadis yang diriwayatkan Aisyah, dalam salah satu riwayat Bukhari dan Muslim, yang berbunyi sebagai berikut:

"Sesungguhnya Aisyah membeli bantal yang ada gambar-gambarnya, maka setelah Nabi melihatnya ia berdiri di depan pintu, tidak mau masuk.



Setelah Aisyah melihat ada tanda kemarahan di wajah Nabi, maka Aisyah bertanya: "Apakah saya harus bertobat kepada Allah dan RasulNya, apa salah saya?"

Jawab Nabi: "Mengapa bantal itu begitu macam?"

Jawab Aisyah: "Saya beli bantal ini untuk engkau pakai duduk dan dipakai bantal."

Maka jawab Rasulullah pula: "Yang membuat gambar-gambar ini nanti akan disiksa, dan akan dikatakan kepada mereka: Hidupkanlah apa yang kamu buat itu."

Lantas Nabi melanjutkan pembicaraannya: "Sesungguhnya rumah yang ada gambarnya tidak akan dimasuki Malaikat."

Dan Imam Muslim menambah dalam salah satu riwayat Aisyah, ia (Aisyah) mengatakan: Kemudian bantal itu saya jadikan dua buah untuk bersandar, di mana Nabi biasa bersandar dengan dua sandaran tersebut di rumah. Yakni Aisyah membelah bantal tersebut digunakan untuk dua sandaran." (Riwayat Muslim)

Al-Qardhawi mengatakan hadis ini,tampaknya bertentangan dengan sejumlah hal-hal sebagai berikut:

1) Dalam riwayat yang berbeda-beda tampak bertentangan. Sebagian menunjukkan bahwa Nabi SAW menggunakan tabir/korden yang bergambar yang kemudian dipotong-potong dan dipakai bantal. Sedang sebagian lagi menunjukkan, bahwa beliau sama sekali tidak menggunakannya.



2) Sebagian riwayat-riwayat itu hanya sekadar menunjukkan makruh. Sedang kemakruhannya itu karena korden tembok itu bergambar yang dapat menggambarkan semacam berlebih-lebihan yang ia (Rasulullah) tidak senang. Oleh karena itu dalam Riwayat Muslim, ia berkata: ''Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita supaya memberi pakaian pada batu dan tanah."

3) Hadis Muslim yang diriwayatkan oleh Aisyah itu sendiri menggambarkan di rumahnya ada tabir/korden yang bergambar burung. Kemudian Nabi menyuruh dipindahkan, dengan kata-katanya: "Pindahkanlah, karena saya kalau melihatnya selalu ingat dunia!" Ini tidak menunjukkan kepada haram secara mutlak.

4) Bertentangan dengar: hadis qiram (tabir) yang ada di rumah Aisyah juga, kemudian oleh Nabi disuruhnya menyingkirkan, sebab gambar-gambarnya itu selalu tampak dalam salat. Sehingga kata al-Hafidh: "Hadis ini dengan hadis di atas sukar sekali dikompromikan (jama'), sebab hadis ini menunjukkan Nabi membenarkannya, dan beliau salat sedang tabir tersebut tetap terpampang, sehingga beliau perintahkan Aisyah untuk menyingkirkannya, karena melihat gambar-gambar tersebut dalam salat dan dapat mengingatkan yang bukan-bukan, bukan semata-mata karena gambarnya itu an sich.

Akhirnya al-Hafidh berusaha untuk menjama' hadis-hadis tersebut sebagai berikut: hadis pertama, karena terdapat gambar binatang bernyawa sedang hadis kedua gambar selain binatang ... Akan tetapi ini pun bertentangan pula dengan hadis qiram yang jelas di situ bergambar burung.



5) Bertentangan dengan hadis Abu Talhah al-Ansari yang mengecualikan gambar dalam pakaian. Karena itu Imam Qurthubi berpendapat: "Dua hadis itu dapat dijama' sebagai berikut: hadis Aisyah dapat diartikan makruh, sedang hadis Abu Talhah menunjukkan mubah secara mutlak yang sama sekali tidak menafikan makruh di atas." Pendapat ini dibenarkan oleh al-Hafidh Ibnu Hajar.

6) Rawi hadis namruqah (bantal) ada seorang bernama al-Qasim bin Muhammad bin Abubakar, keponakan Aisyah sendiri, ia membolehkan gambar yang tidak ada bayangannya, yaitu seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Aun, ia berkata: "Saya masuk di rumah al-Qasim di Makkah sebelah atas, saya lihat di rumahnya itu ada korden yang ada gambar trenggiling dan burung garuda."

Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata; Barangkali al-Qasim berpegang pada keumuman hadis Nabi yang mengatakan kecuali gambar dalam pakaian dan seolah-olah dia memahami keingkaran Nabi terhadap Aisyah yang menggantungkan korden yang bergambar dan menutupi dinding.

Paham ini diperkuat dengan hadisnya yang mengatakan: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita supaya memberi pakaian batu dan tanah."

Sedangkan al-Qasim adalah salah seorang ahli fiqih Madinah yang tujuh, dia juga termasuk orang pilihan pada zaman itu, dia pula rawi hadis namruqah itu. Maka jika dia tidak memahami rukhsakh terhadap korden yang dia pasang itu, niscaya dia tidak akan menggunakannya.

Tetapi di samping itu tampaknya ada kemungkinan yang tampak pada hadis-hadis yang berkenaan dengan masalah gambar dan pelukisnya, yaitu bahwa Rasulullah SAW memperkeras persoalan ini pada periode pertama dari kerasulannya, di mana waktu itu kaum muslimin baru saja meninggalkan syirik dan menyembah berhala serta mengagung-agungkan patung.



Akan tetapi setelah akidah tauhid itu mendalam ke dalam jiwa dan akar-akarnya telah menghunjam ke dalam hati dan pikiran, maka beliau memberi perkenan (rukhshah) dalam hal gambar yang tidak berjasad, yang hanya sekadar ukiran dan lukisan.

Kalau tidak begitu, niscaya beliau tidak suka adanya tabir/korden yang bergambar di dalam rumahnya; dan ia pun tidak akan memberikan pengecualian tentang lukisan dalam pakaian, termasuk juga dalam kertas dan dinding.

Ath-Thahawi, salah seorang dari ulama mazhab Hanafi berpendapat: Syara' melarang semua gambar pada permulaan waktu, termasuk lukisan pada pakaian, karena mereka baru saja meninggalkan menyembah patung.

Oleh karena itu secara keseluruhan gambar dilarang. Tetapi setelah larangan itu berlangsung lama, kemudian dibolehkan gambar yang ada pada pakaian karena suatu darurat. Syara' pun kemudian membolehkan gambar yang tidak berjasad karena sudah dianggap orang-orang bodoh tidak lagi mengagungkannya, sedang yang berjasad tetap dilarang.
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3467 seconds (0.1#10.140)