Konflik Khilafah: Kisah Suram Putra Ketiga Ali bin Abi Thalib
loading...
A
A
A
"Bila Anda berbai’at, kebetulan ada seratus kapal yang baru tiba dari Kulzam, semuanya saya serahkan kepada Anda. Lalu ada tambahan lagi seratus juta dirham dan semua kebutuhan Anda beserta sanak keluarga akan selalu kami cukupi. Tetapi apabila Anda menolak Anda segera keluar dari wilayah kekuasaan.”
Setelah menerima dan membaca surat tersebut, Muhammad Al-Hanafiyah menjawab:
“Dari Muhammad Al-Hanafiyah kepada Abdul Malik bin Marwan.
"Keselamatan semoga tercurah kepada Anda setelah bertahmid kepada Allah yang tiada Ilah yang yang haq selain Dia. Saya mengira Anda takut dan khawatir terhadap saya, sedangkan Anda sudah tahu sikap dan pendirian saya dalam persoalan ini. Demi Allah, seandainya seluruh ummat ini berkumpul kecuali satu kelompok dari satu desa saja, saya tetap menerimanya dan tidak akan memeranginya.”
“Saya telah datang ke Makkah kemudian Abdullah bin Zubair meminta agar saya berbai’at kepadanya. Ketika saya menolak, dia menganiaya saya. Kemudian Anda menulis surat kepada saya dan menawarkan untuk tinggal di daerah Syam. Saya memilih tinggal di suatu kota di tepian wilayah Anda karena biaya hidup lebih murah, lagi pula jauh dari wilayah kekuasaan Anda. Sekarang Anda menulis surat kepada saya disertai ancaman, maka kami memilih pergi dari Anda, insya Allah…”
Akhirnya, Muhammad Al-Hanafiyah bersama seluruh keluarga dan pengikutnya keluar dari Syam. Namun setiap kali hendak menetap di suatu tempat, mereka selalu diganggu dan diusir.
Belum cukup penderitaannya, Allah masih mengujinya dengan kesulitan lain yang lebih keras dan berat. Di antara pengikutnya, muncul orang-orang yang berhati cacat dan hilang akal sehatnya sehingga mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan pada diri Ali dan keturunannya rahasia-rahasia ilmu, tatanan agama dan pusaka-pusaka syari’at. Itu semua dikhususkan bagi keluarga Muhammad Al-Hanafiyah yang tak diketahui oleh orang lain.
Laki-laki yang berilmu dan cerdas ini paham tentang apa yang ada di balik kata-kata sesat tersebut, yang mungkin akan menyeret Islam dan kaum muslimin ke dalam bahaya besar. Beliau mengumpulkan orang-orang dan berbicara untuk menjernihkan masalah.
Setelah mengucapkan tahmid kepada Allah dan salawat atas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata, “Ada beberapa orang yang menganggap kami sekeluarga memiliki ilmu yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khusus bagi kami, yang tidak diketahui oleh orang lain. Maka kami tegaskan, demi Allah, Rasulullah tidak mewariskan kecuali yang ada di antara dua lauh (papan/cover)…” sambil menunjuk ke mushaf. “Barangsiapa menganggap kami membaca selain Kitabullah, maka dia berdusta.”
Ketika sebagian dari pengikutnya memberi salam, “Assalamu’alaika, wahai mahdi (pemberi petunjuk)”, beliau menjawab, “Benar, aku adalah pemberi petunjuk kepada kebaikan dan kalian insya Allah mendapatkan hidayah. Tetapi jika kalian memberi salam kepadaku, cukuplah menyebutkan namaku dan katakan, “Assalamu’alaika, wahai Muhammad.”
Ibnu Zubair Terbunuh
Tidak lama ketika rasa binggung menggelayuti pikiran Muhammad Al-Hanafiyah dan beberapa pengikutnya di tempat mereka tinggal, atas kehendak Allah, Hajjaj bin Yusuf membunuh Abdullah bin Zubair, kemudian semua orang berbai’at kepada Abdul Malik bin Marwan.
Maka tak ada pilihan lagi bagi Muhammad Al-Hanafiyah kecuali menulis surat kepada Abdul Malik:
“Kepada hamba Allah Abdul Malik bin Marwan, amirul mukminin, dari Muhammad bin Ali. Setelah mengikuti perkembangan, bahwa kekuasaan sudah kembali ke tangan Anda. Orang-orang sudah berbai’at melalu wali Anda di Hijaz. Saya kirimkan pernyataan ini kepada Anda. Wassalam.”
Sesampainya surat itu, Abdul Malik membacakan di hadapan sahabat-sahabatnya, mereka berkata, “Seandainya beliau ingin mengganggu dan menimbulkan keonaran di antara muslimin, dia mampu melakukannya dan engkau tidak bisa berbuat apa-apa. Oleh sebab itu tulislah jawaban untuknya agar berjanji dan bersumpah untuk menjaga ketentraman atas nama Allah dan Rasul-Nya agar tidak timbul kekacauan karena kekuatan dan banyaknya pengikut beliau.”
Maka, Abdul Malik bin Marwan pun menulis surat jawaban untuk Ibnu Al-Hanafiyah dan memerintahkan kepada walinya, Hajjaj bin Yusuf, agar senantiasa menghormati, menjaga kedudukannya dan berbuat baik kepada Muhammad.
Namun sayang, usia Muhammad Al-Hanafiyah tidak begitu panjang. Karena Allah telah memilihnya untuk kembali ke sisi-Nya dengan ridha dan penuh keridhaan.
Semoga Allah merahmati Muhammad Al-Hanafiyah yang tidak menginginkan perpecahan umat terjadi di muka bumi dan tidak pula gila jabatan dan kehormatan.
Baca Juga
“Dari Muhammad Al-Hanafiyah kepada Abdul Malik bin Marwan.
"Keselamatan semoga tercurah kepada Anda setelah bertahmid kepada Allah yang tiada Ilah yang yang haq selain Dia. Saya mengira Anda takut dan khawatir terhadap saya, sedangkan Anda sudah tahu sikap dan pendirian saya dalam persoalan ini. Demi Allah, seandainya seluruh ummat ini berkumpul kecuali satu kelompok dari satu desa saja, saya tetap menerimanya dan tidak akan memeranginya.”
“Saya telah datang ke Makkah kemudian Abdullah bin Zubair meminta agar saya berbai’at kepadanya. Ketika saya menolak, dia menganiaya saya. Kemudian Anda menulis surat kepada saya dan menawarkan untuk tinggal di daerah Syam. Saya memilih tinggal di suatu kota di tepian wilayah Anda karena biaya hidup lebih murah, lagi pula jauh dari wilayah kekuasaan Anda. Sekarang Anda menulis surat kepada saya disertai ancaman, maka kami memilih pergi dari Anda, insya Allah…”
Akhirnya, Muhammad Al-Hanafiyah bersama seluruh keluarga dan pengikutnya keluar dari Syam. Namun setiap kali hendak menetap di suatu tempat, mereka selalu diganggu dan diusir.
Belum cukup penderitaannya, Allah masih mengujinya dengan kesulitan lain yang lebih keras dan berat. Di antara pengikutnya, muncul orang-orang yang berhati cacat dan hilang akal sehatnya sehingga mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan pada diri Ali dan keturunannya rahasia-rahasia ilmu, tatanan agama dan pusaka-pusaka syari’at. Itu semua dikhususkan bagi keluarga Muhammad Al-Hanafiyah yang tak diketahui oleh orang lain.
Laki-laki yang berilmu dan cerdas ini paham tentang apa yang ada di balik kata-kata sesat tersebut, yang mungkin akan menyeret Islam dan kaum muslimin ke dalam bahaya besar. Beliau mengumpulkan orang-orang dan berbicara untuk menjernihkan masalah.
Baca Juga
Setelah mengucapkan tahmid kepada Allah dan salawat atas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata, “Ada beberapa orang yang menganggap kami sekeluarga memiliki ilmu yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khusus bagi kami, yang tidak diketahui oleh orang lain. Maka kami tegaskan, demi Allah, Rasulullah tidak mewariskan kecuali yang ada di antara dua lauh (papan/cover)…” sambil menunjuk ke mushaf. “Barangsiapa menganggap kami membaca selain Kitabullah, maka dia berdusta.”
Ketika sebagian dari pengikutnya memberi salam, “Assalamu’alaika, wahai mahdi (pemberi petunjuk)”, beliau menjawab, “Benar, aku adalah pemberi petunjuk kepada kebaikan dan kalian insya Allah mendapatkan hidayah. Tetapi jika kalian memberi salam kepadaku, cukuplah menyebutkan namaku dan katakan, “Assalamu’alaika, wahai Muhammad.”
Ibnu Zubair Terbunuh
Tidak lama ketika rasa binggung menggelayuti pikiran Muhammad Al-Hanafiyah dan beberapa pengikutnya di tempat mereka tinggal, atas kehendak Allah, Hajjaj bin Yusuf membunuh Abdullah bin Zubair, kemudian semua orang berbai’at kepada Abdul Malik bin Marwan.
Maka tak ada pilihan lagi bagi Muhammad Al-Hanafiyah kecuali menulis surat kepada Abdul Malik:
“Kepada hamba Allah Abdul Malik bin Marwan, amirul mukminin, dari Muhammad bin Ali. Setelah mengikuti perkembangan, bahwa kekuasaan sudah kembali ke tangan Anda. Orang-orang sudah berbai’at melalu wali Anda di Hijaz. Saya kirimkan pernyataan ini kepada Anda. Wassalam.”
Sesampainya surat itu, Abdul Malik membacakan di hadapan sahabat-sahabatnya, mereka berkata, “Seandainya beliau ingin mengganggu dan menimbulkan keonaran di antara muslimin, dia mampu melakukannya dan engkau tidak bisa berbuat apa-apa. Oleh sebab itu tulislah jawaban untuknya agar berjanji dan bersumpah untuk menjaga ketentraman atas nama Allah dan Rasul-Nya agar tidak timbul kekacauan karena kekuatan dan banyaknya pengikut beliau.”
Maka, Abdul Malik bin Marwan pun menulis surat jawaban untuk Ibnu Al-Hanafiyah dan memerintahkan kepada walinya, Hajjaj bin Yusuf, agar senantiasa menghormati, menjaga kedudukannya dan berbuat baik kepada Muhammad.
Namun sayang, usia Muhammad Al-Hanafiyah tidak begitu panjang. Karena Allah telah memilihnya untuk kembali ke sisi-Nya dengan ridha dan penuh keridhaan.
Semoga Allah merahmati Muhammad Al-Hanafiyah yang tidak menginginkan perpecahan umat terjadi di muka bumi dan tidak pula gila jabatan dan kehormatan.
(mhy)