Sthepen Hawking, Atheis dan Jawaban Ilmiah dari Alqur'an (1)

Senin, 28 Oktober 2019 - 05:15 WIB
Sthepen Hawking, Atheis dan Jawaban Ilmiah dari Alquran (1)
Sthepen Hawking, Atheis dan Jawaban Ilmiah dari Alqur'an (1)
A A A
Ustaz Miftah el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Alquran

Sthepen Hawking. Siapa yang tak mengenalnya? Di kalangan para ilmuwan dia disejajarkan dengan tokoh ilmuwan klasik sekelas Albert Einsten, Sir Isaac Newton dan tokoh ilmuwan hebat lainnya.

Seorang fisikawan Inggris yang terlahir pada 8 Januari 1942 ini terkenal melalui kemampuannya menyingkap Teori 'Black Hole', tentang Misteri Lubang Hitam sebagai penyebab dari kematian bintang yang kehabisan energi dan kemudian membentuk lubang hitam yang sangat kuat daya gravitasinya untuk menarik benda-benda dibsekitarnya yang pada akhirnya bisa menyebabkan kehancuran bagi alam semesta.

Meski hanya mampu duduk dan bersandar di atas kursi roda elektriknya yang canggih disebabkan penyakit motorik Neuron yang ia derita semenjak usia 20 tahun, Sthepen Hawking mampu menyingkap sebuah teori ilmiah yang belum bisa diungkap oleh para ilmuwan di masanya.

Kecerdasan dan kejeniusan Sthepen Hawking memang tidak layak dinafikan. Dengan kemampuan pengetahuan sainsnya dia mampu mengungkap tentang teori masa depan dan menjelaskannya secara ilmiah. Ia telah mencapai puncak pengetahuan sains yang mengungguli para ilmuwan di zamannya.

Sayangnya, kejeniusan ternyata tidak membuatnya mampu melihat kekuataan super power dibalik semua peristiwa alam semesta, kekuatan dan kekuasaan Tuhan yang menciptakan alam semesta itu. Arogansi keilmiahan Hawking menafikan hal itu.

Pada awalnya, Stepen Hawking berpendapat bahwa alam semesta karena ada Tuhan yang menciptakan hukum peredarannya. Namun, pergerakannya terlepas dari Tuhan. Dalam artian, Tuhan tidak ikut terlibat dalam aturan hukum alam semesta itu.

Dalam tahapan pemikiran ini, Sthepen mulai meragukan adanya kekuasaan Tuhan dalam mengatur dan mengendalikan alam semesta. Sthepen memiliki keyakinan bahwa semesta mengalami pergerakan sendiri, meskipun masih terikat dalam aturan hukum-hukum ketuhanan.

Ketenaran serta kepopuleran Hawking yang semakin dikagumi oleh para ilmuwan dunia memperbesar arogansi ilmiahnya. Pada buku terakhirnya, Stephen mengemukakan pandangannya bahwa baginya Tuhan itu tidak ada. Hawking menyatakan dirinya sebagai seorang Atheis yang tidak lagi mempercayai eksistensi ketuhanan.

Dia menyatakan: "We are free to believe what we want, and it's my view that the simplest explanation is that there is no God."

"Kita masing-masing bebas untuk mempercayai apa yang kita inginkan dan itu adalah pandangan saya bahwa penjelasan yang paling sederhana adalah bahwa tidak ada Tuhan." Lanjutnya lagi, "Tidak ada yang menciptakan alam semesta, dan tidak ada yang mengarahkan nasib kita," tulisnya.

Teori Black Hole yang ditemukannya pada dasarnya adalah peristiwa kematian bintang yang mengalami kolaps akibat kehabisan energi yang kemudian membentuk 'Lubang Hitam' yang tidak dapat ditembus cahaya serta memiliki gravitasi yang sangat kuat menarik sesuatu di sekelilingnya.

Di antara prediksi Hawking lagi adalah perang nuklir, serangan alien, dan perubahan iklim. Dia juga memprediksi adanya sebuah peristiwa kosmik yang bisa memusnahkan umat manusia.

"Alam semesta adalah tempat yang penuh kekerasan," tulisnya di buku.

"Bintang-bintang menelan planet-planet, sinar-sinar mematikan berseliweran di angkasa, lubang-lubang hitam saling bertabrakan dan asteroid melesat sekitar ratusan mil per detik," lanjutnya.

Ia mengatakan, pada akhirnya bumi akan musnah karena sebuah asteroid besar. Peristiwa tersebut, jelasnya, sudah dijamin oleh hukum fisika.

Sebenarnya teori tentang kehancuran alam semesta ini telah melahirkan banyak teori-teori prediksi kiamat yang bagi Hawking akan terjadi mutlak. Hanyasanya sayangnya, dia tidak memiliki keimanan tentang peristiwa Hari Akhir yang merupakan awal kehidupan ukhrawi.

Hawking mengatakan bahwa kesadaran ini membuatnya memutuskan bahwa kehidupan akhirat hanyalah 'pemikiran angan-angan' dan bahwa 'ketika kita mati, kita kembali menjadi debu.'

Hawking sejatinya mempercayai adanya peristiwa besar kehancuran alam semesta dan kemampuannya mengilmiahkan terjadinya hari akhir yang akan meluluhlantakan segalanya yang ia sebut Kiamat.

Namun, sayangnya dia tidak sampai mengakui dan mengimani dibalik peristiwa kiamat itu dengan adanya kehidupan baru 'Afterlife', kehidupan sesudah kematian.

Di sana dia menafikannya, bukan karena ketidaktahuannya, tapi justru akibat arogansi ilmiahnya yang tidak membuatnya mampu sampai pada jangkauan tahapan metafisika diluar batasan teori-teori ilmiah manusia.

Hawking sebenarnya hanya butuh satu langkah saja lagi untuk melihat dan mengakui adanya satu kekuatan superior dibalik segala peristiwa yang menggerakkan serta menciptakan keteraturan itu, namun dia berhenti dan gagal menemukan Allah di sana.

Persoalannya, arogansi keilmiahannya, dia enggan mengakui kelemahannya sebagai seorang ilmuwan sekaligus seorang manusia yang memiliki keterbatasan.

Bahkan, dalam kondisinya yang tak berdaya di atas kursi roda itu sekalipun sebenarnya sudah lebih dari cukup isyarat Tuhan untuk menunjukkan betapa lemah dan tak berdayanya seorang Hawking di antara sekian banyak manusia lainnya yang lebih berdaya secara fisik. Namun sekali lagi, Hawking merasa angkuh dengan keilmiahannya.

Padahal ilmuwan pendahulunya seperti Albert Einsten pun pernah berujar, "Ilmu tanpa agama merupakan kehampaan dan agama tanpa ilmu merupakan kesesatan." Jelas, bahwa sains dan agama suatu hal yang tak bisa dipisahkan. Keduanya saling mendukung dan memiliki saling keterkaitan satu sama lainnya. (bersambung)
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5094 seconds (0.1#10.140)