Beginilah Perlakuan Ulama Terdahulu kepada Dzurriyah Nabi

Kamis, 19 November 2020 - 11:11 WIB
loading...
Beginilah Perlakuan Ulama Terdahulu kepada Dzurriyah Nabi
Ustaz Miftah el-Banjary, Dai yang juga pakar ilmu linguistik Arab dan Tafsir Al-Quran asal Banjar Kalimantan Selatan. Foto/Ist
A A A
Ustaz Miftah el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an

Dikisahkan dalam Kitab "معرفة محمد" bahwa pada zaman dahulu ada seorang ulama besar menegur seorang pemuda yang masih tergolong keturunan dzuriat ahli bait yang kebetulan ketika itu dia masih melanggar hukum syariat.

Ulama kharismatik itu menasehati dengan lemah lembut serta meluruskan dengan penuh kasih sayang. Hingga pemuda dari keturunan ahli bait itu bertaubat dan menyesali perbuatannya. Apa yang terjadi selanjutnya?

( )

Pada malam harinya, ulama itu bermimpi berjumpa dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang dengan bangga dan bahagianya tersenyum atas apa yang dilakukan ulama itu. Perlakuan baik terhadap ahli bait beliau, rupanya dinilai oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم .

قُل لَّا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ

"Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan."

Apa pesannya untuk kita hari ini? Sekiranya pun Anda tidak sepakat dan sepaham dengan seorang ahli dzuriyyah, bahkan menilainya menyimpang dari syariat, silakan meluruskan dan menasihatinya dengan lembut dan takzim demi Rasulullah صلى الله عليه وسلم .

Tak perlu menyindir, apalagi nyinyir dengan tulisan-tulisan yang menertawakan dengan menampilkan gambar-gambar yang melecehkan, meskipun kita seorang yang intelektual. Sebab, tanpa etika dan adab, kita bukan siapa-siapa. Apalagi berkah ilmu pengetahuan yang kita miliki saat ini tentu tak terlepas dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم .

( )

Sekelas Imam Syafi'i saja ketika meriwayatkan tentang redaksi hadits berkenaan dengan ahli bait , beliau mengucapkan dengan penuh takzim. Imam Syafi'i meriwayatkan hadis:

لَوْ سَرِقَتْ فُلاَنَةُ بِنْتِ فُلاَنٍ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

"Sekiranya "Fulanah putri Fulan" mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya."

Orang-orang lantas bertanya keheranan: "Wahai Imam, mengapa Anda meriwayatkan hadits semacam itu, bukankah redaksi haditsnya yang benar seperti ini?"

لَوْ سَرِقَتْ فَاطِمَةُ بِنْتِ مُحَمَّدٍ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

"Sekiranya "Fathimah binti Muhammad" mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya."

Imam Syafi'i menjawab: Benar, hanya seperti itu redaksi hadisnya. Lantas mereka bertanya lagi: "Mengapa Anda meriwayatkan hadits Fulanah yang mencuri, tidak menyebutkan nama Fathimah.

Imam Syafi'i dengan tegas menjawab:
1. Tidak mungkin Fathimah mencuri.
2. Hadits itu sudah maklum diketahui semua orang. Siapakah yang dimaksud pada kata Fulanah sudah jelas diketahui haditsnya.
3. Ucapan tentang redaksi hadits "sekiranya "Fathimah mencuri", hal itu wajar diucapkan oleh ayahnya sendiri, Rasulullah صلى الله عليه وسلم .

Begitulah para imam kita mengajarkan betapa adab yang mulia dan tinggi terhadap ahli bait Nabi صلى الله عليه وسلم.

Kesimpulannya, jika tidak mampu mencintai mereka dengan hati, minimal jangan menyakiti mereka dengan kebencian dari lidah atau dari jemari kotor kita. Kata Sayyiduna Abu Bakar radhiyallahu 'anhu. "Sungguh aku lebih senang menghubungkan diriku pada dzuriat Nabi melebihi keluargaku sendiri."

Keluarga ahli bait Nabi yang mana? Semuanya, jangan pilih kasih. Jangan sampai kita membentur-membenturkan antara satu habib yang lemah lembut dakwahnya maupun habib yang berdakwah dengan ketegasan. Kedua sifat itu sama-sama mereka warisi dari datuk mereka, Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Ambillah yang baik, buang yang buruk. Semoga kita semua dalam rahmat dan kasih sayang Allah Ta'ala.

( )

Wallahu A'lam
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1465 seconds (0.1#10.140)