Qanaah Dalam Kehidupan
loading...
A
A
A
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam mengajarkan umatnya agar selalu berdoa dan meminta perlindungan Allah Ta'ala dari kefakiran. Nabi mengatakan bahwa kefakiran itu adalah seburuk-buruk kemelaratan dan kesengsaraan . Dan Rasulullah pun melarang kita untuk meninggalkan keluarga kita dalam keadaan fakir, meminta-minta manusia.
Seperti yang Nabi katakan kepada Sa’ad bin Abi Waqqash ketika ia ingin mewasiatkan sebagian besar hartanya, maka Nabi mengatakan: “Sepertiga saja, dan itu pun sudah banyak. Seandainya engkau meninggalkan keluargamu dalam keadaan berkecukupan, maka itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan fakir meminta-minta kepada manusia.”
Ceramah Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary di Masjid Al-Barkah, Cileungsi, Bogor, akhir pekan kemarin menjelaskan, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk berlindung dan agar kita tidak jatuh kepada kefakiran tersebut. Akan tetapi bukan itu yang paling ditakutkan Nabi atas umat ini, bukan itu masalah umat ini, bukan itu problematika umat. Akan tetapi yang Nabi kawatirkan atas kita semua justru dibentangkan kepada kita dunia, kita berlomba-lomba mengejar dunia itu dan akhirnya kita binasa karena mengejarnya.
Menurut dai yang rutin mengisi ceramah di berbagai kanal dakwah muslim ini menyebutkan, ada tiga status yang ada pada manusia: yang pertama adalah dia dalam kondisi kaya dan berlebihan, yang kedua dia dalam kondisi miskin berkecukupan, dan yang ketiga adalah kondisi fakir (dia kekurangan).
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam tidak melarang kita menjadi orang yang kaya. Walaupun Nabi dalam banyak konteks nash-nash Al-Qur’an maupun hadis mencela dunia. Seperti di dalam Al-Qur’an, Allah menyebut dunia itu sebagai مَتَاعُ الْغُرُورِ (kesenangan yang memperdaya), مَتَاعٌ قَلِيلٌ (kesenangan yang sedikit), kesenangan yang sebentar.
Demikian pula di dalam hadis, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut dunia itu sebagai suatu yang terkutuk.
الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا
“Dunia itu terkutuk dan terkutuk juga apa-apa yang ada di dalamnya.”
Demikian pula di dalam hadis yang lain Nabi menggambarkan bahwa dunia itu lebih hina di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala daripada bangkai kambing dalam pandangan manusia. Begitu nash-nash Al-Qur’an dan hadis menjelaskan tentang hakikat dunia.
Itu status yang pertama, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menyuruh kita dan Nabi berlindung diri darinya.
Kemudian yang kedua yaitu status sebagai seorang yang berkecukupan atau miskin yang hidupnya pas-pasan, yang hidupnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebutkan “kafaf”
رُزِقَ كَفَافًا
“Rezeki yang cukup.” (HR. Muslim)
Kemudian status yang ketiga adalah status fakir, yang mana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berlindung dari kefakiran tersebut dan Nabi menyebut kefakiran adalah seburuk-buruk kemelaratan yang bisa membuat seseorang menjadi hina, karena dia terpaksa berhutang kesana-kemari atau dia meminta-minta kepada manusia.
Adapun status sebagai orang yang kafaf (berkecukupan), ini adalah kondisi dimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam meminta kepada Allah agar dihidupkan dalam keadaan seperti itu, dimatikan dalam keadaan seperti itu, dan dikumpulkan bersama orang-orang yang keadaannya seperti itu, yaitu orang yang miskin.
Satu doa yang mungkin belum pernah kita baca seumur hidup kita. Yang mana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca doa ini:
اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا ، وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا ، وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikan aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkan aku bersama orang-orang miskin pada hari kiamat.” (HR. Tirmidzi)
Nabi memohon kepada Allah kondisi yang kedua. Apa sebabnya? Yaitu karena kondisi yang kedua ini (yaitu sebagai orang yang miskin/kafaf) seperti yang disebutkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang lain:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Beruntunglah orang-orang yang telah mendapatkan Islam kemudian diberi rezeki yang kafaf (cukup) dan Allah memberinya sifat qana’ah terhadap apa yang Allah berikan kepadanya.” (HR. Muslim)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam meminta kondisi yang kedua ini, karena itulah kondisi dimana seorang paling mungkin untuk selamat dunia dan akhirat dengan harta yang Allah berikan kepadanya, yaitu dia berkecukupan, dia hidup kafaf, tidak lebih dan tidak kurang. Orang seperti inilah yang mungkin untuk bisa selamat di dunia dan selamat juga di akhirat.
Adapun yang pertama (orang yang kaya), mungkin dia akan selamat hidupnya di dunia, karena dia punya segala sesuatu bahkan berlebih. Orang ini di akhirat nanti mungkin dia akan menghadapi suatu pertanggungjawaban yang berat, dia akan ditanya tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan kemana dia akan belanjakan.
Adapun yang terakhir, dia mungkin tidak bisa selamat di dunia karena hidupnya hina dan mungkin juga tidak selamat di akhirat karena mungkin dia berhutang ataupun segala sesuatu yang membuat dia susah di dalam hidupnya.
Oleh karena itulah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta kepada Allah agar diberi jenis kehidupan yang kedua, yaitu hidup sebagai seorang yang miskin ataupun berkecukupan, yang rezekinya kafaf (cukup) untuk kita gunakan sebagai penyambung hidup kita di dunia.
Qanaah dalam Kehidupan
Oleh karena itu apabila kita termasuk orang yang ditakdirkan hidup miskin, maka janganlah kita berkeluh-kesah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menyebutkan di dalam hadits yang kita bacakan tadi: “Sungguh beruntung, sungguh bahagia/sukses, orang yang telah mendapatkan Islam dan diberi rezeki yang cukup, tidak kurang dan tidak juga lebih,” dan tinggal perkara ketiga yang harus dia miliki. Yaitu dia qana’ah meneriman apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya. Dia termasuk orang-orang yang bahagia di dunia dan di akhirat.
Maka tidak layak bagi seorang muslim yang telah mendapatkan hidayah Islam dan telah mendapatkan kecukupan hidup, tidaklah dia orang yang kekurangan, bukanlah dia orang yang melarat ataupun sengsara, dan telah diberi qana’ah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian masih mengeluhkan rezekinya kepada manusia.
kita bisa menjadi orang yang paling kaya, orang yang memiliki sifat qana’ah di dalam kehidupan ini dan tidak tertipu dengan gemerlap dunia yang kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam justru itu yang akan membinasakan umat ini dan itu yang paling dikhawatirkan oleh Nabi atas umat ini, yaitu dibentangkannya dunia kepada kita.
Kita tahu bahwa faktor dunia ini yang membuat dua orang yang dekat terpisah, orang yang bersahabat bertengkar. Segala sesuatu ketika dibentangkan dunia, kita lihat disana ada keributan/perselisihan/pertengkaran, yang mana sebelum dunia itu datang mereka akur-akur saja.
Dua orang yang mungkin berbisnis/bekerja sama dalam satu usaha, sebelum dunia dilimpahkan kepada mereka, mereka akur-akur saja, menjadi dua sahabat yang dekat. Akan tetapi ketika dibentangkan dunia kepada mereka, maka terjadilah pertengkaran/perselisihan/permusuhan.
Begitulah fitnah dunia yang kadangkala kita tidak mengetahui akibat buruk dari dunia tersebut ataupun pengaruh buruk dari dunia itu. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan kepada kita bahwa itu yang paling dikhawatirkan oleh Nabi atas umat ini.
Dan mudah-mudahan kita semua bisa menjadi orang yang memiliki sifat qana’ah dan tidak terpedaya dengan gemerlap dunia yang sedikit dan sebentar ini.
Wallahu A'lam
Seperti yang Nabi katakan kepada Sa’ad bin Abi Waqqash ketika ia ingin mewasiatkan sebagian besar hartanya, maka Nabi mengatakan: “Sepertiga saja, dan itu pun sudah banyak. Seandainya engkau meninggalkan keluargamu dalam keadaan berkecukupan, maka itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan fakir meminta-minta kepada manusia.”
Ceramah Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary di Masjid Al-Barkah, Cileungsi, Bogor, akhir pekan kemarin menjelaskan, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk berlindung dan agar kita tidak jatuh kepada kefakiran tersebut. Akan tetapi bukan itu yang paling ditakutkan Nabi atas umat ini, bukan itu masalah umat ini, bukan itu problematika umat. Akan tetapi yang Nabi kawatirkan atas kita semua justru dibentangkan kepada kita dunia, kita berlomba-lomba mengejar dunia itu dan akhirnya kita binasa karena mengejarnya.
Menurut dai yang rutin mengisi ceramah di berbagai kanal dakwah muslim ini menyebutkan, ada tiga status yang ada pada manusia: yang pertama adalah dia dalam kondisi kaya dan berlebihan, yang kedua dia dalam kondisi miskin berkecukupan, dan yang ketiga adalah kondisi fakir (dia kekurangan).
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam tidak melarang kita menjadi orang yang kaya. Walaupun Nabi dalam banyak konteks nash-nash Al-Qur’an maupun hadis mencela dunia. Seperti di dalam Al-Qur’an, Allah menyebut dunia itu sebagai مَتَاعُ الْغُرُورِ (kesenangan yang memperdaya), مَتَاعٌ قَلِيلٌ (kesenangan yang sedikit), kesenangan yang sebentar.
Demikian pula di dalam hadis, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut dunia itu sebagai suatu yang terkutuk.
الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا
“Dunia itu terkutuk dan terkutuk juga apa-apa yang ada di dalamnya.”
Demikian pula di dalam hadis yang lain Nabi menggambarkan bahwa dunia itu lebih hina di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala daripada bangkai kambing dalam pandangan manusia. Begitu nash-nash Al-Qur’an dan hadis menjelaskan tentang hakikat dunia.
Baca Juga
Itu status yang pertama, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menyuruh kita dan Nabi berlindung diri darinya.
Kemudian yang kedua yaitu status sebagai seorang yang berkecukupan atau miskin yang hidupnya pas-pasan, yang hidupnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebutkan “kafaf”
رُزِقَ كَفَافًا
“Rezeki yang cukup.” (HR. Muslim)
Kemudian status yang ketiga adalah status fakir, yang mana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berlindung dari kefakiran tersebut dan Nabi menyebut kefakiran adalah seburuk-buruk kemelaratan yang bisa membuat seseorang menjadi hina, karena dia terpaksa berhutang kesana-kemari atau dia meminta-minta kepada manusia.
Adapun status sebagai orang yang kafaf (berkecukupan), ini adalah kondisi dimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam meminta kepada Allah agar dihidupkan dalam keadaan seperti itu, dimatikan dalam keadaan seperti itu, dan dikumpulkan bersama orang-orang yang keadaannya seperti itu, yaitu orang yang miskin.
Satu doa yang mungkin belum pernah kita baca seumur hidup kita. Yang mana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca doa ini:
اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا ، وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا ، وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikan aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkan aku bersama orang-orang miskin pada hari kiamat.” (HR. Tirmidzi)
Nabi memohon kepada Allah kondisi yang kedua. Apa sebabnya? Yaitu karena kondisi yang kedua ini (yaitu sebagai orang yang miskin/kafaf) seperti yang disebutkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang lain:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Beruntunglah orang-orang yang telah mendapatkan Islam kemudian diberi rezeki yang kafaf (cukup) dan Allah memberinya sifat qana’ah terhadap apa yang Allah berikan kepadanya.” (HR. Muslim)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam meminta kondisi yang kedua ini, karena itulah kondisi dimana seorang paling mungkin untuk selamat dunia dan akhirat dengan harta yang Allah berikan kepadanya, yaitu dia berkecukupan, dia hidup kafaf, tidak lebih dan tidak kurang. Orang seperti inilah yang mungkin untuk bisa selamat di dunia dan selamat juga di akhirat.
Adapun yang pertama (orang yang kaya), mungkin dia akan selamat hidupnya di dunia, karena dia punya segala sesuatu bahkan berlebih. Orang ini di akhirat nanti mungkin dia akan menghadapi suatu pertanggungjawaban yang berat, dia akan ditanya tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan kemana dia akan belanjakan.
Adapun yang terakhir, dia mungkin tidak bisa selamat di dunia karena hidupnya hina dan mungkin juga tidak selamat di akhirat karena mungkin dia berhutang ataupun segala sesuatu yang membuat dia susah di dalam hidupnya.
Oleh karena itulah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta kepada Allah agar diberi jenis kehidupan yang kedua, yaitu hidup sebagai seorang yang miskin ataupun berkecukupan, yang rezekinya kafaf (cukup) untuk kita gunakan sebagai penyambung hidup kita di dunia.
Qanaah dalam Kehidupan
Oleh karena itu apabila kita termasuk orang yang ditakdirkan hidup miskin, maka janganlah kita berkeluh-kesah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menyebutkan di dalam hadits yang kita bacakan tadi: “Sungguh beruntung, sungguh bahagia/sukses, orang yang telah mendapatkan Islam dan diberi rezeki yang cukup, tidak kurang dan tidak juga lebih,” dan tinggal perkara ketiga yang harus dia miliki. Yaitu dia qana’ah meneriman apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya. Dia termasuk orang-orang yang bahagia di dunia dan di akhirat.
Maka tidak layak bagi seorang muslim yang telah mendapatkan hidayah Islam dan telah mendapatkan kecukupan hidup, tidaklah dia orang yang kekurangan, bukanlah dia orang yang melarat ataupun sengsara, dan telah diberi qana’ah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian masih mengeluhkan rezekinya kepada manusia.
kita bisa menjadi orang yang paling kaya, orang yang memiliki sifat qana’ah di dalam kehidupan ini dan tidak tertipu dengan gemerlap dunia yang kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam justru itu yang akan membinasakan umat ini dan itu yang paling dikhawatirkan oleh Nabi atas umat ini, yaitu dibentangkannya dunia kepada kita.
Kita tahu bahwa faktor dunia ini yang membuat dua orang yang dekat terpisah, orang yang bersahabat bertengkar. Segala sesuatu ketika dibentangkan dunia, kita lihat disana ada keributan/perselisihan/pertengkaran, yang mana sebelum dunia itu datang mereka akur-akur saja.
Dua orang yang mungkin berbisnis/bekerja sama dalam satu usaha, sebelum dunia dilimpahkan kepada mereka, mereka akur-akur saja, menjadi dua sahabat yang dekat. Akan tetapi ketika dibentangkan dunia kepada mereka, maka terjadilah pertengkaran/perselisihan/permusuhan.
Begitulah fitnah dunia yang kadangkala kita tidak mengetahui akibat buruk dari dunia tersebut ataupun pengaruh buruk dari dunia itu. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan kepada kita bahwa itu yang paling dikhawatirkan oleh Nabi atas umat ini.
Dan mudah-mudahan kita semua bisa menjadi orang yang memiliki sifat qana’ah dan tidak terpedaya dengan gemerlap dunia yang sedikit dan sebentar ini.
Wallahu A'lam
(wid)