Hak dan Kewajiban dalam Pergaulan Suami Istri, Begini Penjelasan Syaikh Al Qardhawi

Senin, 19 Agustus 2024 - 15:19 WIB
loading...
Hak dan Kewajiban dalam...
Seorang suami muslim tidak dibenarkan mengabaikan masalah nafkah dan pakaian istri. Ilustrasi: Ist
A A A
Perkawinan adalah suatu ikatan perjanjian yang telah diikat oleh Allah SWT antara seorang pria dengan seorang wanita. Sesudah melakukan aqad, masing-masing disebut suami dan istri atau zauj dan zaujah, artinya genap.

"Masing-masing dalam hitungan adalah single, tetapi dalam timbangannya adalah double, karena masing-masing mencerminkan yang lain dan bertanggungjawab terhadap penderitaan dan cita-citanya," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993).

Al-Quran menggambarkan kekuatan ikatan antara suami-istri ini, dengan suatu lukisan sebagai berikut: "Perempuan (ibarat) pakaian buat kamu, dan kamu (ibarat) pakaian buat mereka." ( QS al-Baqarah : 187)

Menurut al-Qardhawi, redaksi ini memberikan suatu pengertian: fusi (peleburan), pendinding, perlindungan dan perhiasan yang harus diujudkan oleh masing-masing suami-istri.



Oleh karena itu, masing-masing suami-istri mempunyai hak dan kewajiban yang harus dijaga baik-baik, tidak boleh diabaikannya. Hak dan kewajiban ini berlaku sama, kecuali yang memang secara fitrah dispesialkan buat laki-laki, seperti yang ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

"Perempuan mempunyai hak sebanding dengan kewajibannya dengan baik, dan laki-laki mempunyai kelebihan terhadap perempuan." ( QS al-Baqarah : 228)

Kelebihan yang dimaksud dalam ayat ini, yaitu kelebihan mengurus dan bertanggungjawab.

Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah SAW :

"Ya Rasulullah! Apakah hak seorang istri terhadap suami? Maka beliau menjawab: engkau beri makan dia apabila engkau makan, dan engkau beri pakaian dia apabila engkau berpakaian, dan jangan engkau menampar mukanya, dan jangan engkau jelek-jelekkan, dan jangan engkau berpisah dengan dia melainkan dalam rumah." (Riwayat Abu Daud dan Ibnu Hibban)



Oleh karena itu seorang suami muslim tidak dibenarkan mengabaikan masalah nafkah dan pakaian istri. Sebab Nabi Muhammad SAW telah bersabda:

"Cukup berdosa seseorang yang meneledorkan orang yang menjadi tanggungannya." (Riwayat Abu Daud, Nasa'i dan Hakim)

"Dan tidak dibenarkan seorang muslim menampar muka istrinya. Tindakan tersebut dianggap suatu penghinaan, karena muka adalah anggota yang menjadi pusat kecantikan tubuh," jelas al-Qardhawi.

Apabila diperkenankan seorang muslim untuk memberikan pendidikan istrinya yang durhaka, maka ia tidak diperkenankan memukul yang dapat menyusahkan atau menampar muka dan tempat-tempat yang cepat membawa ajalnya.

Di samping itu tidak pula diperkenankan seorang muslim menjelek-jelekkan istrinya, baik dengan mengata-ngatai atau ucapan-ucapan yang tidak layak didengar, misalnya kata-kata: qabbahakillah (kamu orang jahat) dan sebagainya.



Sedang kewajiban istri terhadap suaminya, yaitu sebagaimana yang dikatakan Nabi Muhammad SAW:

"Tidak halal bagi seorang istri yang beriman kepada Allah, memberi izin (kepada laki-laki lain) dalam rumah suami sedang suami tidak suka; dan tidak halal dia keluar rumah sedang suami tidak suka; dan tidak halal dia taat kepada orang lain; dan tidak halal dia meninggalkan ranjang suami; dan tidak halal dia memukul suaminya. Kalau suami berlaku zalim, maka datangilah sehingga menjadi senang; dan jika dia dapat menerimanya maka dia adalah perempuan yang baik dan semoga Allah menerima uzurnya dan menampakkan alasannya; tetapi jika suami tidak rela, maka uzurnya itu telah ia sampaikan kepada Allah." (Riwayat Hakim)
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2610 seconds (0.1#10.140)