Pra Islam: Bangsa Arab Terkenal dengan Kefasihan Lidahnya
loading...
A
A
A
Pada zaman pra-Islam, posisi perempuan Bangsa Arab paling jelek dibanding perempuan lain di dunia. Mereka dianggap sebagai benda mati yang tidak mempunyai hak apapun, termasuk hak untuk dihormati.
"Seseorang bisa mengawiniperempuan berapa pun dia suka, dan dapat menceraikannya kapan saja dia mau," tulis Dr H Syamruddin Nasution M.Ag dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013).
Bila seorang ayah diberi tahu bahwa anaknya yang lahir seorang perempuan , dia sedih bercampur marah. Kadang-kadang bayi itu dikubur hidup-hidup.
Kehidupan yang keras dan menantang mendorong mereka untuk memiliki anak laki-laki saja. Walaupun begitu, tidak semua perempuan mereka bunuh.
Lembaga perkawinan tidak teratur. Perempuan boleh menikah lebih dari seorang suami (poliandri). Istri memperbolehkan suaminya berhubungan dengan wanita lain untuk memperoleh keturunan.
Ibu tiri kadang-kadang dikawini anak tirinya. Saudara laki-laki terkadang mengawini saudari perempuannya. Gadis-gadis nakal terbiasa pergi ke daerah-daerah pinggiran untuk bersenang-senang dengan laki-laki lain.
Perempuan tidak memiliki hak waris baik dari suaminya, ayah maupun keluarganya. Memiliki hamba sahaya menjadi salah satu ciri masyarakat Arab. Mereka memperlakukan hamba sahaya secara tidak manusiawi. Karena mereka memiliki hak penuh atas hidup matinya, fisik maupun mentalnya.
"Kehidupan jahiliyah sesungguhnya manifestasi dari kehidupan barbarisme, karena ketimpangan sosial, penganiayaan, meminum-minuman keras, perjudian, pelacuran dan pembunuhan merupakan pemandangan yang biasa dalam kehidupan sosial mereka sehari-hari," ujar Syamruddin Nasution.
Dalam bidang budaya, katanya, bangsa Arab terkenal dengan kefasihan lidahnya. Ciri khas manusia ideal bangsa Arab, adalah “kefasihan lidah, pengetahuan tentang senjata dan kemahiran menunggang kuda”.
Maka tidak mengherankan bila seni sastra, terutama puisi berkembang pesat di kala itu. Para penyair memiliki kedudukan terhormat di kalangan sukunya. Betapa besarnya peranan yang diemban para penyair, sejarah bangsa Arab dapat diketahui melalui puisi-puisi mereka.
Oleh karena itu, para penyair selain pemberi nasihat dan juru bicara sukunya, mereka juga adalah ahli sejarah dan intelektual sukunya. Syair adalah salah satu seni yang paling indah dan sangat dimuliakan serta dihargai oleh bangsa Arab. Mereka senang berkumpul mengelilingi para penyair untuk mendengarkan syair-syair mereka. Sehingga ada beberapa pasar tempat berkumpul para penyair, yaitu pasar ‘Ukaz, pasar Majinnah, dan pasar Zul Majaz.
Di pasar-pasar itu para penyair memperdengarkan syairnya dengan dikelilingi oleh warga sukunya dan bahkan mereka memperlombakan syair-syair kemudian dipilih di antara syair-syair itu yang terbagus untuk digantungkan di Kakbah dekat dengan patung pujaan mereka. Bila ada dalam satu kafilah muncul seorang penyair, maka berdatanganlah kafikah-kafilah lainnya mengucapkan selamat kepada kafilah tersebut. Kafilah itu mengadakan jamuan makan dengan menyembelih binatang-binatang dan dalam pesta itu wanita-wanita keluar bermain musik dan bernyanyi.
"Seseorang bisa mengawiniperempuan berapa pun dia suka, dan dapat menceraikannya kapan saja dia mau," tulis Dr H Syamruddin Nasution M.Ag dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013).
Bila seorang ayah diberi tahu bahwa anaknya yang lahir seorang perempuan , dia sedih bercampur marah. Kadang-kadang bayi itu dikubur hidup-hidup.
Kehidupan yang keras dan menantang mendorong mereka untuk memiliki anak laki-laki saja. Walaupun begitu, tidak semua perempuan mereka bunuh.
Lembaga perkawinan tidak teratur. Perempuan boleh menikah lebih dari seorang suami (poliandri). Istri memperbolehkan suaminya berhubungan dengan wanita lain untuk memperoleh keturunan.
Ibu tiri kadang-kadang dikawini anak tirinya. Saudara laki-laki terkadang mengawini saudari perempuannya. Gadis-gadis nakal terbiasa pergi ke daerah-daerah pinggiran untuk bersenang-senang dengan laki-laki lain.
Perempuan tidak memiliki hak waris baik dari suaminya, ayah maupun keluarganya. Memiliki hamba sahaya menjadi salah satu ciri masyarakat Arab. Mereka memperlakukan hamba sahaya secara tidak manusiawi. Karena mereka memiliki hak penuh atas hidup matinya, fisik maupun mentalnya.
"Kehidupan jahiliyah sesungguhnya manifestasi dari kehidupan barbarisme, karena ketimpangan sosial, penganiayaan, meminum-minuman keras, perjudian, pelacuran dan pembunuhan merupakan pemandangan yang biasa dalam kehidupan sosial mereka sehari-hari," ujar Syamruddin Nasution.
Dalam bidang budaya, katanya, bangsa Arab terkenal dengan kefasihan lidahnya. Ciri khas manusia ideal bangsa Arab, adalah “kefasihan lidah, pengetahuan tentang senjata dan kemahiran menunggang kuda”.
Maka tidak mengherankan bila seni sastra, terutama puisi berkembang pesat di kala itu. Para penyair memiliki kedudukan terhormat di kalangan sukunya. Betapa besarnya peranan yang diemban para penyair, sejarah bangsa Arab dapat diketahui melalui puisi-puisi mereka.
Oleh karena itu, para penyair selain pemberi nasihat dan juru bicara sukunya, mereka juga adalah ahli sejarah dan intelektual sukunya. Syair adalah salah satu seni yang paling indah dan sangat dimuliakan serta dihargai oleh bangsa Arab. Mereka senang berkumpul mengelilingi para penyair untuk mendengarkan syair-syair mereka. Sehingga ada beberapa pasar tempat berkumpul para penyair, yaitu pasar ‘Ukaz, pasar Majinnah, dan pasar Zul Majaz.
Di pasar-pasar itu para penyair memperdengarkan syairnya dengan dikelilingi oleh warga sukunya dan bahkan mereka memperlombakan syair-syair kemudian dipilih di antara syair-syair itu yang terbagus untuk digantungkan di Kakbah dekat dengan patung pujaan mereka. Bila ada dalam satu kafilah muncul seorang penyair, maka berdatanganlah kafikah-kafilah lainnya mengucapkan selamat kepada kafilah tersebut. Kafilah itu mengadakan jamuan makan dengan menyembelih binatang-binatang dan dalam pesta itu wanita-wanita keluar bermain musik dan bernyanyi.
(mhy)