Safanah binti Hatim, Sang Diplomat Dakwah yang Santun

Rabu, 11 November 2020 - 16:56 WIB
loading...
Safanah binti Hatim, Sang Diplomat Dakwah yang Santun
Cerita Safanah tentangan Muhammad, membawa hidayah bagi saudara dan segenap kaumnya. Ialah penyampai hidayah lewat diplomasi yang santun. Foto ilustrasi/ist
A A A
Banyak kisah shahabiyah (sahabat perempuan Rasulullah) yang patut diteladani kaum perempuan muslimah zaman sekarang. Tak hanya dari akhlak, perilaku dan sepak terjangnya dalam aktivitas hariannya, bisa menjadi potret peran muslimah yang tak lekang oleh zaman.

Salah satunya adalah Safanah binti Hatim ath-tha'i. Ia merupakan salah satu shahabiyah yang dikenal akan kesantunnya dalam berperilaku dan berbicara . Dikutip dari buku 'Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah,' karya Muhammad Ibrahim Salim, sosok Safanah dikisahkan.

(Baca juga : Warna Busana Dalam Islam : Antara Sunnah dan Kepantasan Lokal )

Safanah lahir dari keluarga pembesar suku Thai. Garis keturunannya dikenal dengan keluarga ningrat. Ia memiliki nama lengkap Safanah binti Hatim bin Abdullah bin Sa'ad bin al Hasyraj bin Imri' al-Qais bin Addi bin Akhzam bin Rabiah bin Jarwal bin Tsa'al bin Amar bin al-Ghauts bin Tha' ath-Thai.

Lahir di lingkungan yang berlimpah harta dan kebahagian tak membuatnya tumbuh sebagai sosok angkuh dan sombong. Ini tak terlepas dari keteladanan yang dicontohkan oleh Hatim. Ayahnya tersebut tersohor dengan kedermawanannya. Namanya bahkan disebut-sebut sebagai ikon filantropi ketika itu. Soal kedermawanan, Hatimlah jagonya. Nasihat soal kebaikan maka Hatim dijadikan sebagai repersentasi. “Akrim min Hatim”, berbuatlah kemuliaan lebih baik dari Hatim.

(Baca juga : Penyakit Rendah Diri )

Pandai Berdiplomasi

Safanah adalah figur panutan . Parasnya cantik dan berkulit putih. Postur tubuhnya tinggi. Gaya bicaranya lugas, fasih, santun, dan komunikatif. Kepercayaan dirinya tinggi dan bangga berbagi derma. Kecintaannya terhadap tanah kelahiran sangat tinggi. Dikisahkan, ia kerap mengawasi delegasi yang hendak pergi ke Madinah, seraya berharap, kelak ia akan kembali ke sana.

Kisah peralihannya sebagai Muslimah kembali pada peristiwa penawanan Suku Thai. Safanah tampil ke hadapan Rasulullah berdiplomasi agar ia dilepaskan.

(Baca juga : Tata Cara Mandi Haid Menurut Sunnah )

Ibnu Ishaq menceritakan ketika Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallan menawan Safanah dan beberapa tawanan Tha'i yang lain, Safanah bersikap sangat diplomatis. Safanah meminta dibebaskan untuk mencari saudaranya, Adi bin Hatim yang telah terlebih dahulu lolos dari tawanan.

Safanah berkata, "Wahai Rasulullah, telah meninggal dunia seorang bapak (Hatim ath-Tha'i) dan telah kabur seorang utusan."

Rasulullah bertanya, "Siapakah utusan tersebut?"

Safanah menjawab, "Adi bin Hatim."

Rasulullah kembali bertanya, "Bukankah dia yang kabur dari Allah dan Rasul-Nya?"

(Baca juga : UU Cipta Kerja, Jokowi: Perubahan Selalu Timbulkan Kekhawatiran )

Dialog tadi terulang sampai tiga kali. Hingga salah seorang dari balik Rasulullah berkata dengan tak sabar, "Wahai (putri) kaum-ku, katakan kepadanya apa yang kamu mau!"

Tanpa gentar, Safanah kemudian menjawab, "Wahai Rasulullah, telah meninggal seorang bapak dan kabur seorang utusan. Berikan kepadaku apa yang Allah berikan kepadamu."

Lantas Rasulullah menjawab, "Sesungguhnya saya telah membebaskanmu, untuk menyusul saudaramu, tapi saya belum menemukan orang yang bisa dipercaya untuk mengantarkanmu kembali ke negerimu. Nanti akan tiba saatnya."

(Baca juga : Amien Rais Bertemu Habib Rizieq, Ini yang Dibahas )

Dengan demikian, hati Safanah menjadi tenang dan lega. Ia akan segera bertemu kembali dengan saudaranya.

Walau sebagai tawanan, mereka termasuk Safanah diperlakukan dengan baik oleh kaum muslimin. Safanah menceritakan bahwa Rasulullah menjaga dan merawat ia dengan memberikan makanan dan pakaian hingga tiba saatnya ia menemui saudaranya.

Ketika akhirnya kedua saudara itu bertemu, Adi bin Hatim bertanya, "Bagaimana kesanmu terhadap laki-laki itu?"

"Saya berharap kamu bisa menemuinya," jawab Safanah.

(Baca juga : PTNBH: UNS Targetkan Masuk 500 PT Terbaik Dunia )

Pada riwayat lain, diceritakan Safanah yang menemui Adi bin Hatim di Dumatul Janda usai dibebaskan berkata, "Wahai saudaraku, datangilah laki-laki tersebut (Rasulullah) sebelum dia datang menangkapmu. Sesungguhnya saya melihat perkataan yang jujur dan santun akan mengalahkan kaumnya yang menang. Dan saya telah menyaksikan begitu mulia sifat-sifat Rasulullah. Ia adalah orang yang mencintai fakir miskin, membebaskan tawanan, menyayangi yang lebih kecil, dan menghormati yang lebih besar. Saya tidak pernah menjumpai orang seramah dan semulia dia. Seandainya dia seorang nabi, mudah-mudahan kamu mendapat keutamaannya dan seandainya dia seorang malaikat, dia masih berada pada kemuliaannya."

Sungguh, perkataan saudaranya telah menyentuh hati Adi. Ia mempercayai Safanah sebagaimana telah terlihat dari kesantunan ia berbicara.

Lantas Adi berkata," Demi Allah, benarkah apa yang kaku katakan."

(Baca juga : Kemenag Pastikan Pelaksanaan Umrah Sesuai Prokes Corona )

Saat itu juga, Adi berangkat menemui Rasulullah untuk menyatakan keislamannya. Adi bin Hatim menjadi muslim bersama Safanah yang kemudian beganti nama menjadi Hazimah. Peristiwa ini merupakan momen terpenting dalam sejarah sukunya. Cerita Safanah tentangan Muhammad, membawa hidayah bagi saudara dan segenap kaumnya. Ialah penyampai hidayah Islam dengan cara diplomasinya yang santun.

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1931 seconds (0.1#10.140)