Muslim Indonesia Masih Dipandang Sebelah Mata, Apa Sebab?

Kamis, 03 September 2020 - 15:01 WIB
loading...
Muslim Indonesia Masih Dipandang Sebelah Mata, Apa Sebab?
Ribuan jamaah sedang menjalankan ibadah salat Jumat di Masjid Istiqlal Jakarta beberapa waktu lalu. Foto/dok SINDOnews
A A A
Imam Shamsi Ali
Direktur/Imam Jamaica Muslim Center
Presiden Nusantara Foundation USA

Badan Pengelola Masjid Istiqlal Jakarta baru saja meluncurkan sebuah gebrakan baru dengan membentuk sebuah badan bernama Majelis Mudzakarah Masjid Istiqlal, disingkat M3I. Majelis Mudzakarah ini menghimpun para ulama, Cendekiawan, dan pakar dengan latar belakang yang ragam.

Terpilih sebagai ketua Majelis Prof Dr KH Quraisy Shihab, pakar Tafsir Al-Qur'a n dan Cendekiawan yang tidak asing lagi dalam keilmuan Islam di bumi Nusantara. Sementara anggota-anggotanya terdiri dari para pakar, cendekiawan dan ulama Indonesia, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Salah satu tujuan penting dari Majelis tersebut adalah mengkaji dan merumuskan konsep-konsep keagamaan yang berkembang di masyarakat dan dunia, sekaligus memberikan masukan atau rekomendasi ke pemerintah berkenaan dengan isu-isu keagamaan. ( )

Secara resmi Majelis Mudzakarah Masjid Istiqlal diluncurkan dan dibuka secara resmi oleh Imam Besar Masjid Istiqlal , Prof Dr KH Nasaruddin Umar secara virtual pada tgl 2 September 2020 kemarin. Bersamaan dengan peluncuran itu juga diadakan webinar tentang peranan ulama dalam kontribusi kepada bangsa. Hadir sebagai narasumber antara lain Prof Dr Nazaruddin Umar, Prof Dr Quraysh Shihab, Prof Dr Aqil Husin Al-Munawwar, Prof Dr Nadirsyah Husen, dan saya sendiri.

( )

Muslim Indonesia di Kancah Global
Walaupun tema bahasan webinar sekitar kontribusi Ulama kepada bangsa dan negara RI, saya justru mendadak keluar dari tema dan membahas masalah lain. Hal ini karena pada pemaparan Imam Besar, beliau menjelaskan berbagai program yang ambisius dan visioner Masjid Istiqlal . Satu di antaranya adalah akan menjadikan Istiqlal sebagai pusat pengembangan "imamah" (kepemimpinan) dan dakwah yang tidak saja berskala nasional. Tapi juga akan mencakup ragam program yang berskala internasional.

Oleh karenanya kegalauan panjang saya seolah terusik kembali untuk melemparkan uneg-uneg atau mimpi saya untuk melihat Ulama Nusantara memainkan kembali peranan globalnya. Sebagaimana saya sering sampaikan di mana-mana bahwa sejujurnya cukup disayangkan melihat kenyataan jika Umat Islam Indonesia, khususnya Ulama di Nusantara, belum memainkan peranannya secara signifikan di dunia internasional.

Di Amerika Serikat misalnya kerja-kerja Dakwah atau keagamaan secara luas masih didominasi oleh Timur Tengah, Asia Selatan atau bisa dikenal dengan IPB (India Pakistan Bangladesh), dan tentunya Afro Amerika. Indonesia sebagai bangsa dengan penduduk Muslim terbesar dunia ternyata belum terlihat secara signifikan. Bahkan secara tidak langsung kerap masih dipandang sebelah mata. Indonesia dan Muslim khususnya memang belum terlalu dikenal luas di Amerika Serikat.

Satu contoh yang sering saya sampaikan di mana-mana adalah kejadian di Universitas North Florida ketika saya menyampaikan presentasi Islam beberapa tahun yang lalu. Di saat saya mengenalkan diri sebagai Muslim yang barasal dari Indonesia, respons yang saya terima agak dingin.

Tapi ada yang menyelah: "Are you from Saudi Arabia?". ( )

Ketika saya jawab bahwa negara Islam terbesar dunia itu ada di Asia Tenggara (Southeast Asia), ada yang nyeletuk: "I think you are from the Phillipine".

Saya terkejut dengan terkaan itu. Belakangan baru saya sadar bahwa ternyata hal itu disebabkan oleh stigma di benak sebagian orang bahwa konflik yang ada di mana-mana disebabkan oleh Islam . Kebetulan saja di negara Phillipina itu ada konflik Moro.

Pengalaman demi pengalaman itu semakin mendorong saya untuk melakukan apapun yang memungkinkan untuk mengenalkan Islam dan Indonesia. Satu di antara usaha itu adalah dengan mendirikan Nusantara Foundation, sekaligus mimpi besar untuk mendirikan Pondok pesantren Nur Inka Nusantara Madani di Amerika.

Dan ini pulalah yang menjadi motivasi utama kenapa di mana-mana saya menggaungkan agar Umat Islam Indonesia, khususnya pada ulamanya, harus "Go Internasional". Masanya mengambil tanggung jawab besar untuk menampilkan Islam yang saya yakin ditunggu-tunggu oleh dunia.

Empat Alasan Utama
Ada 4 alasan utama kenapa Indonesia harus mengambil peranan besar dalam menyampaikan dan menampilkan Islam di dunia gobal. Alasan-alasan ini sebenarnya sudah sering saya sampaikan di mana-mana. Tapi sebagai pengingat saya kembali sampaikan berikut ini.

Pertama, karena memang dunia kita adalah dunia global yang menuntut bahkan memaksa semua pihak untuk memainkan peranannya masing-masing. Artinya di hadapan semua bangsa saat ini hanya ada satu pilihan. Ikut menjadi pemain dalam dunia global dan menentukan arah perjalanannya. Atau menjadi mainan dunia global yang terkadang tidak berprikemanusiaan.

Maka Indonesia dan Muslim Indonesia harus mengambil bagian penting dari hiruk pikuk dunia global itu. Bahkan dengan segala potensi yang dimilikinya harus menjadi bagian yang dapat menentukan wajah pergerakannya.

( )

Kedua, sejarah Muslim Nusantara adalah sejarah besar. Bahwa peranan Muslim Nusantara, bahkan jauh sebelum negara Indonesia terbentuk dan merdeka, begitu sangat besar dan signifikan di dunia luar. Satu antara catatan sejarah keulamaan Nusantara misalnya adalah Syeikh Yusuf Al-Makassary. Beliau bukan sekedar tawanan Belanda yang dibuang ke Srilanka dan Afrika Selatan. Tapi yang terpenting beliau adalah Ulama besar dan dai yang berhasil di kancah global.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1689 seconds (0.1#10.140)