Malu Bagian dari Iman, Begini Penjelasan Habib Quraisy
loading...
A
A
A
Perasaan malu ialah salah satu benteng efektif untuk menghindarkan manusia dari segala bentuk perilaku buruk. Ketika seseorang punya rasa malu maka ia tidak akan berkata kotor, kasar, tidak berbuat zhalim, tidak berbohong, tidak mengumbar aurat.
Bahkan malu jika membuang sampah sembarangan. Itulah sebabnya syariat menempatkan malu sebagai bagian dari iman. Suatu ketika, Rasulullah صلى الله عليه وسلم mewanti-wanti agar umatnya mampu mengekspresikan rasa malu kepada Allah Ta'ala dengan sebenarnya.
عن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (استحيوا من الله حقَّ الحياء، قلنا: يا رسول الله، إنا لنستحيي والحمد لله، قال: ليس ذلك، ولكن الاستحياء من الله حقَّ الحياء أن تحفظ الرأس وما وَعَى، والبطن وما حوى، وأن تذكُر الموت والبِلَى، ومن أراد الآخرة ترك زينة الدنيا، فمن فعل ذلك فقد استحيا من الله)
''Istahyû minallâhi haqqalhayâi (Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu),'' sabda Rasulullah. Mendengar Rasulullah bersabda, kemudian sahabat berkata, ''Ya Nabiyallâhu innâ lanastahyî wal hamdulillâh (Wahai Nabi Allah, sungguh kami telah merasa malu).''
Kemudian, Rasulullah bersabda: Bukan itu yang aku maksud! Akan tetapi, malu kepada Allah yang sebenarnya itu, kamu menjaga kepala dengan segala yang di kandungnya, menjaga perut dengan segala isinya, dan senantiasa mengingat maut dengan segala siksanya. Barang siapa melakukan semua itu, ia telah merasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya.''
(Baca Juga: 3 Macam Sifat Malu yang Harus Dimiliki Seseorang)
Pengasuh Ponpes Ash-Shidqu Kuningan Al-Habib Quraisy Baharun menjelaskan makna dari matan hadis di atas. Menjaga kepala dengan segala isi yang di kandungnya artinya menjaganya dari kebiasaan berpikir buruk (negative thinking). Menjaganya dari pengetahuan atau informasi palsu, dan kritis terhadap pengetahuan atau informasi yang diterima.
Dari siapa pun pengetahuan atau informasi itu datang, harus diolah secara kritis, sehingga yang tersimpan hanyalah pengetahuan yang bersih, benar, dan ilmu yang mencerahkan, bukan pengetahuan sesat dan menyesatkan.
Adapun makna dari matan hadis "menjaga perut dengan segala isinya" artinya menjaga perut dari makanan haram yang sudah jelas terlarang, baik zat atau cara memperolehnya, dan menjaganya agar tidak diisi secara berlebihan, sekalipun oleh makanan yang halal.
Kemudian, makna dari matan hadis "senantiasa mengingat maut dengan segala siksanya", yaitu dengan kondisi kehidupan yang pragmatis, materialis, hedonis, dan konsumerisme menyebabkan manusia sangat gandrung dengan kesenangan dunia, seolah lupa pada kematian.
Padahal, Allah berfirman, "Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkanmu kendati kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." (QS an-Nisa [4]: 78)
"Dengan rasa malu kepada Allah, insya Allah kita akan mendapatkan kebahagiaan hakiki di akhirat," jelas Habib Quraisy yang juga salah satu murid ulama besar Hadramaut Yaman, Habib Umar bin Hafidz.
Islam mengajarkan bahwa rasa malu merupakan bagian dari iman. Nabi bersabda: Al-hayâu' min al-îmân, bahwa perasaan malu adalah sebagian dari iman. Malah, dalam hadis lain, Rasulullah menegaskan, iman dan rasa malu merupakan sesuatu yang tak terpisahkan.
الحياءُ و الإيمانُ قُرِنا جميعًا ، فإذا رُفِعَ أحدُهما رُفِعَ الآخَرُ
Al-îmanu wa al- hayâu' quranâu' jamî'an, faidzâ rufi'a ahaduhuma rufi'a al-âkharu (Iman dan rasa malu senantiasa bersama, apabila salah satunya hilang maka hilanglah yang lainnya). (HR Hakim dan Thabrani).
Ini artinya, ekspresi malu dalam keseharian itu merupakan cermin kualitas keimanan kita. Ekspresi rasa malu ditujukan kepada sesama manusia dan Allah. Dari dua ekspresi rasa malu ini, tentu saja nilai ekspresi rasa malu tertinggi adalah ekspresi rasa malu kepada Allah.
Ekspresi malu kepada-Nya membuat ekspresi rasa malu kita, kepada sesama menjadi bermakna. Bagaimanapun besarnya ekspresi rasa malu kepada sesama, jika tidak dibarengi dengan ekspresi rasa malu kepada-Nya, ekspresi itu tidak memiliki arti apa-apa di hadapan Allah.
(Baca Juga: Habib Quraisy Baharun: 2 Perhiasan Paling Baik Bagi Manusia)
Wallahu A'lam
Bahkan malu jika membuang sampah sembarangan. Itulah sebabnya syariat menempatkan malu sebagai bagian dari iman. Suatu ketika, Rasulullah صلى الله عليه وسلم mewanti-wanti agar umatnya mampu mengekspresikan rasa malu kepada Allah Ta'ala dengan sebenarnya.
عن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (استحيوا من الله حقَّ الحياء، قلنا: يا رسول الله، إنا لنستحيي والحمد لله، قال: ليس ذلك، ولكن الاستحياء من الله حقَّ الحياء أن تحفظ الرأس وما وَعَى، والبطن وما حوى، وأن تذكُر الموت والبِلَى، ومن أراد الآخرة ترك زينة الدنيا، فمن فعل ذلك فقد استحيا من الله)
''Istahyû minallâhi haqqalhayâi (Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu),'' sabda Rasulullah. Mendengar Rasulullah bersabda, kemudian sahabat berkata, ''Ya Nabiyallâhu innâ lanastahyî wal hamdulillâh (Wahai Nabi Allah, sungguh kami telah merasa malu).''
Kemudian, Rasulullah bersabda: Bukan itu yang aku maksud! Akan tetapi, malu kepada Allah yang sebenarnya itu, kamu menjaga kepala dengan segala yang di kandungnya, menjaga perut dengan segala isinya, dan senantiasa mengingat maut dengan segala siksanya. Barang siapa melakukan semua itu, ia telah merasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya.''
(Baca Juga: 3 Macam Sifat Malu yang Harus Dimiliki Seseorang)
Pengasuh Ponpes Ash-Shidqu Kuningan Al-Habib Quraisy Baharun menjelaskan makna dari matan hadis di atas. Menjaga kepala dengan segala isi yang di kandungnya artinya menjaganya dari kebiasaan berpikir buruk (negative thinking). Menjaganya dari pengetahuan atau informasi palsu, dan kritis terhadap pengetahuan atau informasi yang diterima.
Dari siapa pun pengetahuan atau informasi itu datang, harus diolah secara kritis, sehingga yang tersimpan hanyalah pengetahuan yang bersih, benar, dan ilmu yang mencerahkan, bukan pengetahuan sesat dan menyesatkan.
Adapun makna dari matan hadis "menjaga perut dengan segala isinya" artinya menjaga perut dari makanan haram yang sudah jelas terlarang, baik zat atau cara memperolehnya, dan menjaganya agar tidak diisi secara berlebihan, sekalipun oleh makanan yang halal.
Kemudian, makna dari matan hadis "senantiasa mengingat maut dengan segala siksanya", yaitu dengan kondisi kehidupan yang pragmatis, materialis, hedonis, dan konsumerisme menyebabkan manusia sangat gandrung dengan kesenangan dunia, seolah lupa pada kematian.
Padahal, Allah berfirman, "Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkanmu kendati kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." (QS an-Nisa [4]: 78)
"Dengan rasa malu kepada Allah, insya Allah kita akan mendapatkan kebahagiaan hakiki di akhirat," jelas Habib Quraisy yang juga salah satu murid ulama besar Hadramaut Yaman, Habib Umar bin Hafidz.
Islam mengajarkan bahwa rasa malu merupakan bagian dari iman. Nabi bersabda: Al-hayâu' min al-îmân, bahwa perasaan malu adalah sebagian dari iman. Malah, dalam hadis lain, Rasulullah menegaskan, iman dan rasa malu merupakan sesuatu yang tak terpisahkan.
الحياءُ و الإيمانُ قُرِنا جميعًا ، فإذا رُفِعَ أحدُهما رُفِعَ الآخَرُ
Al-îmanu wa al- hayâu' quranâu' jamî'an, faidzâ rufi'a ahaduhuma rufi'a al-âkharu (Iman dan rasa malu senantiasa bersama, apabila salah satunya hilang maka hilanglah yang lainnya). (HR Hakim dan Thabrani).
Ini artinya, ekspresi malu dalam keseharian itu merupakan cermin kualitas keimanan kita. Ekspresi rasa malu ditujukan kepada sesama manusia dan Allah. Dari dua ekspresi rasa malu ini, tentu saja nilai ekspresi rasa malu tertinggi adalah ekspresi rasa malu kepada Allah.
Ekspresi malu kepada-Nya membuat ekspresi rasa malu kita, kepada sesama menjadi bermakna. Bagaimanapun besarnya ekspresi rasa malu kepada sesama, jika tidak dibarengi dengan ekspresi rasa malu kepada-Nya, ekspresi itu tidak memiliki arti apa-apa di hadapan Allah.
(Baca Juga: Habib Quraisy Baharun: 2 Perhiasan Paling Baik Bagi Manusia)
Wallahu A'lam
(rhs)