Seputar Cadar: Berikut Ini Pendapat 4 Mazhab
loading...
A
A
A
Niqab atau cadar berasal dari Bahasa Arab yang dalam kamus Munawir mempunyai arti kain tutup muka. Biasanya niqab terdiri dari kain yang terpisah dari kain jilbab , guna menutup wajah seorang perempuan, melengkapi sisa wajah yang tidak tertutup oleh jilbab.
Istilah niqab oleh orang Indonesia sering dikenal dengan sebutan cadar. Cara berpakaian semacam ini, biasa dilakukan oleh muslimah Arab Saudi dan beberapa penduduk negara Timur Tengah.
Model dari niqab tidak begitu banyak, ada yang hanya selembar kain secukupnya untuk menutup wajah yang memanjang ke arah bawah dagu. Ada yang lembar kain besar sekalian untuk kerudung dan jubah yang menutup sekujur tubuh perempuan, sebagai lapisan luar yang menutup pakaian lapisan dalam.
Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatwa-fatwa Kontemporer" mengatakan pendapat tentang tidak wajibnya memakai cadar serta bolehnya membuka wajah dan kedua telapak tangan bagi wanita muslimah di depan laki-laki lain yang bukan muhrimnya adalah pendapat jumhur fuqaha umat semenjak zaman sahabat ra.
"Karena itu tidak perlu dipertengkarkan, sebagaimana yang ditimbulkan oleh sebagian yang ikhlas tetapi tidak berilmu dan oleh sebagian pelajar dan ilmuwan yang bersikap ketat," ujar Al-Qardhawi.
Mazhab Hanafi
Dalam kitab al-Ikhtiyar, salah satu kitab Mazhab Hanafi , disebutkan: Tidak diperbolehkan melihat wanita lain kecuali wajah dan telapak tangannya, jika tidak dikhawatirkan timbul syahwat.
Dan diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa beliau menambahkan dengan kaki, karena pada yang demikian itu ada kedaruratan untuk mengambil dan memberi serta untuk mengenal wajahnya ketika bermuamalah dengan orang lain, untuk menegakkan kehidupan dan kebutuhannya, karena tidak adanya orang yang melaksanakan sebab-sebab penghidupannya.
Beliau berkata: Sebagai dasarnya ialah firman Allah, "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa tampak daripadanya." ( QS an-Nur : 31 )
Para sahabat pada umumnya berpendapat bahwa yang dimaksud ayat tersebut ialah celak dan cincin, yaitu tempatnya (bagian tubuh yang ditempati celak dan cincin).
Maka yang dimaksud di sini ialah 'tempat perhiasan itu,' dengan jalan membuang mudhaf dan menempatkan mudhaf ilaih pada tempatnya.
Beliau berkata, adapun kaki, maka diriwayatkan bahwa ia bukanlah aurat secara mutlak, karena bagian ini diperlukan untuk berjalan sehingga akan tampak.
Selain itu, kemungkinan timbulnya syahwat karena melihat muka dan tangan itu lebih besar, maka halalnya melihat kaki adalah lebih utama.
Dalam satu riwayat disebutkan, kaki itu adalah aurat untuk dipandang, bukan untuk shalat.
Mazhab Maliki
Dalam syarah shaghir (penjelasan ringkas) karya ad-Dardir yang berjudul Aqrabul Masalik ilaa Malik, disebutkan:
"Aurat wanita merdeka terhadap laki-laki asing, yakni yang bukan mahramnya, ialah seluruh tubuhnya selain wajah dan telapak tangan. Adapun selain itu bukanlah aurat."
Ash-Shawi mengomentari pendapat tersebut dalam Hasyiyah-nya, katanya, "Maksudnya, boleh melihatnya, baik bagian luar maupun bagian dalam (tangan itu), tanpa maksud berlezat-lezat dan merasakannya, dan jika tidak demikian maka hukumnya haram."
Istilah niqab oleh orang Indonesia sering dikenal dengan sebutan cadar. Cara berpakaian semacam ini, biasa dilakukan oleh muslimah Arab Saudi dan beberapa penduduk negara Timur Tengah.
Model dari niqab tidak begitu banyak, ada yang hanya selembar kain secukupnya untuk menutup wajah yang memanjang ke arah bawah dagu. Ada yang lembar kain besar sekalian untuk kerudung dan jubah yang menutup sekujur tubuh perempuan, sebagai lapisan luar yang menutup pakaian lapisan dalam.
Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatwa-fatwa Kontemporer" mengatakan pendapat tentang tidak wajibnya memakai cadar serta bolehnya membuka wajah dan kedua telapak tangan bagi wanita muslimah di depan laki-laki lain yang bukan muhrimnya adalah pendapat jumhur fuqaha umat semenjak zaman sahabat ra.
"Karena itu tidak perlu dipertengkarkan, sebagaimana yang ditimbulkan oleh sebagian yang ikhlas tetapi tidak berilmu dan oleh sebagian pelajar dan ilmuwan yang bersikap ketat," ujar Al-Qardhawi.
Mazhab Hanafi
Dalam kitab al-Ikhtiyar, salah satu kitab Mazhab Hanafi , disebutkan: Tidak diperbolehkan melihat wanita lain kecuali wajah dan telapak tangannya, jika tidak dikhawatirkan timbul syahwat.
Dan diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa beliau menambahkan dengan kaki, karena pada yang demikian itu ada kedaruratan untuk mengambil dan memberi serta untuk mengenal wajahnya ketika bermuamalah dengan orang lain, untuk menegakkan kehidupan dan kebutuhannya, karena tidak adanya orang yang melaksanakan sebab-sebab penghidupannya.
Beliau berkata: Sebagai dasarnya ialah firman Allah, "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa tampak daripadanya." ( QS an-Nur : 31 )
Para sahabat pada umumnya berpendapat bahwa yang dimaksud ayat tersebut ialah celak dan cincin, yaitu tempatnya (bagian tubuh yang ditempati celak dan cincin).
Maka yang dimaksud di sini ialah 'tempat perhiasan itu,' dengan jalan membuang mudhaf dan menempatkan mudhaf ilaih pada tempatnya.
Beliau berkata, adapun kaki, maka diriwayatkan bahwa ia bukanlah aurat secara mutlak, karena bagian ini diperlukan untuk berjalan sehingga akan tampak.
Selain itu, kemungkinan timbulnya syahwat karena melihat muka dan tangan itu lebih besar, maka halalnya melihat kaki adalah lebih utama.
Dalam satu riwayat disebutkan, kaki itu adalah aurat untuk dipandang, bukan untuk shalat.
Mazhab Maliki
Dalam syarah shaghir (penjelasan ringkas) karya ad-Dardir yang berjudul Aqrabul Masalik ilaa Malik, disebutkan:
"Aurat wanita merdeka terhadap laki-laki asing, yakni yang bukan mahramnya, ialah seluruh tubuhnya selain wajah dan telapak tangan. Adapun selain itu bukanlah aurat."
Ash-Shawi mengomentari pendapat tersebut dalam Hasyiyah-nya, katanya, "Maksudnya, boleh melihatnya, baik bagian luar maupun bagian dalam (tangan itu), tanpa maksud berlezat-lezat dan merasakannya, dan jika tidak demikian maka hukumnya haram."