Hikmah Ucapan Alhamdulillah saat Kita Bersin
loading...
A
A
A
Ketika bersin , kita dianjurkan mengucapkan Alhamdulillah . Mengapa demikian? Adakah dalilnya serta apa hikmah dari ucapan tersebut?
Pada dasarnya, seseorang yang bersin tidak selalu disebabkan oleh flu, bisa saja karena hal lain. Ustaz Syafik Riza Basalamah menjelaskannya sebagai berikut: Dalam hal bersin , Imam Bukhari menjelaskan bahwa jika seseorang bersin namun tidak mengucapkan “Alhamdulillah,” maka dia tidak didoakan oleh orang lain.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata,
“Ada dua orang yang bersin di sisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Salah satunya didoakan, sementara yang lainnya tidak didoakan. Orang yang tidak didoakan itu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau mendoakan dia tetapi tidak mendoakan aku?’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Orang ini memuji Allah (mengucapkan Alhamdulillah), sedangkan engkau tidak memuji Allah.'” (HR. Bukhari)
Di sini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan penjelasan kepada orang yang bersin namun tidak didoakan. Ini mengajarkan kita pentingnya memberi penjelasan dalam kondisi yang mungkin menimbulkan kesalahpahaman atau prasangka buruk. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa orang yang memuji Allah setelah bersin didoakan, sedangkan yang tidak memuji Allah tidak didoakan.
Permasalahannya sekarang, jika seseorang bersin tetapi tidak mengucapkan “Alhamdulillah,” apa yang harus dilakukan? Apakah orang tersebut perlu diingatkan? Para ulama memiliki dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa tidak perlu mengingatkan, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengingatkan orang yang bersin tetapi tidak memuji Allah dalam hadits tersebut.
Pendapat kedua menyatakan bahwa orang tersebut perlu diingatkan, terutama jika dia tidak pernah diajari untuk mengucapkan “Alhamdulillah” setelah bersin. Misalnya, dia dibesarkan dalam lingkungan yang tidak menanamkan kebiasaan ini. Jika orang tersebut lupa, maka tidak perlu diingatkan secara langsung, agar dia dapat menyadari sendiri.
"Oleh karena itu, penting untuk mempelajari sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar kita tidak kehilangan banyak kemuliaan dalam kehidupan sehari-hari,"ungkap ustaz kondang ini.
Kebodohan adalah sumber masalah. Dalam urusan dunia, orang-orang yang cerdas biasanya akan melihat peluang untuk sukses dan mendapatkan keuntungan. Sebaliknya, orang yang bodoh tidak mampu melihat peluang tersebut. Berapa banyak diskon besar-besaran yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan, tetapi kita tidak mendapatkannya karena kita tidak tahu, bahkan tidak mau mencari tahu. Dalam urusan dunia, kita sering berusaha mencari tahu, tetapi dalam urusan akhirat, kita kadang menganggapnya tidak penting. Padahal, Allah berfirman:
“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (QS. An-Nahl [16]: 96)
Hadits kedua. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, “Dua orang pernah duduk di sisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang satunya lebih mulia dari yang lain, kemudian orang yang mulia bersin dan tidak memuji kepada Allah, maka beliau (Nabi) tidak mendoakannya dengan Yarhamukallah. Lalu bersin pula yang satunya kemudian dia memuji kepada Allah, maka Nabi mendoakannya. Orang yang mulia itu bertanya, ‘Aku bersin di sisimu dan engkau tidak mendoakan aku, sementara orang ini telah bersin di sisimu lalu engkau mendoakannya.’ Lalu beliau bersabda,
‘Sesungguhnya orang ini mengingat Allah, maka Saya ingat kepadanya, sedangkan engkau telah melupakan Allah, maka Saya melupakanmu.'” (HR. Bukhari)
Subhanallah, ada orang-orang yang sibuk dengan urusan dunia hingga melupakan Allah Azza wa Jalla. Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr [59]: 19)
Orang yang lupa kepada Allah akan dilupakan maslahat dan hal-hal yang bermanfaat untuknya. Ia hanya memikirkan dunia, dan dunia ini bisa menjadi adzab baginya. Allah berfirman bahwa orang yang kafir sering kali diazab melalui harta dan anak-anak mereka, sebagaimana disebutkan dalam ayat:
“Maka janganlah engkau kagum terhadap harta benda dan anak-anak mereka. Sesungguhnya Allah menghendaki untuk mengazab mereka dengan harta benda dan anak-anak mereka dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka dalam keadaan kafir.” (QS. At-Taubah [9]: 55)
Wallahu A'lam
Pada dasarnya, seseorang yang bersin tidak selalu disebabkan oleh flu, bisa saja karena hal lain. Ustaz Syafik Riza Basalamah menjelaskannya sebagai berikut: Dalam hal bersin , Imam Bukhari menjelaskan bahwa jika seseorang bersin namun tidak mengucapkan “Alhamdulillah,” maka dia tidak didoakan oleh orang lain.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata,
عطس رجلان عند النبي صلى الله عليه وسلم فشمت أحدهما ولم يشمت الآخر فقال شمت هذا ولم تشمتني قال إن هذا حمد الله ولم تحمده
“Ada dua orang yang bersin di sisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Salah satunya didoakan, sementara yang lainnya tidak didoakan. Orang yang tidak didoakan itu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau mendoakan dia tetapi tidak mendoakan aku?’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Orang ini memuji Allah (mengucapkan Alhamdulillah), sedangkan engkau tidak memuji Allah.'” (HR. Bukhari)
Di sini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan penjelasan kepada orang yang bersin namun tidak didoakan. Ini mengajarkan kita pentingnya memberi penjelasan dalam kondisi yang mungkin menimbulkan kesalahpahaman atau prasangka buruk. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa orang yang memuji Allah setelah bersin didoakan, sedangkan yang tidak memuji Allah tidak didoakan.
Permasalahannya sekarang, jika seseorang bersin tetapi tidak mengucapkan “Alhamdulillah,” apa yang harus dilakukan? Apakah orang tersebut perlu diingatkan? Para ulama memiliki dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa tidak perlu mengingatkan, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengingatkan orang yang bersin tetapi tidak memuji Allah dalam hadits tersebut.
Pendapat kedua menyatakan bahwa orang tersebut perlu diingatkan, terutama jika dia tidak pernah diajari untuk mengucapkan “Alhamdulillah” setelah bersin. Misalnya, dia dibesarkan dalam lingkungan yang tidak menanamkan kebiasaan ini. Jika orang tersebut lupa, maka tidak perlu diingatkan secara langsung, agar dia dapat menyadari sendiri.
"Oleh karena itu, penting untuk mempelajari sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar kita tidak kehilangan banyak kemuliaan dalam kehidupan sehari-hari,"ungkap ustaz kondang ini.
Kebodohan adalah sumber masalah. Dalam urusan dunia, orang-orang yang cerdas biasanya akan melihat peluang untuk sukses dan mendapatkan keuntungan. Sebaliknya, orang yang bodoh tidak mampu melihat peluang tersebut. Berapa banyak diskon besar-besaran yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan, tetapi kita tidak mendapatkannya karena kita tidak tahu, bahkan tidak mau mencari tahu. Dalam urusan dunia, kita sering berusaha mencari tahu, tetapi dalam urusan akhirat, kita kadang menganggapnya tidak penting. Padahal, Allah berfirman:
مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ وَمَا عِندَ اللَّهِ بَاقٍ
“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (QS. An-Nahl [16]: 96)
Hadits kedua. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, “Dua orang pernah duduk di sisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang satunya lebih mulia dari yang lain, kemudian orang yang mulia bersin dan tidak memuji kepada Allah, maka beliau (Nabi) tidak mendoakannya dengan Yarhamukallah. Lalu bersin pula yang satunya kemudian dia memuji kepada Allah, maka Nabi mendoakannya. Orang yang mulia itu bertanya, ‘Aku bersin di sisimu dan engkau tidak mendoakan aku, sementara orang ini telah bersin di sisimu lalu engkau mendoakannya.’ Lalu beliau bersabda,
إن هذا ذكر الله فذكرته وأنت نسيت الله فنسيتك
‘Sesungguhnya orang ini mengingat Allah, maka Saya ingat kepadanya, sedangkan engkau telah melupakan Allah, maka Saya melupakanmu.'” (HR. Bukhari)
Subhanallah, ada orang-orang yang sibuk dengan urusan dunia hingga melupakan Allah Azza wa Jalla. Allah berfirman:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr [59]: 19)
Orang yang lupa kepada Allah akan dilupakan maslahat dan hal-hal yang bermanfaat untuknya. Ia hanya memikirkan dunia, dan dunia ini bisa menjadi adzab baginya. Allah berfirman bahwa orang yang kafir sering kali diazab melalui harta dan anak-anak mereka, sebagaimana disebutkan dalam ayat:
فَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ
“Maka janganlah engkau kagum terhadap harta benda dan anak-anak mereka. Sesungguhnya Allah menghendaki untuk mengazab mereka dengan harta benda dan anak-anak mereka dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka dalam keadaan kafir.” (QS. At-Taubah [9]: 55)
Wallahu A'lam
(wid)