Pernikahan Sang Pengantin Langit, Hanzhalah dan Jamilah

Selasa, 23 Februari 2021 - 13:51 WIB
loading...
Pernikahan Sang Pengantin Langit,  Hanzhalah dan Jamilah
Jamilah bermimpi melihat langit terbelah untuk Hanzhalah, maka dia masuk dan setelah itu langit pun menutup lagi. Mimpinya tersebut ternyata membawa kabar gembira dari langit dan memberikan kepadanya predikat istri seorang syuhada. Foto ilustrasi/ist
A A A
Ini tentang kisah salah satu sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang bernama Hanzhalah bin Abu Amir Radhiyallahu ‘anhu. Ia merupakan orang terpadang di Kota Madinah. Ayahnya, Abu Amir bin Shaif adalah seorang pemimpin suku Aus. Abu Amir adalah seorang pendeta hingga akhirnya dijuluki sebagai lelaki fasik lantaran kala itu Madinah sudah dikuasai oleh kaum muslim. Sementara sang putra, Hanzhalah telah lebih dulu masuk Islam.



Disarikan dari 'Ensiklopedi Kisah Generasi Salaf', dikisahkan suatu hari, Hanzhalah memutuskan untuk meminang sang kekasih Jamilah binti Ubay bin Salul, anak sahabat ayahnya. Tentu sangat menyenangkan ketika akhirnya dapat bersatu dengan pujaan hati setelah sekian lama sendiri. Pernikahan keduanya berlangsung sangat khidmat. Ikatan suci mempersatukan Hanzhalah dengan Jamilah.

Pernikahan antara Hanzhalah dan Jamilah bertepatan dengan persiapan perang di Uhud. Pagi harinya, umat Islam akan menghadapi pasukan kafir Quraisy. Ada yang bilang pernikahan tersebut dilaksanakan lantaran Hanzhalah tahu bahwa ia akan ikut dalam barisan pasukan Muslim. Sementara pendapat lain berkata Hanzhalah memang sudah sejak lama hendak meminang Jamilah.



Seperti pengantin baru pada umumnya, Hanzhalah dan Jamilah menghabiskan malamnya dengan penuh cinta. Keduanya saling mencurahkan kasing sayang pada satu sama lain. Karena alasan ini juga, Rasulullah akhirnya mengizinkah Hanzhalah agar tidak ikut perang di esokan harinya.

Manakala fajar hampir tiba, genderang perang mulai terdengar. Riuh-riuh teriakan pasukan Muslim membangkitkan semangat siapapun agar syahid di mata Allah. Panggilan tersebut juga terdengar di telinga Hanzhalah. Padahal dirinya telah diberi kebebasan agar bisa absen dari barisan umat muslim menghadapi pasukan Abu Sufyan di luar kota Madinah.

Namun nyatanya, dengan sergap Hanzhalah melepas pelukan sang istri yang baru dinikahinya beberapa jam. Ia mengambil pedang dan baju zirahnya lalu keluar dan bergabung bersama muslim lain. Hanzhalah berlari ke medan perang dalam keadaan masih junub dan belum mandi.



Sementara sang istri menatap Hanzhalah dengan sedikit pilu. Jamilah menyaksikan sendiri bagaimana sang suami memakai zirahnya dengan tergesa-gesa. Adalah punggung Hanzhalah, pandangan terakhir yang dilihat Jamilah dari sang suami.

Sesampainya di Uhud, Hanzhalah langsung menghunuskan pedangnya pada musuh. Kemenangan terlihat di awal-awal peperangan, hingga akhirnya pasukan Muslim nampak tergiur hingga banyak dari mereka meninggalkan pos. Dari sinilah pasukan Abu Sufyan melihat celah dan segera menyerang balik. Pasukan muslim diburu habis-habisan.

Namun demikian, Hanzhalah tak kehabisan semangat. Ia segera mendekati Abu Sufyan dan mematahkan salah satu kaki kudanya hingga membuat Abu Sufyan terpelanting ke tanah. Ternyata Syaddan bin Aswad sudah melirik keadaan Abu Sufyan dan segera menolongnya dari Hanzhalah. Dengan cepat, Syaddan melempar sebilah tombak ke tubuh Hanzhalah.



Usai itu, Abu Sufyan dengan lantang berseru bahwa dirinya telah berhasil membunuh Hanzhalah, membalaskan dendam anaknya yang terbunuh di perang Badar. Hanzhalah meninggal dunia.

Perang telah usai, para mujahidin berjejer menyaksikan saudara-saudara mereka yang telah membeli surga dengan jiwa-jiwa mereka. Mereka mencari sahabat-sahabat mereka yang telah gugur. Hati yang selalu menunggu janji langit sedang mencari hati yang mendahuluinya ke langit. Tangan mereka meraba-raba jasad Hanzhalah yang berlumur darah.

Kabar meninggalnya Hanzhalah akhirnya sampai ke telinga Rasulullah. Di antara para sahabat yang menangisi kepergiannya, Rasulullah justru mengabarkan bahwa Hanzhalah telah dimandikan oleh para malaikat.



Salah seorang sahabat yang penasaran akhirnya mendatangi langsung jenazah Hanzhalah. Betapa kagetnya ia saat melihat wajah Hanzhalah bercahaya dan menampakkan senyuman. Dari rambutnya, turun tetesan air yang mengingatkan pada air mata Jamilah yang bersedih. Kemudian Rasulullah mengabarkan lagi bahwa Hanzhalah tidak dihisab dan langsung dapat mencium bau surga.

Kenangan Sang Kekasih

Jamilah terus mereguk kenangan akan pertemuan singkat yang terpatri dalam jiwanya. Senandung kasih abadi merek berdua tidak mungkin dilupakan wanginya, masih tercium di tempat tidurnya. Wajahnya terpampang di atap kamarnya. Setelah kedua matanya tenteram dengan cahaya kematian syahid suaminya, dia masih membayangkan melihatnya di negeri langit.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2028 seconds (0.1#10.140)