Ini Mengapa Timbul Pembahasan tentang Masikh dan Mansukh
loading...
A
A
A
Allah SWT berfirman di dalam al-Quran Surat An-Nisa ayat 82:
walau kâna min ‘indi ghairillâhi lawajadû fîhikhtilâfang katsîrâ
Artinya: Seandainya (Al-Qur’an) itu tidak datang dari sisi Allah, tentulah mereka menemukan banyak pertentangan di dalamnya.
Prof Dr Quraish Shihab menjelaskan ayat Al-Quran tersebut di atas merupakan prinsip yang di yakini kebenarannya oleh setiap Muslim.
"Namun demikian, para ulama berbeda pendapat tentang bagaimana menghadapi ayat-ayat yang sepintas lalu menunjukkan adanya gejala kontradiksi. Dari sinilah kemudian timbul pembahasan tentang nasikh dan mansukh," ujar Quraish dalam bukunya berjudul " Membumikan al-Quran , Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat" (Mizan, 1996).
Menurut Quraish, di dalam Al-Quran, kata naskh dalam berbagai bentuknya, ditemukan sebanyak empat kali, yaitu dalam QS 2 :106, 7 :154, 22 :52, dan 45 :29.
Dari segi etimologi, kata tersebut dipakai dalam beberapa arti, antara lain pembatalan, penghapusan, pemindahan dari satu wadah ke wadah lain, pengubahan, dan sebagainya.
Sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan, dan sebagainya, dinamai nasikh. Sedangkan yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan, dan sebagainya, dinamai mansukh.
Dalam menghadapi ayat-ayat yang sepintas lalu dinilai --memiliki gejala kontradiksi, mereka mengkompromikannya.
Pengkompromian tersebut ditempuh oleh satu pihak tanpa menyatakan adanya ayat yang telah dibatalkan, dihapus, atau tak berlaku lagi, den ada pula dengan menyatakan bahwa ayat yang turun kemudian telah membatalkan kandungan ayat sebelumnya, akibat perubahan kondisi sosial.
Apa pun cara rekonsiliasi tersebut, pada akhirnya mereka sependapat bahwa tidak ada kontradiksi dalam ayat-ayat Al-Quran. Karena disepakati bahwa syarat kontradiksi, antara lain, adalah persamaan subjek, objek, waktu, syarat, dan lain-lain.
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا
walau kâna min ‘indi ghairillâhi lawajadû fîhikhtilâfang katsîrâ
Artinya: Seandainya (Al-Qur’an) itu tidak datang dari sisi Allah, tentulah mereka menemukan banyak pertentangan di dalamnya.
Prof Dr Quraish Shihab menjelaskan ayat Al-Quran tersebut di atas merupakan prinsip yang di yakini kebenarannya oleh setiap Muslim.
"Namun demikian, para ulama berbeda pendapat tentang bagaimana menghadapi ayat-ayat yang sepintas lalu menunjukkan adanya gejala kontradiksi. Dari sinilah kemudian timbul pembahasan tentang nasikh dan mansukh," ujar Quraish dalam bukunya berjudul " Membumikan al-Quran , Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat" (Mizan, 1996).
Menurut Quraish, di dalam Al-Quran, kata naskh dalam berbagai bentuknya, ditemukan sebanyak empat kali, yaitu dalam QS 2 :106, 7 :154, 22 :52, dan 45 :29.
Dari segi etimologi, kata tersebut dipakai dalam beberapa arti, antara lain pembatalan, penghapusan, pemindahan dari satu wadah ke wadah lain, pengubahan, dan sebagainya.
Sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan, dan sebagainya, dinamai nasikh. Sedangkan yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan, dan sebagainya, dinamai mansukh.
Dalam menghadapi ayat-ayat yang sepintas lalu dinilai --memiliki gejala kontradiksi, mereka mengkompromikannya.
Pengkompromian tersebut ditempuh oleh satu pihak tanpa menyatakan adanya ayat yang telah dibatalkan, dihapus, atau tak berlaku lagi, den ada pula dengan menyatakan bahwa ayat yang turun kemudian telah membatalkan kandungan ayat sebelumnya, akibat perubahan kondisi sosial.
Apa pun cara rekonsiliasi tersebut, pada akhirnya mereka sependapat bahwa tidak ada kontradiksi dalam ayat-ayat Al-Quran. Karena disepakati bahwa syarat kontradiksi, antara lain, adalah persamaan subjek, objek, waktu, syarat, dan lain-lain.
(mhy)